Minggu (22.11), 09 Desember 2018
--------------------------
Carissa bergeser semakin merapatkan diri dalam pelukan Fachmi. Di luar hujan. Udara dingin membuatnya menggeliat mencari kehangatan tanpa sadar.
Hmm, nyaman.
Gadis itu menggosokkan wajahnya seraya mengendus aroma yang semakin familiar. Dia mendesah, semakin hanyut dalam buai mimpi.
Berbeda dengan Fachmi yang sudah terjaga sejak dua puluh menit lalu dan semakin gelisah. Terutama karena Carissa persis seperti anak kucing saat menggosok-gosokkan wajahnya ke leher Fachmi.
Tubuh Fachmi menegang. Dia berkeringat di antara udara yang dingin. Sungguh, rasanya dia ingin mendorong Carissa menjauh lalu bergegas ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Atau sebaliknya, mencumbu gadis itu dan menuntaskan gairahnya. Tapi-yang dia lakukan malah hanya berdiam diri memeluk Carissa, menikmati kedekatan tubuh mereka yang makin lama makin membuatnya kecanduan.
Fachmi menunggu beberapa saat lagi. Lalu dia melirik jam di atas nakas. Sudah waktunya mereka bangun. Hari ini hari pertama Carissa masuk sekolah setelah masa magang. Sejak kemarin dia tampak bersemangat untuk kembali bertemu teman-temannya. Pastinya hari ini dia tidak ingin terlambat tiba di sekolah.
Sudah satu minggu berlalu sejak Carissa ikut tawuran dan membuat dirinya sendiri terluka. Namun sampai kini Fachmi belum mendapat ide hendak melakukan apa agar gadis itu berhenti. Sempat terpikir meminta haknya dan membuat gadis itu hamil. Carissa pasti akan lebih hati-hati jika ada bayi dalam perutnya, kan? Untuk masalah pendidikan, tinggal menyekolahkannya secara homeschooling. Jadi dia tidak harus putus sekolah.
Tapi Fachmi juga memikirkan perasaan Carissa. Dia terbiasa bersama teman-temannya. Dia suka kebebasan. Suatu keajaiban gadis itu bisa dipaksa menikah dan terikat dengan Fachmi. Karena itu, Fachmi tidak berani mencoba peruntungannya lebih jauh. Bisa-bisa bukannya membuat Carissa lebih baik, dia malah merusak gadis itu. Jangan sampai dia menjadi pemberontak karena merasa kebebasannya direnggut.
Karena itu hingga kini Fachmi belum melakukan apapun. Dia hanya menjalani hari-harinya seperti biasa. Bahkan sama sekali tidak mencoba membahas tawuran itu.
"Sayang, waktunya bangun," gumam Fachmi pelan seraya membelai pipi Carissa. Sengaja dia memundurkan tubuhnya sedikit hingga bisa menatap wajah Carissa yang masih lelap.
Fachmi tersenyum geli saat tidak ada tanggapan. "Ayo, bangun. Mau pergi sekolah, kan?"
Erangan kesal terdengar dari sela bibir Carissa. "Engh, lima menit lagi." Lalu dia melingkarkan lengannya di pinggang Fachmi seraya membenamkan wajah di dada suaminya itu.
Fachmi mengernyit karena Carissa makin menempel pada tubuhnya. "Apa perlu Mas bangunkan dengan sedikit paksa?" tanyanya dengan suara serak
Tidak ada tanggapan.
Mata Fachmi berkilat. Tanpa peringatan dia memegang rahang Carissa dengan satu tangan lalu mendongakkannya. Perlahan Fachmi menunduk, mengecup bibir Carissa lembut pada awalnya, kemudian melumatnya kasar.
"Enghh."
Terdengar erangan lembut dari tenggorokan Carissa, membuat pikiran Fachmi dipenuhi kabut. Dia semakin kesulitan menahan diri dan mulai hilang kendali.
Entah sejak kapan, mata Carissa sudah terbuka. Tapi bukannya membantu Fachmi mengembalikan kewarasannya, gadis itu malah menyambut ciuman Fachmi seraya memindahkan tangannya ke tengkuk Fachmi, menarik kepala lelaki itu mendekat.
"Hmm, Carissa." Fachmi mendesah saat dirinya menarik diri untuk mengambil napas. Tak kuasa lagi menahan diri, dia mendorong lembut Carissa agar telentang seraya menindih tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Wedding (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Fachmi tidak tahu apa yang menarik dari seorang Carissa Aldira Prayoga. Dia hanyalah gadis SMK dengan tubuh rata tak berlekuk. Sama sekali bukan tipe Fachmi dan dirinya yakin tidak merasakan hal konyol yang disebut...