6. Melarikan Diri

48.5K 2.2K 16
                                    

"KYLE KNIGHT!"

Lelaki yang dipanggil tidak mau mendengarkan, dirinya sibuk berlari sambil membompong seorang putri. Kyle melangkahkan kakinya ke semak-semak yang berjajar dengan pohon besar menjulang tinggi. Segera dia menyandarkan tubuh pada batang pohon dan perlahan-lahan turun agar mereka menyatu dengan semak-semak.

Lebih dari dua puluh prajurit istana dikerahkan untuk mencari mereka. Kyle tahu, prajurit itu suruhan keluarga Esmeralda. Napasnya terengah-engah. Sejenak menutup mata, berharap ini adalah bunga tidur yang sebentar lagi akan hilang. Sedangkan sang gadis malah semakin mengepalkan tangan dalam tangis.

"Kyle ... turunkan aku," bisik Olive pada Lelaki yang menyelamatkannyat. Kyle mengangguk. Sedikit bergeser, dirinya mencoba mendudukkan gadis tersebut dengan hati-hati layaknya guci keramik tua yang rapuh.

Angin bertiup kencang, mentari semakin terbenam dan malu-malu di balik awan. Kyle bisa mendengar suara besi yang beradu pada jarak delapan meter di belakangnya. Sambil mengatur napas, dia mencoba melepas simpul mati pada tangan Olive.

"Semuanya akan baik-baik saja," bisik Kyle. "Selama aku di sampingmu."

"Kalian menemukannya?"

Olive menggenggaman erat tangan Kyle ketika suara seorang prajurit terdengar sangat dekat. Detak jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Kyle melirik padanya, lalu menempelkan tangan pada bibir Olive.

Pergilah.

Kata itulah yang terucap berulang-ulang melalui pikiran Kyle. Nyatanya para prajurit malah berada di belakang mereka. Jika saat ini Olive tidak ada di sampingnya, dia bisa saja berlari atau malah membantai semua prajurit. Namun, itu bukan pilihan bagus jika mereka bersama. Para prajurit bisa menangkap mereka, membungkam Olive dan memaksa Kyle untuk menyerah. Lalu mereka dihukum mati bersama. Bagus, percuma saja usahanya kalau begitu.

Kyle bisa merasakan keberadaan beberapa prajurit yang sangat dekat dengan mereka. Mereka terngah berdiskusi. Hingga terakhir mereka berdua sama-sama mendengar suara yang sangat putus asa. "Kalau kita tidak berhasil menemukan mereka, Nyonya Rosalind dan semua keluarga bangsawan akan menyiksa kita!"

Olive membelalak. Dalam pikirannya bertanya-tanya mengapa para keluarga bangsawan harus menyiksa pengawal. Apakah dulu ayahnya juga berbuat seperti itu? Dia ingin memberontak, tetapi Kyle sudah menahan tubuhnya terlebih dahulu. Keduanya sama-sama mendengarkan suara para pengawal dengan seksama.

Suara 'bug' terdengar dari belakang pohon. Entah siapa, tetapi cukup membuat keduanya terkejut. "Di manapun mereka, kita harus mencarinya. Tuan Alfred tidak akan senang dengan ini."

"Kamu benar. Bagaimana jika kita ke Desa Pallas. Desa itu sepi karena penghuninya ada di kerajaan, aku rasa tujuan mereka ke sana," usul prajurit lainnya.

Hanya menunggu waktu, para prajurit kembali melangkahkan kakinya kembali ke istana. Kyle dan Olive sama-sama mengembuskan napas lega. Debaran jantung yang tidak karuan kembali berdetak normal. Olive tiba-tiba melihat Kyle, lalu menunduk.

Suara Olive bergetar ketika dia bertanya, "Mengapa kamu mau menolongku?"

"Karena perintah terakhir Raja Kenneth adalah menjagamu. Tidak. Bahkan tanpa perintah darinya aku akan tetap melindungimu, Putri," balas lelaki di sampingnya yang sibuk mengambil batu besar dan memukulnya ke tengah-tengah rantai.

"Tapi kamu jadi buronan, Kyle," ucap Olive lirih. Dirinya menunduk, tidak kuat menatap cahaya di sore hari.

Kyle kembali memukul rantai dengan keras dengan batu yang dipegangnya hingga hancur. Namun, senyuman terukir di wajahnya ketika ikatan kuat pada rantai terlepas. "Lihat aku, Putri. Apa aku terlihat sebagai seorang buronan di matamu?"

Saat Olive melihat Kyle, dia melihat mata yang begitu menyayat. Namun, jika dilihat dari dalam lelaki itu khawatir. Tidak percaya diri. Takut. Kembali gadis tersebut membuka suara, "Tidak."

