[36] Morning Sickness

14.9K 1.2K 41
                                    

SEPANJANG perjalanan menggunakan taksi online, Lisa terus bercerita tentang bagaimana pertemuannya dengan laki-laki berkacamata itu. Menurut cerita Lisa, pemuda itu memperkenalkan diri sebagai Demian. Usianya baru 19 tahun. Sudah menjadi penjaga perpustakaan sejak satu tahun lalu. Bagi Lisa, Demian orangnya baik. Meski banyak diam dan sedikit cuek, namun dia orang yang cukup sabar. Katanya, Demian tidak punya orangtua lagi dan satu-satunya keluarga yang ia punya adalah kakeknya.

"Kenapa dia begitu saja menceritakan masalah pribadinya padamu, Lis?"

Lisa tersenyum. Ia bisa mengerti kebingungan Sabiya. Awalnya ia sendiri juga sempat terkejut dengan pengakuan laki-laki itu yang tiba-tiba. Padahal Lisa tidak pernah meminta Demian untuk menceritakan cerita pribadinya. Ia bercerita begitu saja ketika Lisa menceritakan bagaimana kesepiaannya ia saat kedua orangtua yang paling disayanginya meninggal.

"Dia hanya bilang bahwa cerita hidupku mirip dengan cerita hidupnya. Katanya ia sudah tidak memiliki orangtua lagi. Satu-satunya yang dia punya adalah kakeknya. Dia juga bilang bahwa senyumku mengingatkannya pada seseorang yang membuatnya jatuh cinta. Sayangnya mereka berpisah beberapa tahun yang lalu karena insiden yang melukai perempuan yang dicintainya itu."

Sabiya menghela napas. Meski saat ini Lisa belum meyakinkan bahwa Demian adalah Bima, entah kenapa hatinya begitu yakin dengan hipotesanya. Apalagi ketika Haidar mengirimkan sebuah foto beberapa jam lalu.

"Oh iya! Foto!" teriak Sabiya. Ia baru ingat kalau foto yang dikirimkan Haidar via WA itu harus ia perlihatkan kepada Lisa. Karena dalam foto itu Bima juga berkacamata. Kata Haidar, ia menemukannya pada laman facebook Bima. Postingan satu-satunya yang tersisa.

Lalu, ia merogoh tas tangannya. Segera ia perlihatkan layar ponselnya kepada Lisa.

"Lihat baik-baik, Lisa. Ini adalah foto Bimantara Putra. Pacar Sarah semasa SMA. Kata Haidar, mereka sempat menjalin hubungan selama dua tahun. Tapi, Sarah minta putus begitu ia duduk di kelas 3. Menurut informasi, Bima sempat marah dengan keputusan Sarah. Makanya, dia selalu mengganggu Sarah dan nekat memperkosa Sarah hingga hamil."

Lisa menutup mulutnya tidak percaya. "Bagaimana Haidar bisa tahu semuanya?"

"Semua teman-teman Ustman bin Affan yang membantu mencari informasinya."

Lisa terdiam. Ia menghempaskan punggungnya ke belakang. Taksi online yang mereka tumpangi membelah jalanan menuju kawasan perumahan Babakan--rumah yang dihuni oleh Gio dan Sarah. Sebelum pulang, Gio menelpon Sabiya agar perempuan itu mampir ke rumahnya.

Gio bilang, kondisi Sarah sudah jauh lebih baik. Beberapa bulan ini, ia bahkan mengalami kemajuan yang membahagiakan. Sarah tidak lagi mengurung diri atau menangis dan histeris secara tiba-tiba. Ia justru lebih ceria. Selalu bertanya ini dan itu pada Gio. Bahkan sempat Sarah mengatakan bahwa ia ingin belajar agama. Hal ini karena Gio sering menceritakan beberapa kisah dalam buku Sirah Nabawiyah dan Sirah Sahabiyah yang isinya adalah kisah-kisah inspiratif tentang Islam. Sarah ingin belajar bagaimana menjadi istri shalihah seperti Khadijah RA—tokoh perempuan yang menurut Sarah menjadi idola barunya. Maka, ia segera meminta Sabiya untuk menemani. Sebagai seorang dokter dan perempuan yang memahami agama, Gio pikir, Sabiya lebih dari cukup untuk mengajari Sarah tentang agama dan bagaimana menjadi muslimah yang baik.

Lisa bilang ia harus menyelesaikan beberapa berkas yang akan ia kirimkan pada Profesor Raazak lewat email. Jadi ia tidak bisa mampir untuk menemui Sarah dan meminta Sabiya untuk menyampaikan salamnya saja.

Sebelum taksi sampai di rumah Sarah, Sabiya mengatakan, "Lis, apa kamu yakin bahwa semua yang diceritakan Demian itu adalah sebuah kebenaran?" tanyanya. "Maksudku begini, dari sisi psikologis, antara orang yang jujur dan orang yang berbohong akan sangat terlihat dari mimik atau gesture tubuhnya. Apakah tidak ada tanda-tanda kalau dia bohong?"

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang