Atha mengeluarkan api sihirnya, ketika Alfred dengan pedang berlumuran darah semakin mendekat padanya. Luciel mengambil pedang dan berdiri di depan rajanya, tidak mau jika hal buruk terjadi.
Bagi Luciel yang juga seorang seer, Dia harusnya bisa membaca pergerakan Alfred yang seenaknya. Sayangnya tidak. Lelaki itu ternyata membunuh para penyihir agar auranya bercampur dan membuat Luciel tidak fokus dalam membaca pergerakan lawan.
"Lama tidak berjumpa ya, Raja Atha. Aku ke mari untuk menjemput ajalmu."
Atha menyeringai. "Manusia pengecut sepertimu tidak pantas berada di hadapanku."
Secepat kilat Atha melayangkan berbagai bola api padanya. Namun, Alfred menangkis dengan pedang panjangnya. Lalu suara tawa yang begitu menggelegar membuat kedua penyihir menaikkan alisnya.
Atha tidak peduli, dia menyatu dengan bayangan, berdiri di balik Alfred. Lelaki itu masih tertawa. Alfred lalu berbalik, menyeringai balik pada Atha.
Sementara Luciel merasa semua ini terlalu mudah. Dia melihat ke sekelilingnya, hanya hamparan hijau. Taman belakang tanpa penjagaan maupun prajurit manusia. Mengapa Alfred begitu tenang?
"Kamu mau membunuhku, Raja Atha? Apa Anda lupa janji Anda sendiri?" ujar Alfred.
Atha yang baru saja mau menodongkan pedangnya pada Alfred tiba-tiba terhenti. Matanya terbuka lebar. Dia menarik pedang dan menggerakkan kedua giginya, membiarkan rahang mengeras dan mata yang tajam bagai elang menatap Alfred.
"Sial," bisik Atha pada angin berlalu.
Alfred tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tanpa persetujuan apa pun, dia menusuk Atha. Namun. Raja dari Kerajaan Ranhold itu sempat menghindar, sehingga pedang hanya menembus di bagian bahu kirinya. Ngilu. Atha merasa pusing.
"Jangan kamu pikir aku hanya berbekal pedang, Raja Atha. Pedang mata angin ini sudah aku lumuri dengan racun yang sama persis aku berikan pada Olive. Ah, kamu merindukan dia? Tidak apa, aku akan menyiksa kehidupannya agar segera bertemu denganmu, Raja Atha," balas Alfred.
Luciel ingin segera memenggal kepala bahkan membelah tubuh Alfred tetapi Atha menggeleng pelan. Melalui gelombang Luciel menangkap sebuah pesan.
"Kamu boleh melawan tetapi tidak untuk membunuh, Luc!"
"Tapi, Raja...."
Alfred berbalik, membiarkan pedang menancap pada tubuh Atha. Lalu dia mengambil pedang milik raja para penyihir tersebut. Menimbang-nimbang, lalu mengeluarkan sebuah serbuk kemerahan.
"Lebih baik kamu menyaksikan detik-detik kematian Rajamu," ucap Alfred yang berkacak pinggang dengan bangganya.
"Aku adalah cermin, jika kamu melakukan hal buruk maka pembalasanku pun buruk padamu," balas Luciel. Dia lalu mengaktifkan kedua matanya menjadi tajam. Membaca gerakan lawan yang saling bercampur aduk dengan penglihatannya.
Di matanya, Alfred akan bergerak secara teratur dalam menyerang. Menusuk-nusuk dan mengarah tebasan pada leher. Luciel pikir mungkin itu memang kelebihannya. Tidak hanya itu! Dia harus menelan kenyataan pedang milik Atha yang berada di genggaman Alfred mampu membuat para penyihir menjadi abu hanya dengan satu tebasan.
Luciel hanya punya dua rencana. Membawa kabur Atha atau melawan Alfred dengan resiko rajanya terbunuh. Menunggu bala bantuan hanya mempersulit keadaan. Dia berharap untuk kali ini saja Olive terluka parah agar dirinya tidak segan untuk menghajar habis wajah Alfred.
"Kamu pasti memikirkan bagaimana caranya lepas dari cengkeraman Atha, kan?" sindir Alfred padanya.
"Apa maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasyHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...