11. Sakit yang Disengaja

138K 9K 382
                                    

Rabu (16.14), 07 November 2018

-----------------------

Fachmi pulang sebelum makan siang seperti janjinya. Senyum tertahan tampak di bibirnya saat dia membuka pintu apartemen lalu masuk.

"Om sudah pulang?"

Langkah Fachmi terhenti mendapati Carissa tengah menunggunya. Dia harus memastikan tak ada jejak senyum di wajahnya agar Carissa tidak curiga. Sama sekali tidak sulit karena dirinya memang agak kesal setelah mendengar panggilan Carissa.

"Pertanyaan yang tidak penting. Mas sudah di sini. Berarti memang sudah pulang." Fachmi berjalan melewati Carissa.

Carissa merengut di belakangnya. Padahal dirinya sudah merendahkan diri untuk menyapa si tua mesum itu. Ah, tapi sebenarnya yang tadi itu refleks. Carissa merasa bosan di rumah dan mendadak senang mengetahui Fachmi sudah pulang.

DUKK!

"Ugh!" Carissa meringis seraya mundur dan menggosok keningnya yang tadi membentur punggung keras Fachmi.

Fachmi berbalik dan senyum geli muncul di bibirnya. "Kamu terlalu rindu sama Mas, ya? Kalau mau peluk, peluk aja."

Carissa melotot. Sejak kapan Fachmi jadi genit begini? "Apaan sih, Mas... eh, Om? Om berhenti mendadak. Lain kali kalau mau berhenti, nyalakan lampu sein dulu. Jadi yang di belakang bisa waspada dan ngurangi kecepatan."

Fachmi terbahak. Dengan gemas, dia mencubit salah satu pipi Carissa. "Kamu pikir Mas motor, hm?"

"Ih, Om! Sakit!" Carissa meringis seraya berusaha melepaskan tangan Fachmi dari pipinya.

Fachmi masih terkekeh saat menjauhkan tangannya. "Jadi, kita makan siang mie instan?"

"Kalau mau makan di restoran aku juga tidak keberatan. Tapi Om yang bayar," Carissa nyengir.

"Mas sedang malas keluar rumah lagi. Ayo masak mie instan saja."

Carissa mencibir. "Pelit."

"Memang," balas Fachmi tanpa rasa bersalah.

***

Dua mangkuk mie instan sudah terhidang di atas meja makan. Aromanya menguar memenuhi udara. Carissa tidak pernah merasa segirang ini karena hendak memakan mie instan. Coba kalau Mamanya tahu dan melihat tumpukan makanan instan yang dibeli Fachmi dan Carissa tadi, dia pasti langsung pingsan.

"Sayang, boleh minta buatkan teh hangat?"

Carissa yang hendak duduk mengurungkan niat. Dia menatap kesal ke arah Fachmi namun tidak membantah. Segera dia berbalik untuk kembali berkutat di depan kompor.

Melihat Carissa membelakanginya, buru-buru Fachmi mengeluarkan bungkusan kecil dari saku celananya. Segera Fachmi membuka lipatan kertas itu lalu menuangkan bubuk di dalamnya ke mangkuk mie. Seolah tidak terjadi apapun, dia menyelipkan bungkusan kertas yang sudah kosong itu ke dalam sakunya kembali, lalu duduk di kursi meja makan seraya mengaduk mienya.

Selang beberapa saat, Carissa datang sambil membawa dua gelas teh hangat lalu duduk di seberang Fachmi. Kemudian keduanya makan dalam diam, membiarkan keheningan menyelimuti mereka.

Namun berbeda dengan Carissa yang makan dengan semangat dan riang, Fachmi makan dengan perasaan waswas. Semakin banyak dia menyuapkan mie ke dalam mulutnya, semakin ngeri perasaannya. Bahkan keringat dingin sudah mengalir di pelipis Fachmi, seolah dia tengah terpaksa menelan racun.

Yah, memang bukan racun, tapi mirip. Semoga Om Gabriel memberikan dosis yang paling ringan.

"Wah, kenyang!" seru Carissa senang begitu mie di mangkuknya tandas.

Accidentally Wedding (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang