[37] Allah Sebaik-Baiknya Penolong

12K 1.1K 34
                                    

SIDANG pertama kasus keluarga Sarah akan digelar tujuh hari lagi. Gio dan Haidar, yang dalam hal ini telah meminta Pak Bramantyo--kerabat Sabiya yang menawarkan diri untuk membantu kasus ini, harus mempersiapkan diri dengan bukti yang kuat. Menurut Pak Bramantyo, sidang pertama nanti akan sangat berpengaruh pada hukuman yang pantas di terima oleh keluarga Bima. Jika memang kematian Pak Haryo ada hubungannya dengan keluarga Bima, sudah pasti ini akan menjadi pukulan yang besar untuk keluarga Bima.

Untuk itulah pertemuan hari ini berlangsung. Haidar, Gio, Pak Bramantyo, Ammar dan Haikal serta Bang Rois merupakan tim yang sengaja dibentuk untuk menyelidiki kasus ini. Pertemuan itu berlangsung serius dan fokus.

Di tengah hujan yang mengguyur kota Bogor, mereka melingkar pada sebuah meja besar dalam ruangan yang cukup rahasia. Tempat itu adalah rumah Bang Rois. Sebuah ruangan yang ukurannya lebih besar dibandingkan yang lainnya. Berisi rak dengan buku tebal berjejeran.

Ammar yang mengatakan bahwa ia memiliki sesuatu yang ingin ditunjukan membuat semua mata kini terfokus padanya.

"Sebenarnya apa yang kamu temukan, Mar?" tanya Bang Rois.

Ammar segera mengeluarkan sebuah laptop dari tas ranselnya beserta orico--kotak hitam berisi beberapa hardisk dari rekaman CCTV kantor polisi tempat Pak Haryo dipenjara sebelumnya.

Ammar meletakkannya di meja. Membuat seluruh orang di ruangan itu mengernyitkan keningnya.

"Bagaimana kamu bisa mendapatkan hardisk ini, Mas?" Gio angkat bicara. Ia terkejut sekaligus penasaran.

"Ah, ini... sebenarnya aku sudah lama mendekati salah satu polisi yang cukup berpengaruh. Beberapa minggu terakhir bahkan kami sering mengaji bersama di masjid dekat kantor polisi. Setelah mengenal cukup baik, aku mengutarakan keinginanku untuk menyelidiki kembali kasus kematian Pak Haryo yang tidak wajar itu. Kabar baiknya, karena kami berteman dekat, aku mendapat bantuan darinya untuk bisa menyalin beberapa rekaman CCTV di kantor kepolisian untuk kemudian kuanalisis bersama Haikal."

"Iya, dan kami menemukan beberapa hal yang ganjil." Kali ini Haikal menimpali. Ia membenahi letak kacamatanya dan menatap satu persatu orang yang ada di sekitarnya.

"Ganjil bagaimana maksudmu, Kal?" tanya Haidar.

Untuk menjawab kebingungan Haidar, Ammar buru-buru menyalakan laptopnya dan menghubungkan hardisk berisi rekaman CCTV itu dengan kabel USB. Pengalamannya menjadi anak TKJ saat SMK dulu ia gunakan dengan baik saat ini. Ammar memperlihatkan salah satu scene di sudut tempat penjara. Di mana dalam rekaman itu, ada seorang bapak tua yang sedang mengobrol dengan Pak Haryo. Dari rekaman itu, bisa dilihat bahwa saat itu mereka baru saja melaksanakan kerja bakti. Pak Haryo tampak tersenyum setelah mendapat secangkir kopi dari bapak tua yang duduk bersamanya.

"Menurut informasi yang kudapat, dia adalah satu-satunya narapidana yang sering berinteraksi dengan Pak Haryo."

"Itu kan Pak Wirakso," tukas Gio.

Ammar mengangguk. "Benar. Dia adalah Pak Wirakso. Salah satu narapidana kasus pembunuhan yang dua hari setelah kematian Pak Haryo dibebaskan karena masa tahanannya sudah habis."

"Lalu apa yang aneh, Mar?"

"Pada rekaman nomor 59 dan 60. Ada perbedaan ekspresi sesaat setelah Pak Haryo meminum secangkir kopi yang diberikan oleh Pak Wirakso ini. Yang membuatku curiga, pada rekaman nomor 60, saat di mana Pak Haryo meminum kopinya, Pak Wirakso memasang tampang sedih dan terus-terusan meminta maaf pada Pak Haryo."

"Tapi Pak Haryo meninggal dua hari setelah tanggal yang tertera di rekaman CCTV itu, Mar." Gio ingat saat ia mendapat laporan bahwa Pak Haryo kemungkinan memang meninggal karena keracunan. Namun ada kemungkinan lain yang menyebabkan Pak Haryo meregang nyawa pada saat itu, yaitu kondisi kesehatan Pak Haryo yang memang menurun drastis beberapa hari sebelum dia ditemukan meninggal di sel tahanan dengan kondisi mulut yang penuh dengan busa.

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang