5. Hari Eksekusi

49.8K 2.3K 1
                                    

Langit tidak lagi sebiru laut, bahkan awan putih pun menghilang tanpa jejak dan tujuan. Menyisakan awan terdekat dari langit. Dengan latar menyerupai oranye bercampur merah tua, hari eksekusi telah tiba.

Olive harus menahan diri ketika tubuhnya didorong-dorong oleh prajurit istana. Dia tidak bisa memberontak. Kedua tangannya terikat di belakang tubuh. Mulutnya dibekap oleh seutas kain merah. Hanya kaki yang dibelenggu oleh rantai dan membuatnya bisa berjalan di atas panggung kematian. Tidak ada lagi putri yang sangat dimanjakan, Olive bahkan tidak pantas menyandang gelar putri lagi.

Di hadapannya ada lelaki menggunakan jubah serba hitam, wajahnya ditutup oleh topeng. Lelaki tersebut memegang pedang mengkilap, khusus untuk membunuhnya. Ya, dialah algojo yang disiapkan untuk membunuh Olive.

Air mata Olive terkuras habis, tidak ada hal yang bisa dia tangisi lagi. Kematian sudah ada di hadapannya. Disaksikan oleh semua keluarga bangsawan dan rakyat dari Desa Pallas, desa terdekat dengan Kerajaan Lowind. Desa yang diselamatkan oleh ayahnya.

"Cukup sampai di sana." Kedua pengawal menahan tubuhnya dan menekan kuat-kuat untuk berlutut di hadapan seseorang, entah siapa. Olive tidak dapat memikirkan apa-apa saat ini. Lalu suara tersebut kembali bergema, "Alfred bicaralah!"

Tidak lama lelaki di hadapannya membuka suara, "Sebelum eksekusi, apa kamu memiliki pesan terakhir?"

Olive mendongak, ia merasakan para prajurit melepaskan kain yang mengikat pada mulutnya. Lalu dia berucap, "Ya."

"Katakan," ucap Alfred.

Bibir Oliver gemetar. Matanya berkaca-kaca, menatap sang algojo lalu menatap Alfred di hadapannya. Jika pesannya telah dilontarkan, mereka akan membunuh Olive. Tidak mungkin rakyat akan menyelamatkannya. Bahkan tanpa melihat, Olive tahu rakyatnya takut dengan kekuasaan para bangsawan.

"Kenapa?" lirih Olive di depan semua orang. Dia mencoba berdiri, para pengawal membiarkannya.

Langkah kakinya begitu berat. Namun, Olive memaksakan diri untuk maju mendekati rakyat yang berbeda dua meter dengan panggung yang dia pijak. Semakin dekat dengan ujung panggung, para prajurit kembali menahan tubuh Olive. Tidak ada yang peduli jika sebelumnya gadis tersebut adalah anak dari raja mereka.

"Katakan padaku, mengapa keadilan tidak tercipta pada kasus ini?" lontar Olive. Semua rakyatnya bungkam. Menunduk dan bahkan menangis. Mereka baru saja kehilangan raja, lalu sekarang putri satu-satunya raja harus ikut menyusul ayahnyajuga?

"Bawa Putri Olive untuk eksekusi!" seru Lyon yang tengah duduk di antara singgasana khusus anggota keluarga bangsawan.

Olive semakin memberontak, dia menatap ada tunangannya. "Alfred! Aku mohon, bantulah aku! Kamu tahu aku tidak terikat apa pun dengan penyihir. Aku tidak mau mati."

"Maaf, tetapi inilah tugasku, Putri. Prajurit, bawa Olive ke depan tempat eksekusi." Lagi-lagi para prajurit mendorong kasar, menekan tubuhnya hingga condong ke depan.

"Hari ini kebenaran akan kembali diungkap. Putri Olive Sperare, anak dari Raja Kenneth telah menumbuhkan bunga bokor! Bunga para penyihir.

"Merekalah penyihir yang telah membuat kalian kehilangan anak. Merekalah penyihir yang membuat kita kehilangan Raja Kenneth. Lalu kemarin, putri kita telah dikutuk.

"Ia akan menjadi penyihir! Ya, pembunuh manusia. Maka sebelum itu terjadi, semua bangsawan sepakat untuk menghukum mati putri tercinta kita, Putri Olive," jelas seorang pria yang tidak Olive kenal.

Matanya berlinangan air, mengigit kuat bibir bawah hingga terluka. Dia tidak bersalah, bunga bokor tumbuh bukan karena kehendaknya. Apa yang harus dirinya bayar demi hidup normal?

"Aku tidak mau mati," lirih Olive ditengah isak tangisnya.

Pria tersebut sibuk menghasut rakyat. Olive benar-benar ingin memberontak, biarkan dirinya mengatakan fakta! Dia bahkan tidak mengenali bunga bokor. Namun, jika keluarga bangsawan saja tidak peduli ... siapa lagi yang akan memercayainya?

".... Maka di hari penuh duka, disaksikan langsung oleh para leluhur dan Dewa-Dewi kita. Baik, algojo yang bertugas, lakukan tugasmu."

Olive mendongak paksa melihat algojo pilihan semua bangsawan. Tanpa ragu lelaki itu mengangkat tinggi-tinggi pedangnya. Sekali lagi air mata Olive keluar dan matanya tertutup.

Olive memikirkan bagaimana jika ujung tajam itu menembus permukaan kulitnya? Apakah sakit? Memikirkan kepalanya yang akan terlepas dari tubuh pun, Olive sudah tidak kuat. Mual. Jika ini mimpi buruk, tolong cepatlah berakhir. Hanya itu harapan Olive.

"Apa yang kamu lakukan?!" Olive segera membuka matanya, tidak ada rasa sakit di manapun. Namun, telinganya dapat mendengar suara-suara kemarahan para bangsawan pada algojo di hadapannya.

Satu hal lagi yang Olive ketahui, rantai yang mengikat di kakinya sudah terlepas dari genggaman prajurit meski tidak sempurna. Tidak lain penyebabnya adalah algojo itu.

"Mengapa kamu malah memotong rantainya! Kamu harusnya memenggal kepala Putri Olive!" seru para keluarga bangsawan.

"Prajurit!" seru Alfred.

Para prajurit berlari sambil menodongkan pedang. Dengan mudahnya algojo tersebut menangkis dan menumbangkan kedua prajurit hingga jatuh dari panggung kematian. Olive tahu ini aneh, kepalanya seakan diajak berkeliling dengan cara putar-putar dalam dansa.

Saat algojo tersebut semakin mendekat, Olive merangkak mundur. Pedang tajam dengan noda darah para prajurit belum hilang dari sana. Nyatanya, algojo itu malah berjongkok. Dia mengarahkan ujung tajam pedangnya ke tali yang mengikat di tubuh Olive. Setelah terlepas, tangan kirinya yang tidak memegang apa pun menarik topeng dan membuangnya ke sisi luar panggung kematian.

Semua orang membelalak. Alfred membuka mulut dan segera menghampiri. Sementara Olive hanya bisa menyebutkan namanya.

"Kyle?!"

Lelaki itu tersenyum. Tangan kirinya mengulur pada Olive, mengajak gadis tersebut berdiri bersamanya. Lalu, Kyle melihat pada jajaran keluarga bangsawan, tidak termasuk keluarga Knight.

"Kalian lupa satu hal, algojo haruslah dari keluarga Knight," ucap Kyle kepada para bangsawan.

"Kyle, kamu ...," lirih Olive.

Kyle memotong pembicaraan. "Aku minta maaf. Harusnya aku melindungimu dari bahaya."

"Kyle Knight!" teriak Rosalind. Mata gadis itu lebih menyeramkan dari biasanya. Saat itu Kyle kemballi mendengar, "Mengapa kamu berkhianat?!"

"Aku tidak berkhianat," balas Kyle yang ikut menatap tajam Rosalind. Lalu dia menjawab, "Raja menyuruhku untuk menjaga putrinya. Setidaknya itu permintaan terakhir raja dan aku akan selalu menaatinya. Kami para kesatria tidak pernah diajarkan untuk ingkar janji dan tidak menjalankan kode etik."

Pipi Alfred memerah. Dia mengambil belati dari balik bajunya dan mempercepat langkah hingga dia dapat mendekati Olive dan Kyle.

"Kamu tahu apa yang kamu lakukan saat ini salah," tegur Alfred.

Kyle tertawa hambar. "Setidaknya aku bukan tunangan Putri Olive yang hanya menuruti tradisi hukum dan rela membunuh calon pasangan hidupnya sendiri."

Kyle segera bertindak ketika lawan di hadapannya nyaris menghunuskan pedang pada gadis di sampinganya. Segera dia menjauhkan Alfred dengan Olive. Tidak mau jika gadis itu terluka. Ayunan pedang Kyle tidak bisa terus-menerus melindungi Olive dari belati pendek Alfred. Bahkan kini pedangnya terjatuh ke ujung panggung.

Kyle memilih untuk menggendong tubuh Olive dan melarikan diri. Dia melompat dari panggung dan berlari keluar kerajaan. Para rakyat membiarkannya, tidak ada yang berani berurusan dengan panglima muda Kerajaan Lowind.

"Alfred," panggil Rosalind.

Alfred mengangguk. "Prajurit, kejar mereka. Bawa mereka hidup-hidup atau mati. Jika tidak, kalianlah yang harus mati."

Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang