Red -- Kimi ga suki dakara
Bunga bokor menjadi hiasan utama altar pernikahan. Warna merah yang diartikan detak jantung pun membuat perasaan semua penyihir berdebar-debar. Tidak lama lagi mereka memiliki ratu baru.
Olive sepakat, tidak memberitahu wilayah Lowind kecuali keluarga Knight. Sayangnya, tidak ada yang datang. Kyle tidak ingin ada kekacauan dari luar.
Setelah dua bulan purnama berganti, Atha bangun dari tidur panjangnya. Olive sempat khawatir, karena raja baru di wilayah Lowind kembali mengibarkan bendera merah. Luciel yang mengambil alih dan Kyle yang mengatur strategi. Olive ingat saat Kyle datang dengan telinga panjang palsu, tidak lupa rambut hijau yang menyerupai saudaranya.
Olive memang tidak pernah mengatur jalannya perang. Membuat strategi maupun memberi saran. Selama perang dia hanya duduk menghadap Atha yang begitu pucat. Namun, semua itu berakhir. Atha bangun, perang ditunda untuk pernikahan.
"Putri, Anda cantik," ucap pelayan tersebut padanya. Dia tengah mengangkat nampan dengan perhiasan di atasnya. "Bagaimana jika Anda mencoba kalung ini?"
Olive mengambil kalung dengan bandul hati berwarna ungu. Begitu indah. Batu terperangkap dalam besi yang menyelimutinya. Dia lalu mengembuskan napas dan mengembalikan benda tersebut ke semula.
"Tidak, aku lebih suka kalung rubi ini," balas Olive pada pelayan tersebut. Dia menggenggam erat batu rubi merah yang diberi ayahnya. Jika memang ini stempel Kerajaan Lowind, Olive harusnya bersyukur, karena terbukti sudah jika dia tidak pernah menghilangkan benda berharga tersebut.
"Putri hebat dalam melihat perhiasan! Bagaimana jika saya tata rambut Anda?" tanya pelayan tersebut pada Olive.
"Boleh saja, tapi bisakah aku yang mengarahkan bagaimana modelnya?" Pelayan tersebut mengangguk, lalu berdiri di belakang Olive. Dia menyimpan nampan di samping meja kosong.
"Tentu saja, Putri."
"Tolong kepang satu rambutku, entah mengapa tapi aku ingin melupakan rambut bergelombang ini sesaat," ucap Olive. Dia mengambil bedak berwarna kulit yang pas untuknya.
"Anda akan terlihat sangat cantik. Bagaimana jika ditambah dengan bunga sebagai hiasan di rambut?" Olive mencoba membayangkan. Banyaknya kuncup bunga bokor menghiasi rambut pirang yang telah dikepang, tetapi tidak, dia takut.
"Tidak perlu. Jika kamu sudah selesai melakukan tugasmu, bisakah aku bertanya tentang pernikahan ini?" Olive lihat pantulan pelayan yang berdiri. Wajahnya merah padam sambil mengangguk.
Hanya beberapa saat, Olive melihat dirinya sendiri. Menarik sisi rambut ke arah kanan. Anak rambut di kanan dan kirinya dibiarkan menjuntai. Tidak sesuai yang disusun, tetapi melebihi ekspetasinya. Maka dia mewajari apabila orang-orang mengatakannya cantik saat ini.
"Putri?" panggill pelayan padanya.
Olive segera menengok ke belakang. "Maaf, aku malah melamun. Terima kasih ini indah sekali!"
"Tidak apa-apa, Putri. Sebelumnya maafkan saya, apa yang ingin Anda tanyakan?"
"Oh itu," ucap Olive, "aku agak takut. Kita bangsa yang berbeda, kami para manusia menikah di atas altar mengucap janji sumpah setia dan diakhiri dengan cincin sebagai simbolis. Apakah kalian juga seperti itu?"
Pelayan tersebut geleng-geleng. "Kami bangsa penyihir tidak memiliki syarat untuk menikah. Meski aku masih muda, aku dan jodohku bertemu saat umur sembilan tahun. Kami menikah di saat itu juga."
Olive membelalak, mulutnya terbuka sedikit lalu berucap, "Kamu sudah menikah?"
Pelayan tersebut melinting lengan kanannya. Terdapat sebuah lengkungan garis yang membentuk sebuah simbol. Warna cokelat tua menyatu dengan kulit gadis di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantastikHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...