[6] Bertemu Sefira

21.6K 1.8K 26
                                    

"Siapa yang beriman kepada Allah dari hari akhir, jangan sekali-kali ia berdua-duaan dengan wanita (yang bukan mahram) tanpa disertai oleh mahram si wanita karena ketiganya adalah setan."
-HR. Bukhari dan Muslim-

🌷🌷🌷

SEFIRA beberapa kali merapalkan dzikir, terutama istighfar. Ia seolah memohon ampun teramat sangat kepada Allah atas keputusan yang ia ambil. Dalam hati ia menolak, tapi waktu yang mendesak sepertinya cukup untuk membuat prasangka keputusannya menjadi halal. Yang ia yakini saat ini, tindakannya beralasan syar'i. Meski dalam hati kecilnya, ia masih berharap keajaiban menolongnya.

Dalam kaidah fiqih, mungkin yang dialami Sefira adalah adh-dharurat tubihu al-mahzhurat, artinya "dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang dibolehkan."

Ia berusaha menenangkan dirinya. Sekali lagi ia melihat jarum jam di tangganya yang terus berputar. Ia benar-benar tidak ada waktu.

"Mas, ke rumah sakit Medika Dramaga yah? Tolong, saya nggak ada waktu."

Laki-laki yang memakai helm biru itu menoleh. Ia baru saja menunaikan shalat ashar di masjid Al-Hurriyah; masjid kampus IPB, dan ingin segera pergi ke kos mengambil buku catatan pengajiannya yang ketinggalan.

Ia menoleh ke arah Sefira, sejenak ia melihat kecemasan luar biasa terlukis di wajah cantiknya. Ia mengalihkan pandangan begitu menyadari perbuatannya yang telah kurang sopan memandang perempuan yang tak halal bagi dirinya. Haidar beristighfar dalam hati.

"Maaf, saya nggak bisa!"

"Tolong, Mas. Ini mendesak. Adik saya kecelakaan dan saya harus datang untuk melihatnya." Sefira kalap, ia benar-benar sedang panik. Begitu melihat Haidar yang memakai jaket ojek ia tak pikir panjang. Meskipun ia sempat ragu, namun kepanikannya seolah membenarkan keputusannya.

"Mbak bisa memilih ojek lain."

"Tidak ada waktu, Mas. Saya harus melihat keadaan adik saya."

"Maaf saya nggak bisa," kekeuh Haidar pada pendiriannya.

Sefira merasa sangat ingin marah. Ia tidak bisa mengerti jalan pikiran laki-laki di depannya. Ia bisa memahami bahwa laki-laki itu mungkin punya prinsip yang mulia, menjaga agar tidak berdua apalagi membonceng perempuan yang bukan mahramnya. Tapi Sefira pikir keadaannya sedang mendesak. Jadi bisa dimaklumi.

"Mas, saya mohon. Saya akan sangat berterimakasih pada Mas jika bisa menolong saya. Bukankah dalam Islam kita disuruh saling tolong menolong?"

Haidar menghela napas, sejatinya ia adalah orang yang tak bisa melihat seseorang memohon meminta tolong. Apalagi dengan wajah melas seperti Sefira saat ini. Ia tidak tega. Namun ia benar-benar tidak bisa.

"Saya tahu. Saya pun ingin menolong mbak menemui adik mbak yang sedang terkena musibah. Tapi demi Allah, saya nggak bisa. Selain karena prinsip saya sebagai seorang Muslim, ini juga mengenai janji saya terhadap teman-teman yang tergabung dalam Santri-Jek, Mbak. Kami berjanji hanya membawa penumpang semahram."

Sefira menghela napas. Ia memang melihat stiker yang tertempel pada helm laki-laki di hadapannya.

Santri-Jek; IKHWAN ONLY. Di bawahnya ada stiker lain yang ukurannya lebih kecil; menjual pakaian Muslim, silakan follow @haidarmoslemwear.

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang