"Raja Atha!" ucap Luciel panik sampai meninggalkan bawahannya yang sibuk membopong Kyle.
Atha menutup matanya. Tidak ingin terlalu lama melihat Luciel atau membunuh lagi dengan kekuatannya. "Kita harus segera ke kerajaan. Dia terkena racun."
Luciel lalu bertekuk lutut dan mengangguk. Menancapkan pedang pada tanah hitam yang lalu memancarkan sinar. Dia menggerakkan sinar itu dan membentuk lingkaran hingga cukup besar untuk menampung semuanya. Dia arahkan sinar tersebut ke atas seraya mulutnya merapalkan sihir.
Hanya berselang beberapa detik untuk sampai di Kerajaan Ranhold dengan bantuan sihir. Atha semakin erat dalam memegang Olive. Tanpa menunggu siapa pun bicara, dirinya pergi ke kamar utama. Rahang Atha mengeras, menahan sesuatu yang ada di dalam tubuhnya sendiri.
Atha membaringkan Olive di ranjangnya. Gadis itu semakin membiru. Racun dari pohonnya sudah menyebar. Dia mengembuskan napas. Dadanya benar-benar sesak dan tenggorokannya mulai panas.
Atha mencondongkan tubuhnya ke depan. Menatap wajah Olive begitu intensif. Setelahnya makin mendekat.
"Férzè." Satu kata itu dia rapalkan sebelum kedua mulut tersebut bersatu. Tidak. Atha tidak mengambil keuntungan apa pun dari ciuman mereka. Lagi pula apa untungnya berciuman dengan orang yang tidak sadarkan diri?
Férzè terpaksa Atha gunakan, demi keselamatan Olive. Merasa apa yang dicari telah ditemukan, dia menarik wajahnya. Mengembuskan napas, lalu mengusap pelan rambut kusut Olive.
•••••
Olive mencoba membuka katup matanya, terasa berat. Apa pun yang dilihatnya buram. Namun, ada satu hal yang aneh dan mengusik pikirannya.
Bukankah tadi dirinya ada di hutan? Olive hanya melenguh pelan. Terlalu empuk jika dibilang dirinya tidur di luar. Tidak sekeras ranjang pada gubuk di Desa Stowe. Lalu dia di mana? Olive memikirkan itu berulang-ulang.
Tiba-tiba pintu paling pojok menjadi fokus pendengarannya. Ada lelaki di sana membawa nampan dengan piring di atasnya. Olive ingat, itu salah satu lelaki menyebalkan yang ditemui olehnya dan Kyle. Berambut hijau dan mata berwarna merahnya yang seakan-akan menyihir Olive.
"Ternyata kau sudah bangun," ucap laki-laki tersebut lalu meletakkan piring di atas nakas.
"Kenapa—"
"Aku tahu apa yang akan Anda katakan," potong Luciel lalu menjelaskan, "kemarin lusa raja kami terpaksa membawa Anda kemari, racun dari ujung ranting di Poison of Tree membuat Anda sekarat."
Olive membelalak. Sungguh? Dia tidak bisa memercayainya. Tiba-tiba lelaki itu duduk di sebelah ranjangnya. Menyeret kaki Olive ke atas pahanya. Gadis itu terkejut, refleks mendorong tubuh Luciel hingga tersungkur ke belakang.
"Kamu mau apa?!"
Luciel hanya geleng-geleng, membiarkan tangannya menyala dengan cahaya hijau. Dia lalu menahan paksa kaki Olive, tidak peduli sekencang apa gadis itu meronta-ronta. Luciel hanya tahu dirinya harus menyelesaikan tugas dari rajanya.
"Putri Anda bisa diam tidak?! Aku ke mari hanya ingin mengobati dirimu, jadi berhentilah menggeliat seperti cacing kepanasan!" balas Luciel kesal.
"Apa kamu bilang?! Candaanmu sama menyebalkan dengan Kyle!" ledek Olive. Luciel tidak mau memedulikan gadis tersebut. Tangannya terlalu sibuk menyalurkan sinar hijau ke kaki Olive.
Olive bisa merasakan, sinar itu begitu hangat dan menyentuh pembuluh darahnya. Sesaat, rasa sakit itu mencubit pelan hingga dia harus berteriak. Tidak berselang lama Olive semua tubuhnya merasa lemas.
Luciel menarik tangannya. Sinar itu dibalut dengan cairan hitam entah apa. Olive tidak tahu dan tidak pernah ingin tahu.
"Jika Anda khawatir dengan Kyle, dia baik-baik saja. Bahkan jika aku gantung di atas menara pun tidak akan jadi masalah. Kenapa tatapanmu horor begitu? Tenanglah! Sebagai kembarannya aku tahu."
Olive mengerutkan dahi. "Kembaran?"
"Benar, ah! aku harus memperkenalkan diri yang lebih baik," ucap Luciel dengan senyum. Dia lalu berdiri dan berjongkok ala kesatria lalu berucap, "Luciel Darknight, penasehat sekaligus panglima utama dari kerajaan Ranhold."
"Berdirilah!" Olive meminta. Luciel menuruti dan tersenyum padanya.
Wajah itu memang tidak mirip sepenuhnya dengan Kyle. Jika dilihat-lihat lelaki tersebut mirip seperti ayahnya Kyle. Olive ingat saat kecil, ada satu orang pria berbadan kekar, berambut cokelat dan membawa tombak. Beliau mendidik keras Kyle hingga akhirnya lelaki tersebut menjadi panglima utama termuda di kerajaaannya. Lalu, siapa sangka lelaki itu memiliki kembaran yang sama jeniusnya?
"Di mana Kyle?" tanya Olive.
"Dia juga sedang diobati. Kami melakukan pertarungan sebelumnya," jelas Luciel.
Andaikan Olive bisa menendang kepala itu, dia akan puas. Tidak, dia tidak boleh macam-macam di kerajaan musuh. Mau sebaik apa pun mereka, Kerajaan Lowind dan Kerajaan Ranhold selalu berperang. Dia bisa mati di wilayah orang, meski sejujurnya dia menjadi buronan di wilayahnya sendiri. Menyebalkan jika mengingat kembali semua ini.
"Jika kalian saudara, kenapa kamu menyerangnya?" celetuk Olive asal.
Luciel menatapnya dengan satu alis terangkat dan mulut yang membentuk lengkungan ke atas. "Simpelnya, aku ingin mencari tahu seberapa hebatnya Kyle. Tidak sudi jika kembaran yang ternyata dapat gelar 'panglima termuda' kalah dari tiga orang penyihir. Oke lupakan, karena Kyle berakhir terluka karena Raja Atha."
"Jadi dia terluka karena ...."
"Putri, jika Anda berpikir untuk kabur. Maaf, ruangan ini terkunci dan terbuka atas izin raja kami, Raja Atha." Luciel mengalihkan pembicaraan mereka. Sukses membuat kepala Olive berat.
Luciel lalu membungkuk lalu berjalan ke arah pintu. Olive kembali ditinggal dalam kamar entah milik siapa. Dia lalu melihat ke depan satu foto terpampang besar, dilapisi emas dan disampingnya terdapat barang-barang antik. Itu foto keluarga. Sudah jelas ini bukan kamar biasa. Hati Olive tidak enak, dia hanya ingin pergi dari wilayah musuh dan kembali ke Desa Stowe.
•••••
Olive menekuk lututnya, membenamkan wajah di sana. Entah sudah berapa lama dia dikurung dalam ruangan tersebut. Ada mimpi yang berulang-ulang dilihatnya semenjak tidur menjadi satu-satunya rutinitas yang bisa dia lakukan selain makan. Ciuman. Seseorang menciumnya, tidak lama lalu pergi. Singkat tetapi berulang-ulang.
Suara pintu menjadi hal yang biasa dia dengar. Jelas itu Luciel, hanya lelaki itu saja yang diperbolehkan masuk dan keluar kamar. Suara langkah itu semakin mendekat ke arahnya.
Tiba-tiba rambutnya di tarik ke belakang, memaksa kepalanya untuk mendongak. Orang itu bukan Luciel, melainkan raja dari Kerajaan Ranhold, Atha. Laki-laki tidak berperasaan! Benarkah Raja Atha yang membawa dirinya dan mengeluarkan sebagian racun dalam tubuhnya? Ya, Olive tahu dari Luciel dan dia meragukan ucapan panglima utama kerajaan musuh.
"Ternyata kamu sudah sehat, eh?" Entah itu sindiran atau rasa syukur Atha, Olive tidak peduli.
"Kamu tahu menarik rambutku seperti ini sangat menyakit—"
"Olive Sperare, menikahlah denganku!" potong Atha.
Olive mengerutkan dahi. Dengan rasa sakit pada rambut pirangnya, gadis tersebut berucap, "Aku ... tidak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasiHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...