PRELUDE

69.5K 2.8K 48
                                    

"Terkadang, apa yang kita harapkan belum tentu terwujud. Keegoisan para manusia dan sikap semena-mena para penyihir. Dulu semua itu menghancurkan tonggak Kerajaan Langit. Sebelum para Dewa akhirnya turun tangan memisahkan kedua wilayah untuk mereka.

"Seperti yang kamu tahu Kyle, kita para manusia ... selalu saja berperang dengan bangsa penyihir demi menguasai wilayah mereka. Namun apa kamu berpikir itu benar?" ucap Kakek pada Kyle. Olive tidak ikut mendengarkan, dia masih duduk berdampingan dengan menyilangkan tangan seraya mengembungkan pipinya.

Kyle memiringkan kepalanya. Mendengarkan sejarah seperti ini membuat anak laki-laki seperti dirinya mengantuk. Mau bagaimana lagi? Ini satu-satunya cara agar dia terlepas dari permainan istana-istana dengan Olive Sperare, putri dari Raja Kenneth. Berharap dengan mendengarkan sejarah, anak perempuan itu segera pergi dari rumahnya dan kembali ke kerajaan dengan para pelayan.

"Kyle, ayo main! Ayo main bareng Olive dan Alfred! Ini perintah!" ucap anak perempuan bermahkotakan tiara. Di belakangnya, Olive tengah menarik kerah Kyle berulang-ulang.

"Aku sibuk!" gerutu Kyle. "Kakek ayo lanjutkan ceritanya!"

Sebelum Kakek kembali bercerita, Kyle melihat seorang pria lengkap dengan baju zirahnya. Memegang pedang yang panjang berwarna perak. Sudah pasti ayahnya, Panglima Kennan, tangan kanan dari Keluarga Sperare. Kyle yang dalam posisi duduk segera menghampiri ayahnya.

"Ayah, bukankah Ayah janji mau mengajariku cara berpedang seperti whoos! Srah! Dan lainnya?" ucap Kyle dengan mata berbinar.

Kennan melihat pada putranya. Anak laki-laki yang masih kecil tetapi sudah tertarik dengan dunia para kesatria. Pria itu lalu mengembuskan napasnya, "Belajarlah untuk mengangkat pedang kayumu dengan benar lebih dahulu, Kyle."

Kyle bergeming. Dia benar-benar berharap ayahnya akan mengajarinya. Bukan kakeknya. Bosan sudah dia berlatih dengan kakeknya. Kennan lalu melangkah, meninggalkan rumah dan menunggangi kuda hitam kesayangannya. Sementara Kyle hanya mengembuskan napas, menerima takdirnya untuk bermain dengan Putri Olive.

Meski begitu, Kyle tahu betul. Ayahnya terlalu sibuk mengajarinya. Dan tidak pernah memberikan waktu untuknya berlatih. Ini semua karena sejarah yang kakek berikan. Perang tanpa usai para manusia dan penyihir. Hingga timbul pertanyaan darinya.

"Kakek, kenapa kita tidak berdamai selamanya saja dengan para penyihir?" tanya Kyle penasaran.

"Oh ayolah, Kyle ... jangan membuatku mendengarkan cerita sejarah menyebalkan dan membosankan itu lagi!" geram sang putri, tetapi saat ini Kyle benar-benar serius menanyakannya.

Kakeknya baru menarik cerutu dari mulutnya. Menekan sumbu yang menyala pada sebuah wadah khusus, hingga cerutu itu mati dan meninggalkan jejak. "Kakek harus bersiap-siap ikut perang. Sekarang temani saja Putri Olive."

"Tuh kan! Lebih baik main dengan Olive. Sekarang ayo kita jemput Alfred!" seru Olive sambil menarik lengannya.

Namun saat ini Kyle terlalu kecewa. Entah karena harus menemani putri satu ini atau karena jawaban dari pertanyaan yang tidak akan pernah dia dapatkan itu. Aah, Kyle mungkin harus bersabar.

•••••

Suara besi yang beradu seolah menjadi santapan sehari-hari gendang telinga para prajurit. Baik dalam latihan maupun perang sesungguhnya. Kennan menunggangi kudanya, memimpin pasukan-pasukan yang dipilih dan masuk ke dalam keluarganya. Knight.

"Kita tidak boleh putus semangat! Kita pertahankan apa yang layak untuk dipertahankan! Buang semua ketakutan, kita raih kemenangan untuk wilayah Kerajaan Lowind!" ujar Kennan pada pasukannya.

Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang