Epilog | Temani Aku ke Surga

20K 1.4K 135
                                    

"Kepadamu penggenap agamaku, kalau bisa jangan hanya mencintaiku sebatas cintamu kepada manusia. Cintai aku karena Allah ta'ala. Supaya surga juga merindukan kebersamaan kita."

🌷🌷🌷




SUARA lantang kereta api stasiun Ramsis yang memekakkan telinga tidak membuat sepasang manusia itu terganggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUARA lantang kereta api stasiun Ramsis yang memekakkan telinga tidak membuat sepasang manusia itu terganggu. Mereka juga tidak peduli dengan puluhan pasang mata yang memandangi keduanya dengan tatapan aneh karena hal yang mereka lakukan di stasiun.

"Sabiya, tunggu!" teriak Haidar berusaha mensejajari Sabiya yang berjalan cepat nyaris seperti berlari. Padahal Haidar yang sudah terengah-engah itu sudah memohon agar istrinya berhenti.

Tetapi, bagaimana pun Haidar adalah laki-laki. Sekuat-kuatnya Sabiya menghindar dan berusaha berjalan cepat mendahului suaminya, ia bisa dikejar juga.

"Kita lagi main lomba lari kayak Aisyah dan Rasulullah nggak sih?"

Sabiya menghentikan langkahnya. Secara otomatis menabrak tubuh Haidar yang menyusul di belakangnya.

Ia memutar kepalanya sembari memasang wajah asemnya--bibir yang mengerucut dan kedua alisnya yang hampir menyatu.

"Ya ampun istriku jelek banget!" Haidar tertawa dan mencubit kedua pipi Sabiya. Perempuan itu berteriak sebal.

"Masih marah?" tanya Haidar begitu mendapati Sabiya tidak merespon tindakan jahilnya.


"Mau kuceritakan sesuatu, nggak?"

"Nggak perlu. Aku sudah terlambat, biii! Keretaku hampir datang," jawab Sabiya masih jutek. Terlihat sekali bahwa mood istrinya sedang buruk akhir-akhir ini. Mungkin pengaruh jabang bayi yang sedang ada di kandungannya. Kata dokter, ibu-ibu hamil memang kadang menyebalkan. Apalagi pada trisemester pertama.

"Baik, aku mengaku salah. Tapi, mi... tentang surat undangan dari Sefira dan ceritanya, jujur saja itu di luar kendaliku. Jadi maafkan aku, ya?" Haidar tersenyum begitu lebar, menaik-turunkan alisnya menggoda Sabiya.

Sabiya tersenyum karena Haidar menggodanya dengan ekspresi sangat lucu.

Setelah mengambil cuti lebih lama dari rencana, yaitu 2 tahun. Haidar memaksa Sabiya agar mau melanjutkan studinya lagi di Mesir. Kata Haidar, itu adalah bagian dari tanggungjawab dan juga pengabdiannya terhadap agama. Bagaimana pun, tenaga Sabiya di bidang kesehatan juga bisa dijadikan sebagai wasilah dakwah. Makanya setelah memastikan semua urusannya di Indonesia baik-baik saja--termasuk Sarah yang telah hidup normal dengan bayinya, Sabiya meng-iyakan usulan Haidar.

Teman ke SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang