Minggu (09.19), 15 Juli 2018
--------------------
Carissa terisak seorang diri di kamarnya. Dia duduk di lantai, dengan kedua tangan bertumpu di sisi ranjang, sementara wajahnya ia benamkan di antara lengannya yang terlipat. Badannya tampak berguncang pelan, menandakan Carissa benar-benar tidak bisa menahan luapan kesedihan dalam hatinya.
Dia tidak bisa membayangkan seburuk apa kehidupannya kelak. Menikah di usia muda, dengan seorang lelaki yang suka bermain perempuan. Rasanya Carissa ingin bunuh diri saja. Tapi dia terlalu menyayangi orang tuanya untuk melakukan hal itu. Mereka sudah cukup terluka atas kematian Clara.
Sungguh, Carissa tidak pernah berniat membantah orang tuanya dan selalu membuat mereka khawatir. Dia hanya melakukan apa yang dia sukai. Namun beginilah akhirnya. Masa depan cerah yang Carissa bayangkan, harus berakhir dengan cara seperti ini.
Ting.
Suara pesan masuk terdengar dari ponsel yang tadi Carissa lempar ke tengah ranjang. Dia mengangkat kepala menatap ponselnya yang menyala, sedikit merasa lega atas interupsi itu. Sejenak Carissa menyeka air mata, lalu meraih ponsel.
Itu alamat apartemenku. Datang kapanpun kau ingin bertemu denganku.
Fachmi.
Carissa kehilangan kata-kata setelah membaca pesan itu. Sekarang dia mengerti mengapa sikap Fachmi mendadak aneh. Dia bahkan bertanya tentang hal-hal yang tidak biasa.
"Datang kapanpun kau ingin." Carissa tersenyum miris saat dia membaca dengan suara pelan kalimat itu.
Ah, apakah si tua mesum itu sudah tahu bahwa hari ini Papanya akan menjatuhkan bom di hadapan Carissa? Pasti iya. Biar Carissa tebak, secara tidak langsung Fachmi meminta dirinya datang ke apartemen lelaki itu saat ini. Mungkin dia akan menghibur Carissa dan melontarkan janji-janji palsu, lalu mencoba mencicipi tubuhnya lebih dulu sebelum pernikahan.
Bukan mustahil hal itu terjadi jika sekarang Carissa datang ke apartemen Fachmi. Apalagi mengingat betapa buruknya reputasi Fachmi selama ini. Sungguh menjijikkan. Tapi mendadak pemikiran itu memberi sebuah ide di kepala Carissa.
Carissa berdiri seraya menyelipkan ponsel di saku celana kainnya. Kemudian dia meraih jaket lalu bergegas keluar kamar. Sama sekali tak ia pedulikan bahwa dirinya belum mandi dan ganti pakaian.
Di luar kamar, langkah Carissa berhenti mendapati sang Mama. Sepertinya sang Mama sudah cukup lama berdiri di sana, tampak ragu hendak mengetuk pintu.
"Mau ke mana?" tanya Destia, berusaha menyamarkan nada khawatir. Dia menatap lekat wajah sang putri yang sangat mirip dengannya. Bahkan Carissa mewarisi wajah kekanakan Destia, namun tidak separah Destia. Dan Destia juga bersyukur Carissa tidak mewarisi tubuh mungilnya.
"Carissa ingin ke suatu tempat," jelas Carissa pelan.
"Boleh Mama tahu?"
"Carissa tidak berniat kabur dari rumah. Hanya ingin ke apartemen Fachmi dan meminta penjelasan darinya."
Diam-diam Destia menghembuskan napas lega. "Mau Mama antar?"
Akhirnya kesabaran Carissa habis. "Tidak bisakah saat ini Carissa mendapat kebebasan sebelum benar-benar berada dalam penjara?"
Dada Destia sakit mendengarnya. Dia sampai berpikir apa ini hukuman karena dulu dirinya kabur dari rumah saat Papanya berusaha menjodohkannya. "Maafkan Mama. Maaf." Destia tertunduk, berusaha menyembunyikan air mata.
Tanpa bisa dicegah, air mata Carissa juga bergulir. Dia ingin memeluk sang Mama namun tidak sanggup melakukan itu. Meski berusaha menerima pilihan orang tuanya, tapi tetap saja, ada kemarahan terpendam dalam hati Carissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Wedding (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Fachmi tidak tahu apa yang menarik dari seorang Carissa Aldira Prayoga. Dia hanyalah gadis SMK dengan tubuh rata tak berlekuk. Sama sekali bukan tipe Fachmi dan dirinya yakin tidak merasakan hal konyol yang disebut...