"Jika di matamu aku bukanlah seorang buronan. Maka itu sudah cukup. Dibandingkan itu ...." Kyle melihat ke atas langit lalu melanjutkan, "kita harus ke Desa Luvern. Kamu tidak perlu takut, mereka tidak akan mencari kita, tidak untuk hari ini."

"Tapi, Kyle!" kilahnya.

"Olive, pegang tanganku. Kamu tidak perlu takut karena aku akan melindungimu hingga akhir. Bahkan jika kebenaran tidak lagi berpihak padamu, percayalah aku akan selalu mendampingmu sampai akhir.

"Desa Luvern tidak jauh dari sini. Kita beristirahat di sana. Biar aku menggendongmu, Putri!"

Olive hanya mengangguk, dia menunggu Kyle berjongkok. Kedua tangan lelaki menginstruksikan padanya untuk segera naik. Olive masih maju selangkah lalu mundur lagi. Matanya melirik ke arah lain.

"Aku harus memercayai Kyle." Kalimat itu membuatnya yakin. Meski masih gemetar, Olive memeluk leher Kyle agak longgar.

•••••

Langit menjadi berbintang, meski tidak secerah biasanya menghiasi lautan malam. Kyle masih menggendong Olive, hingga mereka sampai di depan Desa Luvern. Banyak orang yang berkumpul membuat kelompok. Raut wajah yang Olive lihat penuh kekhawatiran. Jauh di lubuk hatinya, Olive takut jika dia lagi-lagi harus dibuang, dihina bahkan sekedar dimaki pun dia tidak mau.

"Putri Olive datang!" seru seorang anak kecil yang berlari ke arah mereka.

Kyle menurunkan Olive, lalu segera menuntun masuk bersama anak kecil tersebut. Gadis berambut pirang yang kini begitu kusut, baju putihnya telah ternodai oleh tanah dan keringat. Namun, dengan penampilan yang seperti ini, orang-orang di Desa Luvern menyambutnya dengan ceria.

"Kyle, kami sudah mendengarnya dari para prajurit istana," ucap Kepala Desa yang menghampiri keduanya. "Mereka ke mari mencari kalian berdua. Namun, kamu tahu sendiri. Berjalan kaki dan berkuda tentunya memiliki kecepatan yang berbeda. Mungkin saat kalian berjalan mereka baru meninggalkan tempat ini."

Kyle tertawa sambil berkacak pinggang, Olive tidak mengerti. "Seperti yang aku duga. Ngomong-ngomong, bisakah aku meminjam beberapa perkakas untuk melepas rantai di kaki Putri Olive?"

"Tentu, tapi setelah kalian beristirahat di sini, segeralah pergi. Bukannya kami memihak pada mereka. Kyle, Putri Olive, kalian harus tetap hidup! Para prajurit pasti berniat datang kembali pukul delapan," jelas Kepala Desa.

"Tenang saja, setelah mandi dan beristirahat kami akan melanjutkan perjalanan," balas Kyle santai.

Kepala Desa pun kembali menanggapi, "Kami sudah menyiapkan segalanya di penginapan. Jika sudah pukul delapan, pergilah melalui pintu belakang. Ah iya, ada sebuah desa kecil di atas gunung, Desa Stowe. Mereka tidak memihak kerajaan manapun. Bahkan hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Aku rasa kalian berdua akan aman di Desa Stowe."

"Desa Stowe?" tanya Olive yang akhirnya berani membuka mulut.

Kepala Desa kembali mengangguk. "Putri akan aman di sana, jadi Anda tenang saja. Kyle, untuk mencapai Desa Stowe kamu harus memasuki terowongan ketiga di antara bukit Luvern."

"Baik, aku paham. Kalau begitu biarkan Putri Olive beristirahat dan kalian tahulah dia lama saat berdandan," ujar Kyle. Olive mengerucutkan bibir.

Tanpa hati Olive mencubit lengan Kyle. "Apa sih, Kyle?!"

"Memangnya aku tidak tahu kebiasaanmu selama dua bulan terakhir? Berdandan layaknya lukisan yang dicat. Memakai baju indah sesuka hati, padahal belum tentu cocok. Lalu memakai sepatu tinggi yang membuat kamu jatuh ke kolam kodok," sindir Kyle, sekali lagi Olive kesal dan menarik pipi lelaki tersebut.

"Ehem," celetuk Kepala Desa. "Waktu kalian tidak banyak. Sekarang beristirahatlah."

Kyle memandang Olive, tiba-tiba wajah itu murung lagi. Dirinya mengembuskan napas, memang sulit untuk mengembalikan putri tersebut ke sedia kala.

Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang