[40] La Tahzan

10K 1K 31
                                    

"Sesungguhnya Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi batas."

🌷🌷🌷


HAMPIR seluruh santri Ustman bin Affan terkejut begitu Ammar menelpon meminta agar ia mencari keberadaan Sabiya dan Sarah untuk memberitahukan bahwa ada kecelakaan yang menimpa Gio dan Haidar saat di rumah Pak Wirakso.

Beberapa kali ia menelpon Sabiya ketika ia membawa Gio dan Haidar yang terkena peluru dari orang asing ke sebuah klinik kecil yang dekat dengan tempat tinggal Pak Wirakso. Namun panggilan telponnya tidak dijawab. Oleh karena itu, ia segera menelpon Haikal untuk membantu mencari Sabiya karena keadaannya yang genting.

"Kecelakaan bagaimana, Mas?"

"Sudah, Kal. Nanti saja aku ceritanya. Untuk saat ini tolong bantu cari Mbak Sabiya dan Sarah agar mereka tahu kondisi suaminya. Minta tolong Mas Rahman untuk mengorganisir semua santri agar mau membantu juga. Kalau perlu hari ini juga bawa Mbak Sabiya dan Sarah ke sini."

"Baik, Mas. Akan segera kuberitahu para santri."

"Terimakasih, Kal. Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Haikal menutup telpon dengan pertanyaan di kepalanya yang menumpuk. Tetapi, ia tak bisa berdiam diri dan berpikir terlalu lama. Dari nada bicaranya lewat telpon, ia tahu kalau kecelakaan yang dimaksud Ammar pastilah serius. Oleh karena itu ia tidak bisa tinggal diam. Segera ia memberitahukan Mas Rahman selaku orang yang paling tua sekaligus yang diamanahi sementara untuk memimpin santri Ustman bin Affan ketika Ammar pergi untuk mengorganisir para santri agar mau membantu mencari keberadaan Sabiya dan Sarah.

🌷🌷🌷

"Jadi kenapa kamu bisa pura-pura meninggal dan akhirnya menyamar jadi penjaga perpustakaan?"

Kali ini, yang bertanya adalah Lisa. Sarah sudah tidak kuat menahan kesedihan dan luka hatinya sehingga ia jatuh pingsan begitu Bima mengakui lebih banyak rencana yang disusun demi obsesinya terhadap Sarah.

Sabiya segera menangani Sarah yang pingsan dan membawanya ke rumah sakit. Ia takut kondisi Sarah kali ini akan berpengaruh buruk pada kondisi kehamilannya.

"Apa itu termasuk dalam rencana keluargamu yang busuk itu?"

Mereka duduk di kursi panjang depan ruangan sebuah rumah sakit. Menunggui Sarah yang sedang diperiksa. Lisa benar-benar sudah tidak sabar mengetahui kebenaran sampai ke akar-akarnya.

Di balik kacamata yang menyembunyikan mata sembabnya, Bima memutar kepala ke arah samping. Menatap Lisa yang melipat kedua lengannya ke dada. Ia sama sekali tidak marah ketika perempuan itu menyebut keluarganya busuk. Nyatanya, ia memang sepakat dengan gagasan itu.

Ia mengangguk. "Benar. Papa sudah merencanakan ini. Ia berdalih ingin melindungiku," katanya. "Papa bohong! Sejak dulu Papa memang egois."

Kening Lisa mengernyit begitu Bima mengatakan hal itu. Ia menatap Bima lekat-lekat, mencoba menilai laki-laki yang jauh lebih muda daripada dirinya.

"Sejak dulu Papa gila kekuasaan. Aku yakin ia melakukan ini bukan untuk melindungiku. Ia lebih takut reputasinya sebagai pejabat negara rusak gara-gara kasus ini. Seperti tiga tahun lalu. Papa bahkan tega mengorbankan kakek hanya demi menutupi kejahatannya."

"Maksudmu?"

Kali ini Bima tak menjawab. Ia terlalu malas untuk membahas keluarganya. Apalagi segudang rencana Papa yang selama ini justru membuatnya tidak bahagia. Kalau boleh meminta, ia bahkan ingin dilahirkan kembali menjadi anak orang biasa.

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang