Qui Promissa Luna

277 35 9
                                    

"Kihyun hyung!"

Teriakan Jooheon menggema di tengah ruangan yang tampak sepi itu, membuat Tuan Shin dan Hyojung menengok ke arah pemilik nama tersebut. Senyum lebar semakin terukir di wajah Hoseok, membuat wajahnya dapat terbelah kapan pun akibat senyumannya itu. Kihyun pun tak dapat menahan bibirnya untuk turut terangkat. Senyuman Hoseok sangat manis, sangat menular.

"Tuan Shin? Bukankah Tuan Shin sudah pulang?" tanya Kihyun, "apa yang membuatmu kembali?"

"Iya, aku sudah pulang tadi, tetapi bukankah tidak ada salahnya untuk kembali ke tempat ini?" jawab Hoseok penuh percaya diri, tetapi telinganya tampak memerah.

"Ya, tapi tempat ini pun sudah tutup. Aku heran mengapa Hyojung noona memperbolehkan seorang pelanggan untuk dilayani setelah bar tutup,"

Hyojung yang mendengar namanya diungkit segera memutar bola matanya dan menyesap minumannya. "Tuan Shin Hoseok ingin mengantarmu pulang, Kihyun."

"Hyojung noona, tidak bisakah kau berhenti menggangguku? Aku tahu kau berbohong,"

Kihyun menatap Hoseok yang kini tersenyum malu sambil menutup matanya dengan tangannya. Ia bahkan tidak mengerti bagaimana seorang pria dewasa dengan tubuh ranum itu dapat tersipu malu di hadapannya.

"Nona Kim tidak berbohong, Ki." Setelah kepercayaan dirinya kembali, Hoseok kembali menjawab. "Aku memang ingin mengantarmu pulang. Itulah tujuanku kembali ke sini."

Mendengar jawaban Hoseok yang begitu tulus membuat wajah Kihyun memerah. Bukan karena udara dingin yang berhasil menyelinap masuk ke dalam bar yang hangat dari sela-sela langit-langit, penyebab wajahnya memerah bagai kepiting rebus itu adalah Hoseok sendiri. Belum pernah sekali pun ada seorang pelanggan yang ingin mengantarnya pulang dan Hoseok menjadi yang pertama di antara sekian ratus orang. Bolehkah Kihyun merasa istimewa?

Hoseok bangkit, meninggalkan Hyojung dan Jooheon yang tidak dapat menghapus senyuman dari wajah mereka masing-masing. Dengan mudah, pria yang tubuh kekarnya dilapisi oleh kaus hitam ketat itu mengambil tas Kihyun dan melemparnya ke atas pundaknya. Tangan kanannya yang bebas dari halangan apa pun segera mengambil tangan mungil Kihyun dan menggenggamnya erat—seperti seorang anak kecil yang takut kehilangan ibunya di tengah keramaian. Kihyun tetap mematung pada kakinya, masih tidak percaya bahwa saat ini, di bawah telapak tangannya, telah bersarang tangan Tuan Shin yang selalu memanggil kupu-kupu di dalam perutnya untuk bergerak kesana kemari.

"Yoo Kihyun, seorang penari anggun tidak diperbolehkan untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Aku tahu Tuan Shin sangat tampan, tetapi aku tidak ingin melihat air liurmu keluar karena ketampanan Tuan Shin," ucap Hyojung diselingi tawa.

Kihyun kembali ke dunia nyatanya, dimana tangannya yang selalu terasa dingin, akhirnya merasakan kehangatan tak terbatas. "Noona! Aku tidak seperti itu!"

"Aku sangat senang bisa melihatmu bercanda dengan Nona Kim, tetapi aku lebih senang lagi bila aku dapat mengantarmu ke mobilku sekarang," ucap Hoseok dengan ramah.

"Ya, beristirahatlah, aku akan menemuimu besok," ucap Hyojung, kembali menikmati minumannya yang telah lama diisi kembali oleh Jooheon.

Dengan sebuah kalimat yang terucap dari bibir salah satu pemilik bar tersebut, Hoseok tidak membuang waktu lagi dan segera menarik Kihyun keluar dari bangunan indah itu. Bila dibandingkan dengan tubuh Hoseok yang begitu besar—kemungkinan pula berukuran dua kali lebih kekar daripada Kihyun—tentu Kihyun hanyalah setitik debu baginya. Satu tarikan kuat dan Kihyun dapat terseret dengan wajah menempel pada aspal. Kihyun membayangkan bahwa orang yang tengah menggenggam tangannya saat itu adalah seorang yang kasar, yang hanya mementingkan selangkangan dan otak mesumnya layaknya pelanggan lainnya. Akan tetapi, Tuan Shin berbeda. Dari caranya menyentuh Kihyun, penari erotis itu tahu bahwa Shin Hoseok adalah seorang yang jauh dari kata kasar maupun egois.

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang