Jumat (22.14), 30 November 2018
-----------------------
Destia tampak senang melihat Carissa bersedia belajar masak atas kehendaknya sendiri. Sesekali dia tertawa kecil karena dapurnya yang biasanya tenang berubah heboh. Carissa bukanlah seorang gadis yang tenang. Acara memasaknya diselingi seruan-seruan kaget yang membuat suasana jadi ramai.
"Mama!" pekik Carissa entah untuk keberapa kali.
"Kenapa lagi?"
"Ma, lihat! Lengan Carissa terciprat kuah." Carissa merengek seperti anak kecil yang mengadu pada ibunya.
"Tutup pancinya, Sayang."
Alan yang melihat itu tertawa geli di belakang mereka, membuat Carissa menoleh dan melemparkan tatapan kesal ke arah papanya.
"Papa tidak kembali ke kantor?" tanya Carissa kesal.
Sambil menahan tawa, Alan berkata, "Papa senggang siang ini. Jadi punya banyak waktu untuk menertawakan putri papa yang sudah mulai dewasa." Alan kembali tergelak.
"Ma..."
"Papa jangan ganggu!" Destia melotot memperingatkan. "Lebih baik Papa temani Fachmi daripada mengganggu kami di sini."
Senyum jahil Alan semakin lebar. "Fachmi sudah tidur. Wajahnya kelihatan pucat. Apa dia sakit? Atau keracunan makanan? Apa itu sebabnya Carissa mendadak mau belajar masak?"
Destia tertegun lalu perlahan menoleh ke arah Carissa. "Benar begitu? Fachmi keracunan?"
Carissa tertunduk. Lalu beberapa saat kemudian tubuhnya berguncang pelan diselingi isak tertahan. Buru-buru Destia menghampiri Carissa lalu memeluknya erat. Dia menoleh ke arah Alan dengan tatapan bertanya.
Alan sendiri hanya bisa meringis sambil mengangkat bahu. Padahal dia hanya bermaksud menggoda Carissa. Tapi sepertinya menantunya memang keracunan gara-gara masakan Carissa.
"Sebaiknya Papa ke ruang kerja saja," gumam Alan. Tapi sebelum keluar dapur, dengan jahil dia bertanya, "Hmm, Fachmi tidak akan mati di rumah kita, kan?"
"PAPA!" Carissa berteriak kesal sementara Alan tergelak seraya buru-buru melarikan diri sebelum spatula melayang ke kepalanya.
***
Carissa berkacak pinggang menatap makan malam yang tersaji di meja makan dengan senyum bangga. Semua itu adalah hasil tangannya. Yah, walau masih dengan bantuan mamanya, tapi bisa dibilang, Carissa yang memasak semua itu. Buktinya adalah bercak-bercak merah yang kini mewarnai lengannya karena cipratan minyak dan kuah serta plester di telunjuk dan jari tengahnya karena teriris pisau. Semua itu adalah bukti betapa keras usaha Carissa untuk memasak makanan ini.
Kini giliran Fachmi yang harus mencicipi masakan Carissa. Tadi di rumah orang tua Carissa, Fachmi hanya tidur dan langsung mengajak pulang begitu Carissa selesai masak. Terlihat jelas dia belum sembuh benar hingga orang tua Carissa memaksa agar mereka diantar sopir.
Tiba di rumah, Fachmi langsung berbaring kembali di sofa ruang tamu. Carissa hanya sempat melepas sepatu yang Fachmi kenakan sebelum bergegas ke dapur untuk menyajikan makanan. Ini sudah waktunya makan malam. Fachmi harus segera makan dan minum obat.
Tiba di sofa tempat Fachmi berbaring, Carissa berlutut di samping sang suami. Refleks telapak tangannya menangkup kening Fachmi untuk mengukur suhu tubuhnya. Tidak panas. Tapi wajahnya tampak pucat seperti kata papanya tadi.
"Mas, ayo makan dulu." Carissa menepuk pelan pipi Fachmi.
Di tepukan kedua, Fachmi menggeliat seraya membuka mata. "Hm?"
"Makan dulu," Carissa mengulang ajakannya.
"Bisa suapi saja? Rasanya Mas tidak punya tenaga untuk bangun."
Carissa mengerucutkan bibir. "Tapi aku sudah menata makan malam seperti yang diajarkan Mama. Padahal aku ingin memamerkannya pada Mas."
Fachmi menahan senyum geli seraya mengacak pelan rambut Carissa. "Baiklah. Ayo, Mas ingin lihat hasil karyamu."
***
Carissa tidak pernah merasa sesenang ini melihat seseorang makan dengan lahap. Rasanya dada Carissa mengembang bangga melihat Fachmi menghabiskan masakannya sambil sesekali berseru memuji bahwa masakan Carissa sangat lezat.
"Hmm, enak," gumam Fachmi. Detik berikutnya terdengar sendawanya yang mengundang tawa Carissa.
"Udangnya mau dihabiskan?" tanya Carissa sambil menyodorkan sepiring udang krispi.
Fachmi menggeleng seraya mengelus perutnya. "Sudah tidak ada tempat, Sayang."
Carissa tertawa kecil. Untuk pertama kalinya dia tidak merasa kesal mendengar panggilan yang biasa Fachmi gunakan untuknya.
"Kalau begitu, Mas kembali ke kamar. Biar aku yang membereskan tempat ini."
Carissa berdiri lalu mulai menumpuk piring kotor. Fachmi turut berdiri tapi bukannya menuruti saran Carissa, dia malah membantu gadis itu membereskan meja makan.
"Mas kembali saja ke kamar. Nanti kubawakan obatnya setelah selesai mencuci piring-piring kotor ini."
Mengabaikan ucapan Carissa, Fachmi mengambil alih piring kotor di tangan Carissa lalu menumpuknya di bak cuci piring. "Kamu sudah susah payah memasak. Setidaknya biar Mas membantu mencuci piring."
"Tapi-"
Cup.
Fachmi tersenyum manis melihat Carissa langsung membeku setelah ia mengecup bibirnya sekilas. "Sama sekali bukan masalah hanya mencuci seperti ini."
Butuh beberapa saat sampai Carissa lepas dari rasa terkejutnya dan bisa bersuara kembali. "Ngghh, baiklah kalau Mas memaksa."
Carissa menghela napas beberapa kali untuk menenangkan debar jantungnya yang menggila seraya berjalan ke kamar untuk menyiapkan obat Fachmi.
Melihat Carissa hendak meninggalkannya seorang diri di dapur, Fachmi terbelalak. Padahal dia berharap Carissa menawarkan diri hendak mengelap piring yang sudah dia cuci. Atau apapun untuk membantunya dan bukannya malah pergi begitu saja.
"Sayang, mau ke mana?"
Carissa berhenti lalu menoleh. "Kalau Mas yang mau membereskan dapur, aku ke kamar saja untuk menyiapkan obat Mas. Sekalian mengganti seprai agar tidur Mas lebih nyaman."
Mendengar itu, Fachmi nyengir. "Kenapa tidak kita kerjakan bersama-sama saja?"
"Buang waktu. Biar cepat selesai kita bagi tugas saja." Tanpa menunggu tanggapan lagi, Carissa langsung berbalik meninggalkan Fachmi. Tadi dia tidak berniat mengganti seprai. Tapi karena Fachmi bersikeras mencuci piring, jadi dia berinisiatif mengganti seprai. Dan sebaiknya ia bergegas agar kamar sudah tidak berdebu begitu Fachmi bersiap tidur.
Fachmi ternganga melihat punggung Carissa yang menjauh. Dirinya benar-benar ditinggal untuk mencuci semua piring ini sendirian? Seharusnya Carissa mengerti bahwa Fachmi ingin membereskan dapur dan mencuci piring berdua dengannya. Apa bahasa tersiratnya kurang jelas?
Grrr!
Fachmi menggeram kesal sambil memperhatikan tumpukan piring dalam bak cuci. Tidak ada pilihan lain. Dia harus segera menyelesaikannya agar bisa lekas tidur.
------------------------
~~>> Aya Emily <<~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Wedding (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Fachmi tidak tahu apa yang menarik dari seorang Carissa Aldira Prayoga. Dia hanyalah gadis SMK dengan tubuh rata tak berlekuk. Sama sekali bukan tipe Fachmi dan dirinya yakin tidak merasakan hal konyol yang disebut...