Jumat (19.55), 26 Oktober 2018
Ada yang sekedar kangen atau kangen berat? Hahahaha.....
--------------------------
Rasa hangat yang mulai familiar menyelimuti Carissa. Perlahan kelopak matanya terangkat dan tatapannya langsung terpaku pada dada telanjang Fachmi. Mata Carissa melebar. Kini mereka berbaring berhadapan. Lengan Fachmi memeluknya erat sementara wajah Carissa menempel di dada Fachmi. Seketika, wajah Carissa terasa panas karena malu.
Menggeliat pelan, Carissa berusaha melepaskan diri dari rengkuhan lengan Fachmi. Rupanya Fachmi masih terlelap hingga tidak menyadari bahwa Carissa mulai turun dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi.
Napas Carissa terengah ketika dia menyandarkan punggung di pintu kamar mandi. Jantungnya berdegup sangat cepat. Sejak menikah, memang ini bukan kali pertama Carissa terjaga dalam dekapan Fachmi. Tapi jelas ini pertama kalinya dia terjaga dalam pelukan Fachmi yang tengah bertelanjang dada. Dan itu membuatnya teringat kejadian di kamar mandi kemarin siang.
Arghh!
Buru-buru Carissa menyelinap ke bilik shower untuk menghentikan otaknya yang mulai berkelana. Lalu dia mandi sambil bertanya-tanya dalam hati kapan Fachmi melepas pakaiannya? Atau apakah semalam lelaki itu memang berbaring dengan bertelanjang dada? Kalau tahu begitu, Carissa tidak akan mau tidur di samping si tua mesum itu.
Selesai mandi, Carissa membuka pintu pelan lalu mengintip ke arah ranjang. Napas lega berembus dari sela bibirnya melihat Fachmi masih tidur nyenyak. Sambil berjingkat, Carissa menuju lemari, mengambil kaus longgar dan celana pendek serta dalamannya lalu kembali ke kamar mandi untuk mengenakannya.
Desah lelah terdengar dari sela bibir Carissa saat dia berjalan menuju dapur. Dirinya belum terbiasa berbagi kamar dengan seseorang. Apalagi orang itu adalah lelaki yang jauh lebih tua darinya. Sangat tidak nyaman dan membuatnya gelisah sepanjang waktu. Padahal apartemen ini kini menjadi rumahnya. Tapi Carissa sama sekali tidak tenang. Dan itu membuatnya merindukan rumah orang tuanya.
"Astaga, bagaimana ini?" pertanyaan bernada cemas itu terlontar begitu saja dari bibir Carissa saat mendapati makanan yang disiapkan mamanya mulai basi. Beberapa menguarkan aroma tak sedap dan yang lain tampak berubah menjadi cairan kental seperti ingus. Ugh! Sangat menjijikkan.
Carissa segera mengeluarkan makanan itu dari lemari pendingin lalu membungkusnya dengan kantong kresek. Dia berbalik hendak membawa keluar makanan yang sudah berubah menjadi sampah itu tapi langkahnya berhenti mendapati Fachmi tengah berjalan memasuki dapur dengan tubuh tampak segar sehabis mandi.
"Makanannya sudah basi?" tanya Fachmi begitu berdiri di depan Carissa.
Carissa merengut sedih seraya mengangguk pelan.
Fachmi mendesah. "Lalu kita harus makan apa?"
Mata Carissa menyipit curiga. "Kau tidak berpikir untuk menyuruhku memasak, kan?"
Fachmi menampilkan raut datarnya yang biasa. "Kau mau?"
Carissa melotot. "Jangan harap! Lagipula aku memang tidak bisa memasak. Mama saja tidak pernah menyuruhku masak." Setidaknya sebelum aku menikah, lanjut Carissa dalam hati seraya meringis.
Mendadak Fachmi tersenyum, membuat Carissa makin waspada. "Sudah kubilang, aku akan belajar menjadi suami yang baik. Aku tidak akan memaksamu melakukan sesuatu yang tidak ingin kau lakukan."
"Kalau begitu, pagi ini kita akan sarapan apa?" tanya Carissa hati-hati.
"Ada rumah makan sederhana di dekat sini. Tapi masakannya lezat. Kita sarapan di sana lalu membeli makanan instan di minimarket."
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Wedding (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Fachmi tidak tahu apa yang menarik dari seorang Carissa Aldira Prayoga. Dia hanyalah gadis SMK dengan tubuh rata tak berlekuk. Sama sekali bukan tipe Fachmi dan dirinya yakin tidak merasakan hal konyol yang disebut...