Rembulan di tengah malam, bersinar terang dan berbentuk bulat sempurna. Busur dan tali busur saling mengerat satu sama lain. Lalu satu anak panah tersebut melampaui angin dengan cepat dan jatuh ke tanah.
"Memanah lebih sulit dari yang aku bayangkan," bisik Olive pada angin, lalu mengambil semua anak panah yang tercecer di tanah.
Olive lalu mengembuskan napas. Menata semua anak panah lalu melihat kedua telapak tangannya yang memerah.
••••
Kyle membuka matanya ketika mentari telah menyorot wajahnya dengan hangat. Bahunya terasa berat. Ketika melihat ke samping, Olive tidur di bahu Kyle. Entah hanya perasaannya atau gadis itu memang terlihat lebih lelah dari kemarin?
Kyle menyeka rambut bergelombang Olive, diselipkan pada telinga kanan. Melihat apa yang ada di sampingnya Kyle menarik ujung-ujung bibir. Hatinya berdegup kencang. Pikirannya kalut demi memikirkan cara terbaik untuk membawa Olive ke tempat aman.
"Aku tidak pernah ingin kehilanganmu," bisik Kyle seraya angin melewati mereka.
Kyle tidak pernah lupa, hari di mana dia dikenalkan Olive oleh Raja Kenneth. Mereka saling meledek tanpa peduli strata keluarga. Memang mereka masih kanak-kanak. Mana peduli dengan status tinggi atau rendahnya bangsawan.
Tiba-tiba Kyle mengepalkan tangan, rahangnya pun ikut mengeras. Pertemuan itu juga melibatkan sosok Alfred yang tiba-tiba ikut campur. Kyle tidak sengaja mendorong Olive ke kolam ikan, hingga bajunya basah dan dihinggapi lumut. Alfred menolong Olive dan memarahi dirinya. Mungkin sejak itulah perasaan Olive tumbuh untuk Alfred, bukan padanya.
"Umm." Kyle melirik ke sampingnya. Olive sibuk menutup mulut sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Ketika melirik ke samping, dia terlonjak. "Kyle!"
Kyle menutup telinga mendengar suara nyaring yang terlalu dekat dengannya, lalu berucap, "Pagi-pagi saja sudah ribut."
"Maaf, Kyle. Apa lukamu makin sakit?" tanya Olive.
"Ya ... eh tidak. Lukanya memang sudah menutup tetapi entahlah," balas Kyle sambil melirik ke sisi lain. Keringat dingin keluar dari pelipisnya.
"Apa maksudnya dengan entahlah?" tanya Olive bingung.
Kyle hanya geleng-geleng. Dia mengambil semua peralatan dan melihat ke arah di mana matahari terbit. Tepat di mana tujuan mereka Desa Stowe.
"Kita harus mendaki bukit lebih tinggi, apa kamu kuat, Putri? Mungkin dua sampai tiga hari lagi kita baru bisa sampai." Olive tentu mengangguk. Meski dia paham yang Kyle maksud adalah kondisi mereka.
Tak ada makanan yang layak. Nasi, gandum dan roti tidak ada sama sekali. Olive memang tidak terbiasa. Namun, apa gunanya memakan semua makanan mewah jika dirinya adalah buronan di tanah kelahirannya sendiri?
Olive melihat pada telapak tangannya, perih. Segera dia sembunyikan di belakang. Buru-buru tersenyum sebelum Kyle curiga.
Namun, siapa yang lebih berpengalaman di sini? Kyle Knight. Benar. Percuma saja Olive menyembunyikannya.
"Putri Olive," panggilnya, "apa yang kamu sembunyikan?"
Olive menggeleng. "Tidak ada."
"Sungguh?" Kyle memicingkan matanya.
"Hanya sedikit perih karena luka ikan kemarin. Haha, aku bodoh ya?" Kyle tidak suka dengan tawa garing Olive. Tangan kanannya segera mengambil salah satu tangan gadis tersebut.
Kyle membelalak. Tangan Olive yang lembut kini lecet dan memerah. Jelas bukan dari ikan. Lalu dari mana?
Kyle lalu meraih tas obat-obatan. Mengambil tabung berisi tumbukan daun. Lalu mengobati telapak tangan gadis tersebut. Tidak peduli jika saat ini Olive mengaduh maupun berteriak.
![](https://img.wattpad.com/cover/154559294-288-k780516.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasyHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...