"Perhiasan ini tidak cocok, ganti!" titah seorang putri pada para pelayan. Entah sudah berapa lama mereka harus menebalkan hati ketika melihat kelakuan seorang gadis yang tengah berdandan di depan sana. Mereka tidak keberatan dengan itu, memang sudah tugas-tugasnya. Lagi pula ini bukanlah yang pertama dalam menghadapi Putri Olive Sperare, gadis cantik yang memikat hati semua lelaki.
Dia dijuluki gadis idaman yang diincar oleh para keluarga bangsawan. Khususnya para pria. Baik secara politik maupun cinta yang tulus, mereka akan memprioritaskan Olive sebagai pasangan sehidup dan semati mereka. Namun, meluluhkan gadis ini tidak mudah, bahkan hampir semua pria memilih mundur daripada kecewa di akhir. Bukan hanya sekedar gosip mengenai 'seorang putri kerajaan sangat dekat dengan seoran pria'. Semua orang mengetahui itu, termasuk sang raja.
Kamar Olive yang dihiasi oleh cat emas, berlatar putih layaknya nuansa musim dingin. Begitu banyak lemari yang berjajar, tetapi di dalamnya kosong. Bagaimana tidak? Olive sudah mencoba mencocokkan satu demi satu gaun dari berbagai ahli jahit. Belum ada yang sehati, jadi dia membuangnya ke sembarang arah tanpa rasa iba sedikit pun.
"Ganti lagi!" Olive kembali melempar baju ke belakang. Segera mungkin para pelayan menangkapnya. "Mengapa tidak ada baju yang bagus?!"
"Perlukah ayah mencarikan ahli jahit lainnya lagi?" ujar seorang pria tua yang berdiri di ambang pintu ditemani seorang panglima utama.
Tidak ada yang menyadari keberadaannya, atau mungkin hanya Olive yang tidak mendengar seruan para pengawal ketika meneriakan nama ayahnya. Para pelayan yang sudah berjajar rapi di kamarnya pun sudah membungkuk dan memberikan hormat para raja mereka. Sang Raja lalu masuk, disusul dengan tangan kanannya.
"Ayah!" ucap Olive girang. Dia mengangkat gaun yang menjuntai ke lantai, lalu berlari ke arah Raja Kenneth.
Olive memeluk ayahnya, kebiasaan yang selalu dia terapkan tiap bertemu. Meskipun dia akan menginjak usia delapan belas, Olive tidak mau melupakan kebiasaan tersebut. Terutama untuk raja yang telah membesarkannya sejak kecil tanpa didampingi seorang ratu.
"Olive, lepaskan! Ayah harus bicara dua mata denganmu," titah ayahnya. Olive memajukan bibirnya beberapa sentimeter sambil melirik pada para pelayan yang ada di kamarnya.
Lalu Olive berucap, "Kalian dengar, kan? Sekarang pergi dari kamarku!"
Semua pelayan kembali membungkuk untuk memberikan hormat,keluar dari kamar megah secara berurutan. Olive memicingkan mata, pandangannya ditujukan pada lelaki yang berdiri di samping ayahnya. Dia kira laki-laki itu sudah tuli, tetapi sepertinya tidak.
Sadar dengan tatapan sang putri, lelaki tersebut bertanya, "Apa?"
Tidak sopan! Kalimat itu bisa saja Olive keluarkan tanpa ragu jika lelaki di kamarnya adalah orang lain. Kyle Knight, lelaki beda dua tahun dengan Olive sekaligus temannya sejak kecil. Laki-laki itu sudah menjadi tangan kanan ayahnya sejak lama dan itu menyebalkan. Kyle membuat dia harus menjalani hari seorang diri, karena tiap hari baginya adalah latihan berpedang dan sebagainya.
"Tidak perlu mengusirnya, Olive," celetuk Raja Kenneth. "Dia juga bagian penting dalam pembicaraan ini."
"Maksud Ayah?" tanya Olive.
"Kamu tahu, kan? Perang dengan Kerajaan Ranhold tidak pernah selesai. Saat ini para prajurit lebih membutuhkan ayah di sana," jelas Raja Kenneth.
Olive mengerutkan dahi. "Mereka punya Kyle dan panglima lainnya, untuk apa Ayah ke sana? Mereka sudah cukup kuat!"
"Putri Olive," panggil Kyle. "Raja dari kerajaan seberang pun turut ikut campur. Jika Raja tidak ikut terjun ke dalam pertempuran, mental para prajurit akan lemah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasíaHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...