Satu hari itu Olive lewati dengan buruk. Entah kesialan apalagi yang akan diterimanya. Kehilangan Kyle dan Atha lalu menjadi selir Alfred, itu salah satu hal yang akan terjadi padanya.
Sejujurnya dia tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Dia terlalu sibuk berdoa demi keselamatan Kyle. Berharap dia bisa bertemu Myra, hingga yang terburuk bisa membunuh Alfred.
Seberapa kali Olive melihat ke sekelilingnya, dia merasa asing. Ini memang kamarnya, tetapi semua terasa berbeda. Olive setuju dengan hatinya, meski pulang semua terasa asing. Tiba-tiba dia tahu sesuatu yang hilang melalui relung hatinya, dia sangat merindukan Atha.
"Mengapa kamu begitu menginginkan mati, Olive?"
Olive merapatkan pelukan pada kedua kakinya. Dia masih menunduk. Tidak mau mendengar suara orang yang kini berada di kamarnya.
"Makanlah!" ucap pria itu lagi. "Atau kamu memilih peri kecil ini menjadi remuk."
Olive segera menerjang pria kejam tersebut. Memegang erat tangan kanan yang membawa Myra di telapak tangannya. Mata Olive memicing, marah dan menahan tangis pun bercampur jadi satu.
"Jangan sakiti, Myra! Lukai saja aku, jika perlu bunuhlah aku," ucap Olive. Alfred mendorong tubuh itu kuat hingga membentur pembatas ranjang di dalam kamar.
Olive mengaduh kesakitan, sekilas melirik kembali pada Alfred. Tangan pria itu membawa Myra ke dalam sebuah toples kosong. Entah bekas apa, Olive tidak ingat. Meletakkannya ke sana dengan posisi tutup toples yang lebih dulu menempel dengan permukaan.
"Membunuhmu dan memberi kesempatan para penyihir menyerang kami? Kamu sungguh tega, Olive," balas Alfred menyeringai padanya.
Olive mencoba menjauh, tetapi sadar kepalanya masih pening. Tidak kuat untuk mengirim perintah agar berdiri. Olive merasa dagunya naik ke atas.
Alfred lagi-lagi dalang dari perbuatan tersebut. Pria itu agak membungkuk. Tangan kanannya tengah sibuk merogoh sesuatu dari balik saku. Olive tidak ingin tahu, entah kenapa dia merasa hal buruk akan terjadi padanya.
Ada sebuah permen di tangan kanan pria tersebut. Berwana merah bagai darah. Bau yang begitu anyir. Dia tidak suka, bahkan ingin muntah hanya dengan membau permen tersebut.
"Olive, kamu tahu apa ini?" Olive tidak menanggapi. Alfred agak kesal, dia lalu mencengkeram begitu erat pada rahang gadis tersebut. "Kamu tidak ingin bicara? Maka aku akan membuatmu tidak bisa bicara."
Olive meneguk ludah. Dia menggeleng, berharap bisa lepas dari tangan kiri Alfred. Namun, pria itu lebih cekatan. Mengeratkan cengkeramannya hingga mulut Olive terbuka sedikit. Setelah itu memasukkan permen yang dipegangnya.
"Biar aku beritahu," balas Alfred, "itu Drain Blood. Obat yang dapat melumpuhkan seseorang hingga satu malam."
Olive mulai merasakan efeknya. Rasa asam itu menguat pada tenggorokannya. Entah bagaimana bisa menyerang hingga otak. Mengganggu gerakannya. Dia masih mampu bicara, tetapi patah-patah tanpa suara.
"Aku tahu dari tatapanmu, Olive, Sayangku. Kamu bertanya-tanya mengapa aku harus melakukan ini? Ya, aku harus membuatmu bungkam dan tidak banyak tingkah. Kyle tidak akan membantumu, dia sudah mati—"
Olive membelalak. Ini gila. Tidak mungkin Alfred membunuh Kyle. Bukankah mereka bertiga sangat dekat dulu? Ah, Olive lupa. Dahulu hanyalah masa lalu yang bisa saja mengubah masa depan.
Para penyihir benar. Manusia hidup dalam topeng masing-masing. Tidak ada yang tahu perwatakan asli dari manusia itu sendiri, bahkan Olive sendiri merasa tidak mengenal dirinya.
Tiba-tiba Alfred menamparnya. Tidak ada rasa sakit. Tubuhnya benar-benar kaku. "—jangan melamun, aku sedang menjelaskan rencanaku untuk membunuh Raja Atha.
"Ketimbang membunuhmu, ada baiknya aku memanfaatkannya. Pertama kamu jadi selirku, ya itu sudah pasti bukan? Kedua aku memanfaatkan keadaan damai ini untuk membunuh cinta sejatimu?
"Peri itu sudah bilang kekasih hatimu saat ini sedang tertidur layaknya dongeng-dongen anak. Sayang sekali, bukan putri cantik yang akan menariknya ke dalam kebahagiaan. Namun, kematian yang akan menjemputnya. Kamu tahu siapa kematian itu? Aku!
"Kamu pasti ingin membantah sekarang, tetapi tidak bisa. Drain Blood sedang bekerja pada tubuhmu. Namun, akan aku jelaskan. Para penyihir tidak dapat melawan kita. Raja Atha sendiri yang membuat peraturan," jelas Alfred kembali padanya. Kedua tangan itu tengah berkacak pinggang.
Entah setan apa yang merasuki Alfred hingga dia sangat berminat untuk mengambil belati yang ada di sakunya. Membuka perlahan dan di arahkannya pada pipi mulus Olive.
Apa yang akan dia lakukan? Olive hanya bisa bertanya-tanya. Tidak tahu apa yang akan terjadi.
"Aku tidak bisa melukaimu saat ini, tunggulah. Aku akan mengakhiri penderitaan hidupmu sama seperti aku mengakhiri ayahmu," bisik Alfred di telinganya.
Pria itu melempar belati ke sembarang arah. Tergeletak di samping meja rias yang lalu membentur toples dengan Myra di dalamnya. Olive tidak tahu harus apa, karena berteriak pun dia tidak bisa.
Prang! Toples itu terjatuh dan pecahannya berserakan. Olive mencoba menggerakkan tangan. Tetap tidak bisa. Mulutnya mencoba memanggil meski terbata-bata.
Tiba-tiba sinar kuning mengelilingi Myra. Peri kecil tersebut lalu melesat dengan cepat mengelililing tubuh Olive. Seperti biasa Myra akan memeluknya di pipi kanan.
"Myra sudah dengar semuanya. Olie, jangan khawatir, Myra baik-baik saja! Lihat!" ucap Myra.
Olive menutup mata lalu membukanya sekali, memberi jawaban meski tidak bisa bicara sekali pun.
"Olie! Myra akan terbang keluar mencari Kyle. Jangan percaya orang aneh yang besar mahkota itu! Kyle masih hidup, Myra yakin. Papa Atha juga yakin!"
Olive kembali menutup matanya. Dia ingin tertawa ketika Myra menyebut Alfred dengan aneh. Baru kali ini seseorang menyebut pria yang sempat dicintainya dengan 'aneh'.
"Oh ya, Olie. Papa Atha titip pesan lewat bunga bokor. Papa cinta Olie, selamanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasyHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...