8. Keputusan Olive

46.7K 2K 5
                                    

Setelah melewati jalan berliku-liku di dalam terowongan, mereka akhirnya sampai di atas bukit. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Kyle memutuskan untuk membuat sarapan. Diambilnya satu anak panah lalu pergi ke sungai yang mengalir di tengah-tengah bukit.

Kyle mematahkan anak panah tersebut dan mengambil bagian tajamnya saja. Celingak-celinguk mencari batang pohon bambu yang kuat. Lalu dia mengikatkan tali yang ada pada anak panah untuk menempelkan bagian tajam dengan ujung batang pohon. Meski sederhana, Kyle dapat memanfaatkannya menjadi tombak untuk menangkap ikan.

"Kyle, lukamu!" Olive merasa ngilu melihat luka lelaki itu yang kembali terbuka. Darah terserap oleh perban yang membungkus pada telapak tangannya.

Kyle mengembuskan napas. "Tenanglah. Aku akan membereskannya setelah menangkap ikan."

"Kamu gila!" pekik Olive.

Kyle membalas, "Kalau aku gila, lalu kamu apa?"

"Aku tentu saja cerdas! Di mana-mana luka harus diobati dulu, baru menangkap ikan, Kyle. Nanti kamu kesakitan dan malah terbawa arus sungai," ucap Olive padanya.

Kyle hanya menyunggingkan senyumnya. Dia menatap Olive dengan penuh kebingungan. "Terbawa arus? Memangnya aku selemah kain perca?! Untuk mengingatkan, sejak kita masih kecil aku sudah sangat kuat."

Kyle fokus pada sungai kecil yang berada di bawah bukit. Dia cukup melompat supaya lebih cepat sampai. Lagipula tidak terlalu curam bagi Kyle. Dilihatnya ikan-ikan yang lumayan besar dan bisa dimakan untuk hari ini. Olive bungkam, memang dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk Kyle. Setelahnya dia mengembuskan napas, melirik ke ujung tombak yang entah kapan sudah berisi dua ikan.

Kyle mendaki dengan langkah diagonal, sehingga tubuhnya tidak jatuh akibat kemiringan bukit. Namun, tiba-tiba luka di bahunya semakin menjadi. Benar. Kyle masih merasakan kesakitan, tetapi selalu memaksakan diri. Mungkin karena setetes air mengenai lukanya dan membuat perih menjalar ke lengan kirinya.

Olive sadar hal itu, dia asal mengambil tabung silinder dari tas. Berlari mendekati Kyle yang jaraknya berada lebih dari lima meter. "Kyle!"

"Olive ... maaf maksudku Putri, kenapa kamu menghampiriku?" tanyanya bingung.

"Kamu kelihatan sangat sakit, maka dari itu aku kemari dan membawa obat." Kyle melihat benda yang Olive kira adalah obat, lalu tertawa. Dia lupakan rasa sakit, karena yang di hadapannya lebih menarik ketimbang mengaduh luka.

"Dari sisi mana itu bisa dikatakan obat, Putri Olive?"

"Tentu saja dari bentuknya! Tabib istana biasa membuatnya seperti ini," keluh Olive, "memangnya salah?"

"Itu bukan obat, itu garam. Ya, wajar saja kamu tidak tahu, Putri. Sudahlah! Daripada cemberut tidak jelas seperti para bebek, lebih baik kamu mengumpulkan kayu bakar. Aku akan membuatkan api lalu kita makan ikan bakar."

Olive menghentakkan kakinya pada tanah. Mencari kayu bakar? Dia celingak-celinguk melihat banyak ranting pohon. Mungkin bisa digunakan. Ada pula dahan pohon dengan ukuran kecil yang sepertinya bisa dipakai. Agak basah, tetapi Olive tidak peduli. Semua kayu bakar dia dekap di depan dada.

Ketika kembali, Olive melihat Kyle bertelanjang dada. Dia segera berbalik, bukan karena malu. Namun, sayatan luka yang sedang ditutup lelaki tersebutlah yang membuatnya berbalik.

"Putri." Olive memekik kaget dan melempar semua kayu bakar ketika berbalik dan menemukan Kyle. Lelaki itu menangkap semua kayu bakar. Salah satu alisnya naik, dan tatapannya agak tajam pada putri di hadapannya.

"Kyle, kamu mengejutkanku!" ucap Olive yang salah tingkah.

"Apa?" tanya Kyle bingung, "bukankah harusnya aku yang terkejut di sini?"

"Benar juga, haha," balas Olive sambil menggigit pelan bibir bawahnya.

Kyle memutar badan dan segera meletakkan semua kayu bakar. Dipilihnya beberapa kayu yang basah, lalu dia letakkan di samping. Sedangkan kayu yang kering dia tumpuk. Lalu dia mengambil dua batu terdekat. Membuat kedua batu saling bergesekan dan memunculkan api adalah niatnya.

"Putri, bisakah Anda menusuk ikan itu dengan anak panah ini melalui mulutnya?" tanya Kyle yang masih berfokus untuk membuat api.

Olive melirik ke atas, lalu menatap batu-batu yang ada di tangan Kyle. "Kenapa tidak langsung disimpan di tengah-tengah api?"

"Ini bukan pemanggang, Putri," balas Kyle kesal lalu mengembuskan napasnya. "Baiklah, tidak perlu. Biar aku saja."

"Tidak, tidak perlu! Baiklah aku akan memasangkan anak panah pada ikan-ikannya. Tapi apakah ini tidak apa-apa?"

Kyle kembali mengadukan kedua batu dengan kencang sehingga muncul percikan api. Ujung-ujungnya bibirnya tertarik hingga menampilkan simpul wajah yang damai. Lalu dia melihat Olive, ikan dan anak panah secara bergantian.

"Ini bukan kerajaan di mana kamu hanya perlu menunggu koki istana menghidangkan makanan enak untukmu. Lagi pula kita hidup di luar, makan ikan atau bahkan tanaman, Anda harus terbiasa dengan itu.

"Tetapi jika yang Anda bahas adalah makanan super enak, maaf saja. Selama berperang aku pernah masak tetapi tidak seenak koki istana," jelas Kyle. Tangannya langsung mengambil ikan pada ujung tombak.

Olive segera berlari mengambil anak panah sebelum ketinggalan. Tangannya menengadah, meminta ikan. Kyle agak ragu, tersirat jelas bagaimana bibir itu menyungging dengan suara tawa menyebalkannya.

"Aku tahu, hidup di luar itu sulit. Kamu benar, Kyle. Aku takut jika mereka mengetahui keberadaan kita. Kembali mengejar dan kita berlari," lirih Olive seraya memasukkan anak panah ke dalam ikan.

"Tenang saja," balas Kyle. Melihat Olive mengerutkan dahi dia sontak melirik ke arah ikan. Tangan gadis itu mencoba menekan anak panah hingga ke bawah tubuh ikan. "Putri, posisi tanganmu terlalu berbahaya. Jangan terlalu menekannya dan ...."

"Akh!"

Kyle segera menanggalkan ikan miliknya dekat perapian ketika melihat tangan-tangan lembut itu tergores sirip ikan. Menarik tangan Olive sekaligus air mineral. Gadis itu memekik karena perih, tetapi Kyle tidak peduli.

"Kyle sudah, lukaku tidak seberapa," ucap Olive tetapi dia tidak mau mendengarkan.

Olive mengembuskan napas, menunggu Laki-laki di depannya angkat bicara. "Kamu tidak tahu betapa berbahayanya Ambuladus."

"Ambuladus?"

Kyle mengangguk. "Ambuladus nama ikan ini. Mereka memang bisa dimakan, tetapi sirip-sirip itu memiliki racun yang dapat melumpuhkan hingga dua hari. Uniknya setelah dimasak, sirip-sirip itu tidak memiliki racun lagi. Sebelum lima menit racun masih bisa diatasi dengan mengalirkan air di atasnya."

"Lalu ... dalam artian lain kamu khawatir padaku?" tanya Olive.

"Itu sudah jelas, kan?"

Olive membalasnya dengan tersenyum dan berkata, "Sama seperti aku yang melihat pertarunganmu bersama para prajurit. Maka dari itu ... ajarkan aku cara bertarung!"

"Apa?!" Suara Kyle meninggi. "Tidak perlu! Aku sendirian saja sudah bisa menjagamu, Olive."

"Tapi, aku ingin ...."

Kyle geleng-geleng. "Jika Raja Kenneth masih ada, dia akan kecewa. Biarkan ini jadi tugasku."

"Kyle! Ajarkan aku cara bertarung!" Olive tetap bersikeras, tetapi laki-laki di depannya tetap menggeleng. Setelah yakin tangan Olive baik-baik saja, Kyle mengambil ikan yang ditusuk dan disimpannya ke dalam perapian.

"Tidak perlu memegang senjata. Meski terluka, para prajurit istana tidak akan mampu membunuhku," bisik Kyle pelan tetapi Olive mendengarnya.

Kyle berbohong. Olive tahu, bagaimana penyerangan saat itu membuat banyak luka. Nyaris sekarat. Lalu membuat rasa bersalah hinggap di hati Olive.

Olive mengembuskan napas dan berujar, "Kamu tidak mengerti perasaanku, Kyle."

Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang