Pretiosa in Lectulo

401 38 4
                                    

Cahaya lampu jalan mulai menampakkan dirinya. Dua lelaki dewasa yang berdiri berdekatan hanya terdiam, tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Pemuda yang lebih mungil menatap lurus, jauh ke dalam kegelapan. Pemuda yang berambut hitam hanya menatap kakinya, tiba-tiba merasa bahwa kerikil di atas jalan beraspal tampak menarik. Kihyun hanya menggunakan alasan bahwa taksi mereka sudah sytapi entah apakah itu cukup untuk membuat Hoseok merasa geram padanya.

"Berapa jumlah uang yang harus kubayar?" Tanya Hoseok tiba-tiba.

"Untuk apa?"

"Penampilan istimewamu?"

Kihyun tertawa, "tidak perlu membayar, tuan. Lagipula, yang kau sebut sebagai penampilan istimewa itu bukanlah merupakan permintaanmu. Aku yang memaksamu, jadi kurasa kau tidak perlu membayar apa pun,"

Bagaimana bisa seorang penari striptis yang siap menarik hati siapa pun yang bernapas dalam satu ruangan yang sama dengannya, ternyata adalah seorang pemuda yang mudah tersenyum—bahkan saat ia sedang mengutuk dirinya sendiri—dan sangat manis? Hoseok tidak mengerti lagi. Ia tertarik pada Kihyun, tetapi belum ada keyakinan dalam menaruh hatinya.

Sebuah taksi berhenti di hadapan mereka. Sang sopir membuka kacanya dan bertanya tentang Tuan Shin. Setidaknya, mereka berdua akan terjebak kurang lebih 15 menit dalam mobil yang sama beserta dengan keheningan yang mulai terasa amat canggung. Menyenangkan. Hoseok membukakan Kihyun pintu, membiarkan pria yang lebih muda darinya itu memasuki mobil terlebih dahulu. Ia menyusul, kemudian menyapa sang sopir yang siap mengantar mereka.

Tujuan pertama adalah rumah Kihyun yang berjarak lebih dekat dari bar. Melewati jalanan sepi Seoul di jam 12 malam terkadang membuat Hoseok merasa tenang. Sesekali ia melirik pada Kihyun yang sibuk memandang ke luar jendela. Ia tampak menawan, tampak tenang. Bila Hoseok dapat memilih, mungkin ia lebih menyukai sisi Kihyun yang tenggelam dalam pikirannya.

"Kihyun," panggil Hoseok.

Tidak ada jawaban.

"Kihyun," panggil Hoseok sekali lagi, tetapi hasilnya nihil.

Kihyun telah tertidur, bersender pada jendela dingin akibat angin malam yang bertiup tiada hentinya. Hoseok tersenyum. Ia iri. Iri akan jendela yang dapat bersentuhan dengan sang lelaki penuh pesona yang sedang tertidur pulas.

"Pak, tolong segera ke Hannam,"

Sedan berwarna bagai senja itu melesat, meninggalkan tujuan awalnya, yaitu Itaewon. Memecah angin malam, taksi yang ditumpangi mereka berlari ke daerah mewah untuk para konglomerat dengan hidup berkilau emas dan batu mulia. Tempat dimana seharusnya manusia akan mendapatkan kebahagiaan, tetapi yang Hoseok rasakan hanyalah hampa. Kemewahan dan segala fasilitas yang memanjakan ternyata tidak memuaskan diri Hoseok sepenuhnya.

Untuk detik ini, hanya ada seseorang yang dapat membahagiakannya. Ralat, mungkin kata "membahagiakan" terdengar agak berat di pikiran Hoseok. Kihyun dapat mengangkat segala kecemasan dan kesedihannya.

"Tuan, tolong beritahu arah ke tujuan anda,"

Hoseok membuyarkan lamunannya. Dengan fasih, ia mengarahkan sopir taksi tersebut menuju kediamannya. Melewati berbagai lingkungan eksklusif, inilah kediaman Shin Hoseok. Gemerlap Hannam-dong bahkan tampak anggun, mengelabui setiap mata yang menatapnya seakan-akan lampu berwarna-warni tersebut berperan sebagai kunang-kunang di tengah hutan beton.

Kediaman megah didominasi warna putih telah menampakkan dirinya. Dihiasi taman luas dengan tumbuhan subur, membuat Hoseok semakin ingin turun dari mobil tersebut dan merebahkan dirinya di atas matras empuk.

Setelah memberikan sejumlah uang pada pria paruh baya yang telah mengantarkannya, ia ingin segera keluar dari taksi jingga tersebut. Hati berkata lain, ia tak dapat melupakan seorang penumpang lainnya yang telah tertidur pulas akibat kantuk yang menguasai seluruh inderanya. Perlahan, ia melangkah keluar, kemudian berbelok untuk membuka pintu yang lain. Hatinya waswas, takut bila suatu saat Kihyun akan terbangun saat ia berusaha membuka pintu tersebut. Beruntung, pria mungil tersebut tampak masih bahagia berada di dunia mimpinya. Napasnya teratur, bola matanya tidak menunjukkan pergerakan apa pun di balik kelopak mata yang menutup pandangannya.

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang