[25] Akad

18.1K 1.5K 46
                                    

"Ijinkan aku menjagamu dengan cara yang halal."

🌷🌷🌷


PENGADILAN Negeri Bogor hari ini terasa sangat menakutkan bagi Sarah. Ia baru pertama kali menginjakkan kakinya ke sini. Dulu, ia juga pernah bercita-cita menjadi Hakim. Ia akan mengambil jurusan Hukum saat kuliah nanti. Namun semua cita-citanya serasa menguap begitu saja. Bahkan saat melihat secara langsung tempatnya, ia berharap tidak akan kembali lagi. Seperti apapun kondisinya.

Wajah Sarah yang putih itu tampak lebih pucat dari biasanya. Meski dokter mengatakan bahwa kondisi kesehatannya membaik dari sebelumnya, dokter tetap meminta Sarah untuk tidak terlalu kelelahan. Hal itu dijamin sendiri oleh Gio, yang pada hari ini mengantar Sarah secara khusus. Meskipun didampingi oleh Paman Sarah yang notabene adalah seorang pengacara juga. Namun Gio secara khusus telah mengatakan akan mendukung dan selalu menyemangati Sarah. Walau bagaimana pun, kesaksian Sarah sangat penting. Karena ia adalah saksi kunci.

Gio belum tahu detail tentang ceritanya. Sarah beberapa hari ini tidak mau bicara pada siapa pun. Ia seperti orang linglung. Tidak ada satu cerita pun yang sampai di telinga Gio, pun Bu Minnah—Ibunya, yang saat ini sedang kurang sehat dan terpaksa tinggal di rumah. Meski tadinya ia memaksa untuk ikut. Namun Gio melarang. Menurutnya, jika Bu Minnah sampai ikut dan tidak kuat mendengar keputusan Hakim, hal itu akan sangat membahayakan bagi kondisi Bu Minnah sendiri. Ia tak mau Bu Minnah bertambah bebannya.

"Berdoalah kepada Allah, Sarah. Sebab apa-apa yang diawali dengan doa bisa jadi berakhir bahagia. Bukan kah kamu pernah mendengar, bahwa setiap hari doa dan takdir dari Allah selalu bertarung mana yang lebih kuat. Oleh karena itulah, banyak yang mengatakan bahwa tidak ada yang dapat mengalahkan takdir kecuali doa. Maka berdoalah. Minta segalanya pada Allah ta'ala."

Begitu petuah Gio sebelum Sarah benar-benar masuk ke dalam ruang persidangan. Meski ia sendiri juga gugup dan khawatir berlebihan dengan Sarah. Ia tak mau Sarah yang bisa membuat Ayahnya bebas itu melemah kesehatannya. Ia harus banyak-banyak memberi motivasi agar Sarah bisa kuat. Bagaimana pun, entah kenapa sekarang apapun yang berhubungan dengan Sarah membuatnya ketar-ketir tidak bisa merasa abai. Ia ingin selalu peduli.

Haidar janji akan menemani Gio dan membantunya berbicara pada Pak Haryo terkait rencananya menikahi Sarah. Namun karena beberapa hal yang tidak memungkinkan, ia datang sedikit terlambat.

Harap-harap cemas ekspresi wajah Gio saat menyaksikan Sarah duduk di kursi depan. Memberikan kesaksian kepada Hakim dan pengacara serta pihak penuntut (yaitu pihak dari Bima—yang terus menghujami Sarah dengan perkataan sinis dan tatapan tajam). Ia terus berdzikir, memohon pertolongan Allah agar pihak Pak Haryo dimenangkan. Setidaknya, jika memang pembunuhan itu sungguh-sungguh dilakukan oleh Pak Haryo tanpa ada paksaan dari siapapun, hukumannya akan diperingan. Seadil mungkin. Tidak ada kecurangan apapun.

Setelah setengah jam berlalu, Haidar dengan tergesa-gesa datang. Hal itu membuat Gio yang sejak tadi tegang sedikit merasa lega. Ia bersyukur. Setidaknya kehadiran Haidar bisa menguatkan dirinya.

"Aku membawa Sabiya," kata Haidar sedikit berbisik kepada Gio.

Gio mencari sosok Sabiya. Sabiya bersama seorang laki-laki berjas mahal. Ia duduk tak jauh dari posisinya sekarang. Gio sebenarnya terkejut dan bingung. Kenapa Sabiya sampai ada di sini?

"Afwan, Yo. Aku terpaksa menceritakan hal ini kepada Bang Rois. Beliau menyarankan agar aku menceritakannya juga kepada Ustadz Nurrokhman. Qodarullah, saat itu Sabiya ada di sana dan mendengar semua. Ia mengajukan beberapa kenalan pengacara kelas atas untuk membantu kasus Pak Haryo."

"Tapi pamannya Sarah juga seorang pengacara, Mas."

"Tidak apa-apa. Barangkali bisa menjadi bantuan tambahan yang mungkin dibutuhkan oleh Pak Haryo dan Sarah. Bagaimana, kamu setuju?"

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang