[29] Terpaksa Melepaskan

15.5K 1.3K 44
                                    

SHAREEF melempar jaket yang dikenakannya ke sofa bersama tubuhnya yang terasa sangat lelah. Ia butuh istirahat karena seharian beraktifitas.

Ia berniat untuk membuat semangkuk mie rebus dengan topping sayur dan telur mata sapi. Hujan di luar membuat perutnya keroncongan. Namun tubuhnya seperti tidak bisa digerakkan. Ia capek luar biasa. Di kantor tadi, hampir seluruh pekerjaannya selama cuti beberapa bulan ia kerjakan dengan membabi buta. Bahkan, ia nyaris mengabaikan jam makan siangnya. Seluruh teman-temannya di kantor menyuruh ia santai saja. Sebab Shareef sudah mulai bekerja kembali ke kantor saja seperti sebuah anugerah bagi karyawan kantor. Tidak ada lagi yang uring-uringan mencari pengganti saat akan loby dengan klien, tidak akan ada lagi yang uring-uringan mencari pengganti untuk mengerjakan tugas Shareef untuk sementara, dan yang paling penting tidak akan ada lagi masalah mengenai pemasaran saat Shareef kembali. Semua senang dan menyambut Shareef dengan hangat.

Awalnya Shareef mengira bahwa kembalinya ke perusahaan akan sedikit meringankan beban pikirannya yang sedang kacau akhir-akhir ini. Namun satu pertanyaan dari sahabatnya membuat ia justru semakin drop.

"Jadi Leana sudah sembuh ya, Reef?"

Tubuhnya yang sebelumnya punya semangat lebih untuk menyibukkan diri tiba-tiba saja lemas. Ia tak bisa berpikir dengan baik saat nama itu disebut. Padahal niatannya kembali ke Brunei dan kembali lagi bekerja adalah untuk melupakannya.

Awalnya ia hanya tersenyum saat dua atau tiga orang menanyakan hal yang sama. Tapi saat hampir seluruh isi kantor mendesaknya untuk cerita tentang kondisi Leana saat menjalani pengobatan di Bogor, ia sudah tidak memiliki mood lagi untuk bekerja. Maka, ia segera pamit untuk pulang. Beralasan tidak enak badan dan ingin menyelesaikan pekerjaannya di rumah saja.

Baru ketika di rumah dan mengempaskan tubuhnya ke sofa, ia merasakan kesepian dan kesedihan yang amat dalam. Air matanya tiba-tiba saja jatuh saat ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru apartemennya yang kosong itu.

Dulu, meski hanya berdua, mereka mampu meramaikan sepetak apartemen yang sudah dihuninya satu tahun itu.

Dulu, meski hatinya begitu sulit mencintai, pada akhirnya ia bisa sangat menyayangi.

Pernikahan, memang ikatan luar biasa. Meski dalam keadaan terpaksa pun, akhirnya saling jatuh cinta jua. Saat ini, Shareef benar-benar merasakan patah hati yang sebenar-benarnya. Lebih-lebih saat perempuan itu tertidur dengan kaku dua minggu lalu. Saat ia sedang memperjuangkan dan menyesali keputusannya yang gegabah itu. Ia mencoba merangkai kepingan yang patah itu, namun malaikat telah lebih dulu menjemputnya ke surga. Bahwa saat ini, harapannya menarik kata talak itu tidak terwujud. Ia menyesal, kenapa di saat-saat terakhir hidup seseorang yang telah ia jatuhkan cintanya, ia tak mampu berbuat baik sama sekali.

Kini, yang ada hanya tubuh dan otaknya yang lelah. Juga penyesalan yang amat sangat kepada Leana yang lebih dulu terenggut nyawanya.

Nyatanya, mengikhlaskan seseorang itu tidak semudah yang ia bayangkan. Yang sekarang bisa ia lakukan hanya menangis. Memohon ampun pada Allah atas dosa-dosanya pada Leana.

🌷🌷🌷

Di sudut kamar kecil milik Shareef itu, ada sebuah meja kerja yang ia hias dengan sebuah pigura foto pernikahannya. Hari ini, ia ingin memaksa tubuhnya bergerak dan melakukan perombakan besar-besaran pada dekorasi rumahnya. Rasanya, setiap jengkal tatanan rumahnya mengingatkan ia pada Leana. Tawanya, candanya, sedihnya, dan segala-galanya. Maka, demi sedikit menghibur hatinya, ia ingin menyudahi rasa sesak di dadanya atas segalanya yang berhubungan dengan Leana. Dengan terpaksa, ia harus mengemasi foto-foto tentang Leana. Agar hatinya sedikit lega.

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang