Vox Amoris

458 31 28
                                    

"Selamat malam dan selamat datang di Masculus de Caelo! Jam sudah menunjukkan angka sembilan malam, maka alihkan pandangan kalian ke atas panggung ini karena kami akan memulai rangkaian pertunjukan menakjubkan yang akan membuat kalian semua merasakan surga bagi para pria."

Sepasang kaki berjalan dari balik tirai menuju tengah panggung. Kemeja hitam dipenuhi manik-manik kecil itu bersinar di bawah sorot lampu. Rambutnya yang berwarna gelap ditata sedemikian rupa hingga menampilkan dahinya. Mata indahnya kali ini tidak terlalu tampak akibat topeng masquerade yang ia kenakan. Bibirnya merah akibat sapuan gincu yang memikat mata setiap pria.

Tak lama kemudian, seorang pria yang tampak lebih kekar turut keluar dari balik tirai. Penampilannya cukup berbeda, tetapi tetap memberikan kesan mewah. Dengan topeng masquerade lagi-lagi menghalangi setiap orang untuk memuja wajah tampan mereka, ia tersenyum. Bukan senyum ramah, tetapi senyum menyeringai yang membuat siapa pun mengerang kekalahan. Kemeja hitam yang dikancing hingga bawah dadanya dengan balutan jas aksen merah memeluk otot kekarnya membuat orang-orang menelan ludah. Rambut hitamnya pun dibuat memperlihatkan keindahan topengnya yang berwarna merah.

Setelah mereka saling berdiri berdampingan di tengah panggung, mereka menatap satu sama lain, tersenyum, dan menjalin jari-jari mereka di sela-sela jari satu sama lain

"Semoga berhasil untuk panggung debutmu, sayang," gumam pria yang kekar.

"Kuharap kau melakukan yang terbaik," ucap pria yang satu sebelum meraih mikrofon yang berdiri kokoh.

Pria yang kekar itu menempati posisinya di belakang piano, menatap barisan tuts putih dan hitam yang begitu menenangkan hatinya. Dari sana, ia menatap punggung penyanyi yang akan membawa pendengarnya ke nirwana.

Dengan sentuhan lembut, Hoseok membunyikan tutsnya, mengiringi suara merdu Kihyun.

***

Tawa pelan menyelingi langkah kedua pria itu memasuki rumah mungil yang begitu hangat di malam dingin. Tangan kekar Hoseok tak pernah melepaskan pelukannya dari pinggang Kihyun, demikian pula Kihyun tak ada niat untuk menjauh dari tubuh Hoseok.

"Apakah kau melihat bagaimana para penonton terkejut saat mendengar suaramu? Kuharap aku bisa merekamnya dan menunjukkannya padamu," ujar Hoseok.

"Ya? Apakah mereka masih mengingat suaraku?" tanya Kihyun.

"Mungkin. Lagipula, siapa yang dapat melupakan suara indahmu?"

Kihyun tertawa lembut, memukul dada bidang Hoseok perlahan. "Suara yang mereka ingat adalah suara menjijikkan yang selalu terdengar di dalam kamar, bukan suara yang mengalun diiringi permainan pianomu,"

"Ah, sebelum kau memutuskan untuk mengajakku tampil sebagai pemain piano untukmu pun aku belum pernah mendengarmu bernyanyi, kau tahu?"

Kihyun menghentikan langkahnya, kemudian berjalan beberapa langkah untuk berhadapan secara langsung dengan Hoseok. Tampaknya Kihyun memang hampir melupakan kenyataan bahwa Hoseok merupakan salah satu pelanggannya dahulu sebelum pada akhirnya ia menempati posisi istimewa di hatinya.

"Akan tetapi," ujar Kihyun selagi ia meletakkan tangannya di atas dada Hoseok, menuruninya perlahan sambil menatap matanya, "aku tidak keberatan bila anda ingin mendengarku memohon sambil memanggil namamu, Tuan Shin,"

Hoseok mengerang, tangannya mencengkeram pinggul Kihyun untuk tetap bertahan di posisinya saat itu. Kihyun menatapnya dengan penuh hasrat. Siapakah Hoseok yang berani menolaknya? Matanya sesekali turun melirik bibir merah Kihyun, kemudian kembali kepada mata kekasihnya yang begitu indah dan kali ini tidak ditutupi oleh topeng yang mengganggu pandangan itu.

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang