19. Sampai Ketemu Lagi

136K 8.2K 165
                                    

Senin (23.43), 17 Desember 2018

---------------------------

Mas, hari ini aku tidak pulang. Aku akan menginap di rumah temanku, Githa.

Fachmi menatap lama pesan yang baru diterimanya dari Carissa. Otaknya kacau memikirkan harus melakukan apa saat ini.

Gadis itu benar-benar pergi menjauh darinya. Bahkan mungkin Carissa takut bertemu dengannya lagi. Fachmi memejamkan mata seraya memijit keningnya dengan satu tangan. Tangan yang lain yang memegang ponsel menggenggam kuat, seakan hendak meremukkan ponsel itu.

Apa yang harus dirinya lakukan? Mengancam Carissa dan memaksanya pulang atau membiarkannya menjauh? Tapi bagaimana jika Carissa tidak kembali lagi?

Tok tok tok.

Klek.

Pintu ruangan Fachmi terbuka. Tanpa melihat dia tahu siapa yang masuk. Hanya Bram atau keluarganya yang boleh masuk ke ruangannya tanpa perlu minta izin.

"Pak, saya perlu-"

Fachmi mengangkat tangan sebagai isyarat agar Bram diam. Dia sedang tidak ingin memikirkan apapun sekarang selain cara menghadapi Carissa.

Klek.

Kembali pintu ruangan Fachmi terbuka. Bram menoleh dan langsung menunduk memberi hormat pada lelaki yang begitu mirip dengan Fachmi. Siapa lagi kalau bukan saudara kembar Fachmi? Farrel Aditama Effendi.

"Apa urusanmu dengan Fachmi sudah selesai?" tanya Farrel dengan senyum manisnya yang seolah sudah menjadi bagian dari dirinya. Berbeda dengan Fachmi yang lebih suka menampilkan raut dingin dan datar.

"Sebenarnya belum. Saya perlu tanda tangan Pak Fachmi."

"Apa itu bisa ditunda?"

"Ah, ya. Tentu saja." Bram langsung mengerti itu adalah isyarat bahwa Fachmi tidak bisa diganggu saat ini. "Kalau begitu saya permisi dulu."

Farrel mengangguk kecil. Setelah Bram keluar dari ruangan, dia berjalan ke minibar di sudut ruangan, menuangkan minuman ke dalam dua gelas lalu membawanya ke sofa.

"Kau mau terus berkutat dengan pikiranmu di situ atau bergabung bersamaku?" tanya Farrel kemudian.

Fachmi menyandarkan punggung di kursinya, menghela napas sejenak lalu akhirnya berdiri menghampiri Farrel. Seraya duduk di sebelah saudara kembarnya itu, dia melonggarkan dasi yang mendadak terasa mencekik lehernya dan melepas kancing teratas kemeja.

"Ada apa? Perasaanmu menggangguku. Aku jadi tidak bisa bekerja." Farrel mulai menginterogasi.

Tanpa menjawab, Fachmi menyodorkan ponsel di tangannya yang masih menampilkan pesan dari Carissa. Farrel mengambil ponsel itu lalu tersenyum geli membaca pesannya.

"Kau cemas dan gelisah karena istrimu menginap di rumah teman?" Farrel terkekeh. "Makanya jangan menikahi anak kecil yang masih sekolah."

Fachmi mengembuskan napas lelah. "Masalahnya aku membuat kesalahan kemarin. Kesalahan fatal. Kurasa Carissa sedang melarikan diri dariku."

Salah satu alis Farrel terangkat. "Kesalahan apa?"

"Aku-aku memaksa meminta hakku sebagai suami."

Farrel terbelalak. "Kau gila?!" tanyanya dengan nada tinggi.

Fachmi meremas rambutnya sendiri. Dia semakin merasa bersalah. "Aku sendiri tidak mengerti ada apa denganku. Kemarin aku amat marah hingga lepas kendali."

Mendadak Farrel tertawa geli. "Maksudku, kau gila kenapa baru kemarin meminta hakmu sebagai suami? Kalian sudah menikah sekitar tiga minggu, kan? Kalau aku tidak mungkin bisa menahan diri. Aku pasti akan langsung menerkam Carissa di hari pertama."

Accidentally Wedding (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang