Seprai putih itu telah kusut dan tak beraturan, terlepas dari salah satu sudut tumpul tempat tidur milik pemuda yang berulang kali mencengkeram kain itu. Keringat berjatuhan, bercampur dengan air liur yang ditukarkan satu sama lain di antara kedua pria itu. Kamar itu terdengar sepi, hanya bunyi decit ranjang yang terus berguncang dan tarikan napas kasar yang diselingi dengan rintihan lemah. Sang surya belum sepenuhnya turun ke cakrawala, tetapi kedua pria itu bercinta bagai sore itu adalah kesempatan terakhir mereka untuk menghabiskan waktu bersama.
Kihyun, pemuda yang dengan susah payah berusaha untuk menahan suaranya itu merintih, gelisah di bawah perhatian Hoseok. Kegelapan menyelimuti penglihatannya dan ia telah berteman dengannya untuk beberapa saat. Tubuhnya lumpuh, berkali-kali dihujani kenikmatan tak tertandingi dari tubuh sang lelaki yang tidak pernah berhenti mengecupi setiap jengkal kulitnya. Tangan besar itu menjelajahi tubuhnya, mengusap dan membelainya agar membuat Kihyun semakin frustasi. Bokongnya tak luput dari pijatan lembut sang pria bertubuh kekar itu, membuat Kihyun mendesah dengan lantang.
"T-Tuan Shin, pelan-pelan," pinta Kihyun di sela-sela desahnya.
"Baiklah, Kihyun,"
Hoseok memperlambat lajunya, menggerakkan pinggulnya dengan perlahan namun dalam agar pria di bawahnya itu dapat merasakan setiap denyut nadi pada penisnya yang semakin menegang di dalam rektum Kihyun. Beberapa kali ia dapat merasakan tubuh Kihyun mulai gemetar akibat menahan siraman euforia yang hendak ia lepaskan. Setiap kali klimaks menghampirinya, ia akan meminta Hoseok untuk memperlambat pinggulnya. Mungkin Kihyun memang lebih menyukai persetubuhan yang lambat dan menyiksa.
Hoseok tersenyum melihat Kihyun yang semakin gusar akibat klimaks yang berulang kali menghujam dirinya. Bibirnya tak dapat tertutup, rahangnya melumpuh. Sehelai kain satin yang menutup matanya tetap terikat di sana, memberikan gesekan-gesekan lembut saat ia menggerakkan kepalanya. Pemilihan kain satin sebagai penutup mata Yoo Kihyun pun dilakukan dengan penuh perhatian dan pertimbangan. Ia tak ingin membuat Kihyun terluka dan di saat yang bersamaan tetap ingin memenuhi permintaan penari tersebut.
"Aku ingin Tuan Shin menutup mataku,"
"Lalu?"
"Aku ingin mengetahui bagaimana rasanya bercinta,"
Hoseok mengangkat salah satu alisnya saat mendengar gumaman penari mungil itu.
"Bukankah kau sudah pernah bercinta dengan orang lain?"
"Itu adalah bersetubuh, bukan bercinta, Tuan,"
"Apa bedanya?"
"Bersetubuh dapat dilakukan dengan ketiadaan cinta di antara kedua orang tersebut,"
"Lalu, bila kau ingin merasakan bercinta, apakah kau akan meminta salah satu rekan kerjamu untuk melakukannya denganmu?"
"Tidak." Kihyun tersenyum, memandangi langit-langit polos. "Apakah Tuan Shin bersedia untuk bercinta denganku?"
Sebuah permintaan yang absurd. Akan tetapi, siapakah Shin Hoseok hingga ia dapat menolak sebuah permintaan penuh dosa yang diajukan kepadanya dengan senyum lugu di wajah Kihyun?
Hoseok seharusnya tidak terkejut bila Kihyun memang memiliki sebuah pita satin merah dengan lebar yang mampu menutupi matanya dengan sempurna. Hoseok seharusnya tidak terbelalak saat Kihyun mengeluarkan sekotak penuh berisi benda pemuas birahi yang merupakan pemberian dari pelanggan-pelanggan maupun rekan kerjanya—begitu menurut Kihyun. Penari muda itu terkekeh saat melihat wajah Hoseok yang cukup terkejut dengan temuannya.
"Tuan Shin, mengapa kau berhenti?" Tanya Kihyun lemah.
Dadanya mengembang dan mengempis, mencuri napas di sela-sela peristiwa tersebut. Hoseok yang bahkan tidak menyadari bahwa ia telah berhenti menggerakkan pinggulnya pun hanya menarik sudut bibirnya dan menggeleng. Ia tidak boleh membiarkan Kihyun tahu bahwa ia sedang asyik dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.kh
Fanfiction#1 KIHO @ 2018 AUGUST ; 2018 OCT ; 2019 MAY #2 KIHO @ 2018 SEPTEMBER #2 JOOHYUK @ 2018 OCT Aroma vanilla menghasut indera setiap kaum adam yang dilewatinya. Aroma vanilla yang manis membuat siapa pun yang berada di dekatnya ingin menikmatinya dalam...