17. Raja dan Rahasianya

41.5K 1.6K 6
                                    

"Jika kau mau tahu suatu rahasia, siapkan saja hati untuk menerima yang terburuk dari semua hal baik yang kau terima." — Luciel Darknight.

•••••

Maaf, aku senang melihatmu.

Olive memutar berulang-ulang memorinya dari kejadian lusa lalu. Atha memeluknya, mengucapkan hal aneh. Bukankah laki-laki yang menjadi raja itu memperlakukan dirinya dengan sangat kasar? Namun, pelukan Atha begitu hangat. Rasanya Olive tidak percaya dengan apa yang baru dialaminya.

"Putri Olive, rambut Anda cantik jika digerai," ucap seorang gadis belia, bahkan lebih muda lagi darinya.

Olive lupa, dia sedang berdandan dibantu oleh pelayan. Sudah lama rasanya dia tidak diperlakukan seperti itu. Olive melihat pada cermin. Kalung rubi masih terpasang dan begitu cocok dipakai dengan gaun biru muda.

Tidak ada kesempatan dirinya mengatakan baju itu jelek. Sejak pertama pelayan membawanya, dia sudah jatuh hati. Atha pandai membuat hatinya jungkir balik. Benar-benar menyebalkan.

"Apa ada yang Putri butuhkan lagi?" tanya pelayan tersebut.

"Tidak ada, terima kasih," balasnya dengan senyum. "Aku ingin keluar dan berkeliling. Tolong sampaikan pada pengawal di depan pintu. Tidak perlu mengawasiku."

"Tapi nanti—"

Olive geleng-geleng. "Aku akan bicara pada Raja Atha. Jangan khawatir, aku tidak akan kabur."

"Baiklah, Putri."

Pelayan tersebut menyilangkan kaki dan membungkuk. Mengangkat bagian jahitan dari gaun biru dongker dengan apron putih. Olive menaikkan tangan kanannya. Pelayan tersebut lalu mengangguk dan akhirnya pergi keluar dari kamar disusul Olive.

Pelayan tersebut melakukan tugasnya dengan baik, para pengawal tidak mengikuti. Olive memilih melewati lorong yang pernah dilalui bersama Luciel. Pikirannya masih belum bisa mengimbangi euforia hati dari ucapan Atha. Bertemu dengan Kyle sepertinya bisa membuat Olive tenang, tetapi orang itu entah berada di mana.

"Putri, awas di depanmu!" Olive tidak mendengarkan. Tiba-tiba dia menabrak dan merasa tubuhnya condong ke depan.

Olive membelalakkan ketika rambut bergelombangnya nyaris mengenai gelombang air di bawah sana. Lalu seseorang menariknya. Olive berbalik dan menemukan sosok lelaki berambut hijau yang baru saja mengembuskan napas.

"Anda seharusnya hati-hati," ucap Luciel padanya.

Olive hanya bisa tersenyum. "Maaf, aku tidak sadar."

"Anda melamun?" Olive mengangguk dengan semburat memerah di pipinya.

"Aku hanya menelusuri lorong dari kamar, tahu-tahu ada di taman," jelas Olive.

Olive menengok ke kanan dan ke kiri, taman Kerajaan Ranhold terasa berbeda dari yang sebelumnya. Semerbak aroma bunga dan daun dapat dicium oleh hidungnya. Warna bunga itu lebih cerah.

Apa mungkin karena Olive baru memandang keindahan bunga-bunga bokor tersebut sekarang? Taman itu memang dipenuhi bunga bokor, dia baru sadar ada air mancur di tengah-tengahnya. Lautan biru pun turut memanjakan mata dari atas sana. Awan-awan putih seolah menyambut cerahnya hari.

Berapa lama dia tidak pernah melihat dunia terasa tenteram seperti ini?

"Putri, apakah Anda ingin menemui Raja Atha?" celetuk Luciel tiba-tiba.

"Aku ... tidak tahu."

"Anda ragu?" Luciel menebaknya dan tepat pada sasaran. Olive kembali menunduk menatap pantulan diri dalam air.

Luciel kembali bertanya, "Mengapa Putri harus ragu?"

"Kamu tahu lebih dariku," ucap Olive, "karena kalian yang telah membunuh ayahku, raja dari Kerajaan Lowind sebelumnya."

"Apa?" Luciel mengerutkan dahinya.

"Kalian membunuh satu-satunya keluargaku yang tersisa! Lalu apa sekarang? Aku harus menikahi Raja kalian? Jelas-jelas dia pembunuh!" tukas Olive. Matanya panas, dia lalu berbalik dan menghapus air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Tidak, Putri. Anda salah paham," balas Luciel.

Olive menggeleng, membiarkan rambut bergelombangnya bergoyang. "Dari sisi mana kamu menganggap ucapanku salah?"

"Anda tidak berada dalam peperangan." Luciel memberi jeda dalam ucapannya, dia tidak boleh kalut di saat seperti ini. Segera dia menggenggam pegangan pedang di sisi kirinya. Setelahnya dia kembali berujar, "Kami para penyihir diperintahkan Raja Atha agar tidak membunuh satu pun manusia."

"Tidak mungkin! Jika benar kenapa selalu ada korban tiap peperangan ada?" tanya Olive.

Luciel mengembuskan napasnya. "Anda tahu istilah musuh dalam selimut? Itulah keadaan pasukan kerajaanmu. Meski keluarga Knight bekerja keras, selalu ada musuh dalam selimut yang membunuh anggota keluarganya sendiri. Kami para penyihir difitnah. Jadi menurutmu mana yang korban dan pelaku sekarang?"

"Tidak ...." Hati Olive berdebar, air matanya tidak berhenti keluar.

"Soal kematian Raja Kenneth, bukan Raja Atha yang membunuhnya. Ketahuilah, saat itu Raja Atha sedang merencanakan perdamaian yang akan diresmikan besok. Nyatanya Raja Kenneth terbunuh, peperangan tetap terjadi hingga kami memilih mundur."

"Kamu bohong ... pembohong," ucap Olive lirih. Jantungnya seakan diremas-remas. Tidak mungkin, Olive masih tidak mau mencerna apa pun yang Luciel katakan.

Luciel tiba-tiba melepas pedangnya. Menggores sedikit telapak tangan kanan dengan mata tajam senjatanya. "Putri berbaliklah!"

Olive mencoba menghapus air matanya. Entah mengapa dia begitu penurut, sejenak berbalik dan menemukan lelaki tersebut dengan darah di tangan kanannya. Spontan Olive menutup mulut dengan kedua tangan.

"Darah ini akan membuktikan padamu, Putri. Jika darahku berubah menjadi hitam, artinya yang kuucapkan setelah ini adalah bohong dan aku akan mati. Namun, jika sebaliknya, cobalah untuk percaya."

"Luciel, apa yang kamu lakukan? Cukup," ucap Olive, mendengar kata 'mati' membuat dirinya takut.

"Aku seorang seer. Meski tidak sempurna, aku bisa membaca masa lalu." Warna merah masih terlihat, gadis berambut pirang tersebut bernapas lega.

"Luciel, hentikan!" balas Olive kembali.

"Saat aku dan Raja Atha bersama, di sisi lain seorang pemuda yang begitu Raja Kenneth percayai datang," lanjut Luciel. Dia kembali menutup mata, mencari tahu wajah ataupun informasi lainnya.

"Jangan lanjutkan!" Olive terlalu takut, dia segera membasuh darah lelaki tersebut dengan air.

Luciel refleks membuka mata, hatinya berdebar. Tiba-tiba ditarik ke masa awal seperti itu membuatnya nyaris gila. Olive lseharusnya tidak melakukan itu.

"Aku tidak tahu kalian sedang apa, tetapi kurasa berita dari para prajurit kerajaan ini membawa hal buruk," ujar seseorang di belakang Luciel.

Olive mendongak, Kyle tengah memijat pelipisnya. "Kyle?"

"Ada apa, Kak?" tanya Luciel.

"Rosalind Esmeralda, dia datang mengunjungi kerajaan ini. Tentu saja buruk untukku, kurasa kalian juga," balas Kyle.

Olive bertanya, "Untuk apa dia ke kerajaan lawan, Kyle?"

"Putri tidak tahu?" tanya Luciel pada kakaknya. Kyle hanya menggeleng. "Mereka ke sini hanya ada dua alasan."

"Apa?"

"Meminta perang atau meminta genjatan senjata. Kakak sudah selesai berkeliling bukan? Boleh aku minta tolong untuk memberitahu Raja Atha di ruangan kemarin?

"Untukmu, Putri, pergilah ke barat. Anda akan menemui reruntuhan. Cukup aman jika nanti Rosalind masuk ke dalam istana. Maaf selalu membuatmu tidak bisa berkata-kata. Kak Kyle akan baik-baik saja, tenanglah!" ucap Luciel. Lelaki itu berdiri dan melangkahkan kaki masuk ke dalam kerajaan.

Dilihatnya Kyle, lelaki itu mengembuskan napas. Memeluk Olive sejenak lalu mengikuti Luciel.

Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang