"Jika kita dipertemukan pada waktu yang tepat, bisakah kamu mempertimbangkan untuk menyimpan namaku di hatimu?" — King Atha.
•••••
"Untuk apa kamu ke mari, Rosalind Esmeralda?" Gadis itu tengah duduk sambil meminum teh mint yang dijamu oleh para pelayan kerajaan. Di hadapannya, Luciel duduk sambil menatap tajam.
Rosalind meletakkan cangkir tersebut kembali ke tempatnya. Senyum manis nan mematikan tercetak jelas dari wajahnya. "Aku datang karena ingin menyerahkan ini."
"Apa ini?" Luciel mengambil gulungan yang disodorkan oleh Rosalind, "jika ini adalah berita genjatan senjata, Raja kami pasti sangat senang."
"Ya, itu salah satunya. Kami tidak memiliki pemimpin semenjak kematian Raja Kenneth dan Putri Olive yang dibawa lari oleh Kyle Knight, mereka benar-benar tidak waras. Maka sebelum melanjutkan peperangan, Kerajaan Lowind akan mengadakan penobatan dan pernikahan di waktu yang berdekatan," jelas Rosalind.
"Penobatan? Siapa?"
Rosalind kembali tersenyum, "Calon suamiku, dari keluarga Viscount."
•••••
Olive tidak tahu di mana dia berada. Kata reruntuhan yang dia ketahui adalah bangunan-bangunan yang telah hancur. Namun, di mana dia sekarang? Hanya rumput hijau, tidak ada tanda-tanda penyihir maupun manusia selain dirinya.
"Olive, apa yang kamu lakukan di sini?" Olive menengok.
"Kya!" pekiknya. Entah sejak kapan lelaki berambut hitam yang jauh lebih tinggi ada di sampingnya.
"Aku bukan hantu. Jangan terkejut seperti itu," balas Atha.
Benar, seharusnya Olive tidak berteriak kencang seperti itu. Syukur tidak ada keluarga Duke seperti di tempatnya. Jika ada, sudah pasti dia dimarahi habis-habisan.
Olive menyilangkan kaki lalu menarik diri untuk memberi hormat pada raja tersebut, meskipun Atha telah membunuh ayahnya. "Maafkan aku, Yang Mulia Atha."
"Panggil aku Atha, kita sedang di luar kerajaan," ucap Atha.
Olive kembali berdiri tegap lalu melihat kedua iris mata biru tua. Gadis itu takut, jika melihat terlalu dalam mata lelaki di hadapannya akan membawanya menyelami bagian dasar lautan. Tiba-tiba saja dia tahu rahasia terbesar, kenyataan yang tidak ingin didengarnya.
Memikirkan apa yang dikatakan Luciel, kematian ayah dan semua tentang bunga bokor membuatnya gila! Olive tahu dia membohongi hatinya sendiri. Menolak lamaran Atha hanya karena sebagian hatinya berharap pada Alfred. Olive belum bisa menerima semua kenyataan ini.
"Olive, mau ikut aku ke reruntuhan?" ajak Atha yang mengulurkan tangan padanya.
Tanpa ragu Olive memberikan tangannya untuk digenggam. Membiarkan lelaki itu menuntunnya dan dia hanya bisa menatap punggung tegap. Rasanya dia pernah melihat punggung itu, mendengar suara berat laki-laki di hadapannya bahkan sebelum mereka bertemu secara nyata. Mimpi ... itu.
Hanya jarak 500 meter ke barat daya, mereka sampai di reruntuhan. Bayangan naga yang berputar-putar di atas membuat Olive mendongak. Sebagian tubuh berupa tulang putih. Menyeramkan, sama seperti saat pertama kali dia melihatnya.
"Kai, kemarilah!" panggil Atha.
Naga tersebut kembali memutar lalu turun dengan mengepakkan sayapnya perlahan-lahan. Besarnya naga hampir menutupi reruntuhan. Atha tetap memgang erat tangan gadis di belakangnya. Seolah-olah kedua tangan itu mampu menghantarkan keberanian untuk Olive.
"Olive," ucap Atha, "Kai adalah naga peliharaanku, tidak perlu takut. Awalnya dia memakan manusia, tetapi sejak aku memeliharanya, dia hanya boleh memakan rusa."
"Tapi waktu itu?!"
Atha mengelus puncak kepala Kai, "Baik aku ataupun Kai sedang kalut. Dia takut kehilanganku. Wajar, kan?"
"Takut? Naga seperti itu ...." Olive tidak bisa berkata-kata lagi. Tatapan tajam dari sang naga membuatnya takut. Tidak hanya itu, bagian tulang-tulangnya pun cukup mengerikan.
"Hubungan pemilik dan peliharaanya sama seperti hubungan orangtua dan anaknya, Olive. Mereka tidak ingin melihat pemiliknya terluka. Kai sudah bersamaku sejak umur tujuh belas tahun, dia seperti orangtuaku," jelas Atha.
"Maksudmu? Aku kira kamu yang menjadi orangtua Kai," balas Olive.
"Tidak. Kai datang ketika aku membunuh semua anggota keluarga kerajaan."
Olive membeliakkan matanya lebar-lebar. "Apa? Mengapa kamu lakukan itu Atha?"
"Membiarkan penyihir dan manusia terus-menerus saling melawan tanpa akhir, bukan pilihanku menjadi seorang raja. Aku terpaksa membunuh semua yang menentang. Tinggal kerajaanmu saja, karena kami sudah siap berdamai," tutur Atha lalu melepas tangannya dari Kai.
Naga tersebut kembali terbang, membuat angin yang lumayan besar mendorong tubuh Olive. Atha berhasil menahan dengan tangan kirinya.
"Atha, ada yang ingin aku tanyakan lagi," ucap Olive yang masih ditahan oleh tangan Atha.
Embusan angin mendadak berhenti, tidak ada angin kencang. Olive memperbaiki posisi dengan berdiri berhadapan dengan raja para penyihir tersebut. Menatap lautan dalam pada mata Atha. Dia sudah siap, lebih tepatnya dia harus siap.
Atha membalasnya dengan wajah datar. "Apa itu?"
"Mengapa kamu tidak ingin membunuh manusia?" Atha mencoba menangkap sinyal pertanyaan dari gadis di hadapannya.
"Kamu mau tahu alasannya?" tanya Atha untuk meyakinkan.
Olive menutup kedua matanya, mengatur napas lalu kembali melihat ke arah laki-laki tersebut. "Ya."
"Olive Sperare," panggil Atha, "sejak aku mengetahui jodohku seorang manusia ... apakah aku harus membunuh kawan-kawan mereka?"
Olive geleng-geleng. Atha memiliki alasan yang masuk akal. Seharusnya dia tidak perlu bertanya.
"Ya, itu alasan klise menurutku. Sejujurnya aku tidak ingin berperang lagi. Mengorbankan seseorang hanya demi wilayah, ujung-ujungnya pun akan kembali peperangan dan musuh baru.
"Satu hal lagi, Olive. Bahkan tanpa bunga bokor yang mengikat takdir. Aku rasa aku akan tetap melanjutkan niatku," ucap Atha. Laki-laki itu melangkah semakin dekat.
"Niat untuk?" balas Olive seraya mundur beberapa langkah.
"Mencintai dan menikah denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hortensia's Tears (END) [dalam Revisi]
FantasyHortensia's Tears : I love you to the moon and back Dalam kehidupan yang ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, cinta dan tahta menjadi paling agung. Semua diatur oleh sang penenun takdir, Dewa Agung. Namun, tidak semua cinta akan berjalan mulus...