[20] Insiden Rumah Sakit

14.7K 1.4K 41
                                    

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

🌷🌷🌷



HAIDAR sejujurnya tidak percaya dengan informasi yang baru saja didengarnya.

Puluhan polisi yang berjaga, wartawan yang menggila ingin menanyakan ini itu dan terlihat tak sabaran untuk masuk demi mendapatkan foto tempat kejadian perkara, serta dokter dan petugas rumah sakit yang sibuk mondar-mandir membuatnya sedikit tidak bisa berkonsentrasi dengan penuh. Sejujurnya ia tak mau percaya bahwa orang seperti Pak Haryo bisa senekat itu.

"Kami masih menunggu keterangan dari beberapa saksi. Termasuk dari putri semata wayang Pak Haryo." Polisi memberi keterangan pada Haidar.

Iya, Sarah, gadis malang itu ternyata adalah saksi kunci kejadian sesungguhnya. Sayangnya saat ini dia belum bisa dimintai keterangan. Kata dokter, gadis itu mengalami shock berat sehingga beberapa kali tak sadarkan diri. Kondisi kesehatannya yang tidak stabil juga memperparah keadaannya saat ini.

Bu Minnah menangis histeris. Beberapa kali Gio tampak kebingungan berada di samping Bu Minnah yang sesenggukan dan tampak shock di pelukan keluarga Sarah yang lain. Entah Haidar tak habis pikir, bagaimana kejadian semacam ini berawal. Apa laki-laki bernama Bima itu menganggu Sarah lagi? Seperti saat dia ada di sini?

Haidar melihat Gio serba salah. Ekspresi wajahnya tampak sedih. Mungkin ia merasa tidak banyak membantu.

Peristiwa ini segera menjadi topik hangat. Lantai dua tempat di mana Pak Haryo dirawat menjadi tempat teramai yang ada di rumah sakit. Hampir semua orang yang penasaran ingin melihat TKP secara langsung. Pak Haryo--yang sebenarnya masih dalam kondisi kurang sehat, dibawa ke kantor polisi untuk ditahan sementara.

Kamar tempat Pak Haryo dirawat dipasang tali kuning batas polisi. Haidar pelan-pelan mendekat ke arah Gio. Sejatinya ia juga bingung harus berbuat apa. Ia tak yakin bisa melakukan sesuatu yang berarti.

"Yo," katanya menepuk bahu Gio yang kepalanya tertunduk dalam. "Antum yang sabar, ya?"

Gio mengangguk. Haidar mengulum senyum sebagai tanda penyemangat.

"Kita ke mushola untuk sholat? Gimana?" ajak Haidar lembut.

Gio mengusap wajahnya dengan gusar. Namun ia mengangguk, mengiyakan ajakan Haidar. Barangkali bersentuhan dengan air wudhu dan curhat dengan Sang Pencipta bisa membuat hatinya tenang dan lega. Akhir-akhir ini terlalu banyak masalah yang ia pendam. Terlalu banyak yang ingin ia ungkapkan. Namun tak banyak yang membuat dirinya bisa merasa lebih tenang, sebelum menggelar sajadah dan bermunajat serta mencurahkan seluruh kecengengannya pada Allah.

Selalu merapal doa dalam hati agar dikuatkan dalam menghadapi ujian. Namun ia sadar bahwa ia tidak setabah Haidar.

Sebelum beranjak ke bawah untuk ke ke mushola, matanya menoleh ke arah Bu Minnah yang terkulai lemas karena terlalu lama menangis di bangku tunggu bersama Budhenya Sarah, Bu Halimah. Ia memberi kode untuk pamit sebentar.

Matanya memejam sebentar. Ia mengingat Sarah yang jatuh pingsan dan segera dipindah tempat oleh petugas rumah sakit saat ia akan diwawancari oleh beberapa wartawan berita.

"Banyak mengingat Allah membuat kita lebih kuat menghadapi masalah." Haidar tersenyum, mencoba menjadi penghibur yang baik hati.

🌷🌷🌷


Keributan di rumah sakit akibat peristiwa pembunuhan anak seorang duta luar negeri Indonesia ternyata tidak banyak berpengaruh pada satu orang. Meskipun ia sempat bertanya-tanya mengapa hari ini rumah sakit banyak kedatangan polisi dan wartawan. Namun saat resepsionis tempat ia bertanya tentang seorang pasien menunjukan tempat di mana orang yang ia cari dirawat, musnah sudah keingintahuannya tentang insiden di rumah sakit itu. Otaknya sepenuhnya fokus pada kegugupannya. Sejujurnya ia belum sanggup menjejekkan kakinya kemari. Namun hatinya penasaran. Ada sejumput rasa yang tidak bisa dijelaskan.

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang