Ipse Liberavit Me

218 32 8
                                    

Ketegangan di Masculus de Caelo masih berlanjut, mengikis kedamaian di tengah-tengah mereka. Hyungwon tidak menunduk sekali pun, bahkan ia tidak menunjukkan raut wajah sedikit pun. Kehampaan Hyungwon dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya membuat darah Minhyuk semakin mendidih.

"Mengapa kau masih mencampuri urusan Kihyun bahkan setelah kalian berpisah dari hubungan kalian?" tanya Minhyuk, tangannya mengepal dengan kuat.

"Aku adalah mantan kekasihnya, Minhyuk. Aku tahu apa yang baik dan apa yang buruk bagi Kihyun,"

"Hyungwon, kau adalah kekasihku sekarang! Apa gunanya kau masih mengurusi pilihan hidup Kihyun—pilihan cintanya sendiri—saat kau sendiri belum bisa mengurusi hubunganmu sendiri?! Tidak seharusnya kau sibuk dengan Kihyun dan cintanya pada Tuan Shin! Bila kau meneruskan sikapmu yang keras kepala seperti ini, lebih baik kita menyudahi hubungan ini,"

Minhyuk memutar badannya, tidak ingin menatap Hyungwon lebih lama lagi. Berkali-kali ia mendengar suara Changkyun memanggil namanya, tetapi ia tidak menghiraukannya. Prioritasnya detik itu adalah mencari Kihyun dan menemani sahabatnya di dalam kesedihan dan kekecewaannya. Bila Hyungwon memang tetap berpendirian di atas prinsipnya itu, maka tidak ada jalan lain, Minhyuk harus mengakhiri hubungannya dengan Hyungwon secara sepihak.

Masculus de Caelo bukanlah tempat yang begitu megah, bukan tempat yang tepat untuk bersembunyi dari segala masalah, tetapi Minhyuk sempat kesusahan dalam mencari Kihyun. Setiap sudut telah ia selidiki, tetapi ia tidak menemukan jejak-jejak Kihyun. Aroma kayu manis yang tersebar di seluruh lorong tidak menenangkannya sedikit pun. Minhyuk tidak dapat mengendus aroma vanilla yang lembut sebagai ciri khas Kihyun yang jarang dipedulikan oleh orang-orang, tetapi Lee Minhyuk dapat menemukannya hanya dengan bukti yang tak terlihat itu.

"Kihyun," panggil Minhyuk setiap kali ia melewati pintu-pintu yang tak pernah tersentuh olehnya.

"Minhyuk," balas suara parau yang terdengar lembut di balik pintu.

Mata Minhyuk berbinar, akhirnya ia menemukan rekannya. "Apakah kau mengunci pintu ini?"

"Ya,"

"Mengapa?"

"Aku berjaga-jaga bila seandainya Hyungwon akan mengejarku dan kembali menyadarkanku bagaimana kerasnya hidup kita semua sebagai penari striptis,"

Kerasnya hidup sebagai penari striptis.

Ucapan Kihyun itu menghujam dada Minhyuk, membuatnya meringis karena merasakan sakit yang seharusnya tidak terjadi di sana. Hyungwon benar-benar telah menghancurkan harapan Kihyun untuk hidup.

"Hei, Ki," ucap Minhyuk.

"Hm?"

"Bolehkah aku masuk?"

Tak butuh waktu lama, pintu itu terbuka dengan sunyi. Pemuda di depannya itu menampakkan wajahnya yang cukup membengkak, lembab, dan kulitnya memerah. Wajahnya lembab, entah karena air mata atau karena keringat yang disebabkan oleh suhu tinggi di dalam ruangan yang kedap udara itu. Minhyuk belum pernah melihat kehancuran Kihyun yang sebenarnya hingga saat itu.

"Aku tampak menjijikkan, aku tahu." Kihyun meringis, mencoba untuk menyeka wajahnya.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Minhyuk hanya menarik napasnya dan mendekap Kihyun dengan erat. Ia ingin menangis, turut serta bersama pemuda mungil itu dalam kereta kesedihannya, tetapi Lee Minhyuk tahu, ia harus kuat demi Yoo Kihyun.

"Menemukanmu dalam keadaan masih bernapas saja sudah cukup membuatku lega," gumam MInhyuk, tangannya membelai kepala Kihyun, "maafkan aku karena kau harus mendengar segala kebusukan yang tidak nyata itu dari Hyungwon,"

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang