"Aku hanya bisa berharap, kita kembali ke masa lalu dan menghentikan semua kekacauan ini." — Olive Sperare.
•••••
Sudah lima hari Olive melatih panahan di dekat lembah tanpa Kyle. Hanya ada peri kecil yang menemaninya. Dia tidak terganggu, kecuali sebutan 'Mama' yang melekat di mulut peri tersebut.
"Putri," panggil seseorang di belakang Olive.
Olive meletakkan busur di atas batu. Saat berbalik dia menemukan sosok lelaki yang sudah lama tidak dilihatnya. Kyle Knight. Sosok yang tersenyum meskipun banyak perban telah membalut di tubuhnya.
"Kyle!" ucap Olive. Segera dirinya berlari menerjang Kyle dan memeluk sahabat kecilnya. "Syukurlah kamu sudah bangun."
Kyle mendorong pelan tubuh Olive dan menatap lembut. "Maaf membuatmu khawatir, Putri."
"Tidak apa, kamu sudah membayarnya dengan berdiri di hadapanku," balas Olive.
Kyle tertawa, dia lalu memilih berbaring di atas rumput sambil menatap pergerakan awan. Olive mengikuti. Dia berbaring menyamping. Lalu menatap Kyle seolah takut jika dia menutup mata, semua ini hanya imajinasinya saja.
"Mama!"
Olive melirik pada peri kecil yang terbang mengikutinya. Tidur di tengah-tengah keduanya. Saat peri kecil tersebut memberi senyuman termanis, Kyle malah mengerutkan dahi.
Olive melihat gelagat Kyle lalu tertawa. "Dia peri yang membantu kita ke Desa Stowe, Kyle."
"Lalu kenapa dia memanggilmu mama, Putri? Dia anakmu? Ya ampun! Kenapa kamu malah mencubit lenganku?" tanya Kyle.
Olive cemberut. "Dia bukan anakku. Alasannya terlalu rumit Kyle."
"Tunggu, apa peri kecil ini tidak memiliki nama?" balas Kyle. Olive dan peri kecil pun menggeleng. "Sebaiknya kita pilih nama untukmu. Bukan kenapa-kenapa, tetapi aneh rasanya jika seseorang tidak memiliki nama."
"Apa nama itu penting?" tanya peri kecil tersebut sambil menatap Kyle.
Kyle membalas, "Tentu saja, nama itu seperti jati dirimu. Maka dari itu, bagaimana jika kita mencari nama untukmu?"
"Myra?" ucap Olive asal. Kyle dan peri kecil langsung melihatnya.
Ujung runcing telinga peri kecil tersebut naik dan turun. Dia mengepakkan sayap dan memutar diri terus-menerus. Sedangkan kedua manusia saling melirik bingung pada tindakan peri kecil tersebut.
"Nama Myra itu bagus, Mama!" ucapnya.
Olive mengerutkan dahi lalu mengembuskan napas. "Kalau begitu, tolong jangan panggil aku mama. Panggil saja aku Olive."
"Olie?"
"Putri Olive." Kyle membenarkan.
"Olie! Yeay! Makasih Olie." Myra langsung memeluk pipi Olive. Sementara Kyle hanya geleng-geleng melihat kelakukan peri kecil di sampingnya. Mengingatkan dia dengan kelakuan Olive waktu kecil.
Kyle kembali melihat langit. Rindu suasana kerajaan. Di sana, dia tidak bisa bersantai. Selalu berlatih dan berdiskusi dengan keluarga Esmeralda. Di embusan napasnya, Olive langsung melirik.
"Kyle?" Laki-laki tersebut balas melihat. Olive dan Myra tengah bermain.
"Ada apa, Putri?" tanya Kyle.
"Aku punya permintaan, tetapi ini sangat konyol." Kyle melihat Olive yang begitu gugup. Mata indah itu menatap ke arah lain. Namun, malah membuat orang lain semakin penasaran.
"Kenapa?" tanya Kyle lagi.
"Tolong jangan panggil aku putri lagi."
Semilir angin yang berembus melalui mereka tidak lagi terasa menenangkan. Kyle membelak. Hanya lima hari saja dirinya tidak melihat Olive, tetapi apa yang mengubah gadis itu?
"Tapi, Olie ... Kyle bilang nama itu jati diri. Apa Olie mau kehilangan jati diri Olie?" ucap Myra.
Olive mengangguk. "Aku ingin membuang jati diriku sebagai putri. Memulai kehidupan baru di Desa Stowe tanpa peduli perang antara Kerajaan Lowind dan Ranhold."
"Tidak, Putri," tolak Kyle pelan.
"Kyle! Aku hanya ingin memulai kehidupan baru, memakai nama baru dan ... melupakan semuanya." Olive mengeluarkan air mata, seluruh emosi yang dipendamnya sejak lama. Myra menarik diri untuk memeluk pipi gadis tersebut.
Kyle mengembuskan napas. Mengubah posisi menjadi duduk. Olive tidak mengikuti, sibuk menghentikan air mata yang terus keluar.
"Satu-satunya yang bisa menyelamatkan Kerajaan Lowind adalah Anda, Putri," balas Kyle padanya.
"Apa maksudmu? Mereka bahkan ingin menyaksikan kematianku!" Frustasi. Olive kalut. Dia menarik ujung-ujung rambut dengan tangannya sendiri.
"Saat aku bangun, Pak Tua memberitahukan padaku tentang stempel kerajaan Lowind." Olive membuka matanya, langsung mengubah posisi dan menatap mata Kyle yang sedih.
"Bagaimana bisa?"
Kyle geleng-geleng. "'Stempel kerajaan tidak pernah hilang. Dia selalu bersama kalian.' Itu yang Pak Tua katakan. Aku juga tidak mengerti. Namun, itu jelas menegaskan jika kamu adalah putri kerajaan Lowind. Tidak akan berubah."
"Bersama kita? Tidak, itu tidak mungkin. Jelas saat kotak itu dibuka, aku tidak melihat apa-apa," balas Olive bingung.
"Myra pikir Pak Tua benar, Olie. Kyle juga benar. Myra juga selalu melihat Olie sebagai putri yang cantik," celetuk Myra disertai tawa. Entah hanya perasaan Olive saja atau suara Myra mengundang kehangatan.
"Apa pun yang kamu dengar, kamu lihat dan kamu pikirkan jangan sampai menelan kebahagiaanmu terlalu dalam."
Olive terperanjat. Dia langsung berdiri mengingat sosok laki-laki yang ada di mimpinya. Perkataan Pak Tua lima hari lalu membuatnya semakin kuat.
"Olie!" panggil Myra. Sontak dia melihat peri kecil yang terbang di hadapannya. Di atas rambut cokelat itu muncul beberapa kuncup. "Bunga-bunga tumbuh di atas kepala Myra. Dada Myra juga sakit. Uhh."
Myra tiba-tiba berhenti mengepakkan sayap dan jatuh. Segera Kyle menangkupkan tangan agar peri kecil itu tidak jatuh ke tanah. Olive geleng-geleng.
Kyle kebingungan dengan sikap gadis di depannya. Dia memilih menyimpan Myra di tempat yang aman, di atas rerumputan. Mata tajamnya menatap pada Olive.
"Putri, sebenarnya Anda kenapa?" tanya Kyle.
Olive ingin bungkam tetapi tidak bisa. Maka dia membalas sejujur-jujurnya, "Kyle, Pak Tua bilang bunga bokor padaku berarti aku memiliki jodoh seorang penyihir."
"Jodoh?! Lalu apa hubungannya dengan keadaan Myra?" tegas Kyle antara marah dan penasaran.
Olive menutup matanya. "Penyihir itu sedang sekarat, Kyle."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasíaHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...