[35] Rencana Lisa

9.7K 1K 18
                                    

SUARA lantunan ayat suci Sabiya menyejukkan ruangan kecil tempat sholat rumahnya. Hari ini Haidar pamit untuk bertemu dengan rekan kerja yang ingin menginvestasikan uangnya untuk pengembangan usaha kaos dakwah yang sedang digeluti Haidar. Beberapa proposal pengajuan kerjasama yang diajukan Haidar ke beberapa rekannya dulu mendapat sambutan yang cukup baik. Kata Haidar, dua orang di antaranya menyetujui untuk menanamkan modal untuk usaha Haidar.

Sabiya senang, karena usaha yang ditekuni Haidar sejak dahulu dapat berkembang dengan baik. Haidar bilang, ia juga akan mengajak teman-teman di Ustman bin Affan untuk bekerjasama. Haidar meminta beberapa di antara mereka untuk jadi marketing dan tim kreatif usahanya. Ia tahu kalau beberapa di antara teman-temannya ada yang berbakat mendesaign kaos. Ada juga di antara mereka yang berbakat di bidang bisnis. Maka tak salah jika mengajak saudaranya untuk bersinergi membangun bisnis dakwah. Baginya, dakwah itu tidak melulu jadi penceramah di mimbar. Ada banyak cara. Baginya, keahliannya dalam berbinis adalah salah satu di antaranya. Asalkan lillah, semua insya Allah berkah.

Sabiya mencium mushafnya dan mengakhiri tilawah dhuhanya begitu dering ponselnya berbunyi. Ia tahu itu adalah Lisa. Tadi malam, ia sudah berencana untuk kembali ke perpustakaan kota untuk menyelidiki kembali tentang laki-laki yang mirip dengan Bima. Hatinya masih penasaran. Ia harus memastikan sendiri. Untungnya hal itu didukung penuh oleh Haidar. Meski laki-laki itu khawatir karena tidak bisa menemani Sabiya, ia berpesan agar Sabiya selalu hati-hati.

"Segera telpon kalau ada sesuatu, oke?" kata Haidar. Sabiya mengangguk mengiyakan.

Ia mengucap salam begitu menganggkat telpon Lisa.

"Aku sudah ada di depan rumahmu. Naik taksi online. Kutunggu sepuluh menit, ya. Jangan lama-lama," tukas Lisa. Sabiya mengangguk meski ia tahu Lisa tidak akan melihat.

Ia bergegas melepas mukenanya. Lalu memakai kerudung instan dan segera menyusul Lisa.

🌷🌷🌷

Lisa menyarankan agar ia dan Sabiya bersikap wajar ketika di perpustakaan. Ia menyarankan agar Sabiya tidak mencecar banyak pertanyaan yang membuat laki-laki yang mirip Bima itu curiga. Ia juga meminta agar mereka menyusun rencana saja.

"Tapi apa kamu benar-benar yakin kalau dia mirip Bima, Bi?" tanya Lisa pada Sabiya. Mereka duduk di area food court yang tak jauh dari meja penunggu perpustakaan. Sabiya belum ada ide mau meminjam atau mencari buku apa. Dia juga belum begitu yakin dengan rencana yang akan disusunnya. Oleh karena itu, Lisa menyarankan agar mereka mematangkan rencana dahulu di food court. Karena jujur saja, Lisa juga sedang tidak punya ide. Lagipula ia lapar. Tadi pagi belum sempat sarapan.

Untungnya, perpustakaan kota ini cukup unik karena menyediakan food court yang tak jauh dari tempat penjaga perpustakaan. Ya, di balik kaca pembatasnya, mereka bisa meyaksikan seluruh isi perpustakaan sembari makan cemilan atau meminum kopi. Karena tentu saja, makanan dan minuman tidak boleh dibawa masuk ke perpustakaan.

"Jujur saja, aku belum pernah melihat Bima," jawab Sabiya.

Mata Lisa membulat, "lalu bagaimana mungkin kamu bisa seyakin itu kalau dia Bima?"

Sabiya diam, ia mengedikkan bahunya. Ia memang tidak begitu yakin dengan apa yang dilihatnya. Setahunya, ia pernah melihat foto Bima waktu ia bertanya pada Haidar tentang seperti apa wajah Bima. Melihat keluarga Sarah dan Sarah begitu tertekan dengan masalah ini, Sabiya ingin ikut andil. Dan entah dorongan dari mana ia ingin mengetahui siapa laki-laki di perpustakaan kota waktu itu. Ia hanya penasaran dan ingin membuktikan hipotesanya.

"Lisa, memangnya kamu tidak merasa iba dengan masalah yang menimpa keluarga Sarah? Sarah diperkosa, kandungannya keguguran, dan ia hampir mati karena minum racun. Belum lagi Pak Haryo yang mati karena keracunan di penjara. Apa kamu akan diam saja kalau keadilan tertutupi dan misteri di sekitarmu begitu membuatmu bingung. Aku melihat ada titik terang ketika melihat laki-laki yang mirip Bima itu. Tidak ada salahnya kan, kalau aku ingin menyelidikinya?"

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang