4. Si Dingin Fachmi

170K 9.9K 284
                                    

Senin (05.18), 23 Juli 2018

--------------------------

Selesai mandi, dengan handuk melilit tubuh Carissa membuka lemari Fachmi untuk mencari-cari pakaian yang bisa ia gunakan. Komentar Fachmi tentang dirinya yang bau membuat Carissa kesal lalu tanpa pikir panjang membasahi pakaiannya. Begitu keluar dari kamar mandi, barulah Carissa teringat bahwa dirinya tidak memiliki pakaian ganti. Dan yang lebih buruk, Fachmi tidak memiliki satupun jubah mandi yang bisa Carissa gunakan.

Kemeja besar hingga mencapai tengah paha menjadi pilihan Carissa. Lalu dengan wajah memerah, dia juga mengambil celana boxer Fachmi, mencari yang paling kecil.

Setelah boxer dan kemeja ia kenakan, Carissa berdiri di depan cermin untuk menilai penampilannya. Tidak terlalu buruk. Hanya saja, dia merasa tidak nyaman saat bergerak karena tidak mengenakan pakaian dalam.

Di luar kamar, Carissa celingak-celinguk mencari keberadaan Fachmi. Samar-samar ia mendengar suara dari ruang tengah lalu memilih mencari sumber suara. Rupanya suara itu berasal dari TV yang sedang menayangkan siaran ulang pertandingan sepak bola. Sementara itu Fachmi tampak berbaring di sofa panjang yang menghadap TV.

Hampir lima menit berdiri di dekat sofa tempat Fachmi berbaring, Carissa mulai bergerak-gerak gelisah. Entah apakah Fachmi memang tidak menyadari kehadirannya ataukah sengaja mengabaikan dirinya.

"Hmm, Pak. Sebaiknya saya pamit pulang."

Mendengar suara Carissa, Fachmi menoleh, membuat tatapan mereka beradu. "Pak?" tanya Fachmi dengan salah satu alis terangkat.

"Yah, mau bagaimana lagi? Anda memang atasan saya." Bukannya tanpa alasan Carissa kembali menggunakan panggilan formal. Dia berharap hal itu bisa mengurangi perasaan canggungnya setelah Fachmi menyuruhnya melepas pakaian. Carissa tentu belum bisa melupakan kejadian itu. Dia benar-benar sudah berhasil mempermalukan diri sendiri di depan Fachmi.

"Di kantor, ya. Tapi di rumah, kau adalah calon istriku."

Di rumah?

Carissa menggigit bibir. Kenapa kedengarannya begitu intim padahal itu hanya kata-kata sederhana yang biasa diucapkan dalam percakapan.

"Kau-benar-benar serius ingin menikahiku? Atau apakah Papa dan Om Rafka mengancammu?"

"Tidak ada yang bisa memaksaku melakukan apa yang tidak kuinginkan. Jika aku bersedia menikahimu, berarti itu memang keinginanku."

Dasar tua mesum!

"Baiklah, kurasa-"

"Duduk di sini." Fachmi menepuk sofa di dekat pahanya berada.

Carissa menatap tempat yang Fachmi tunjuk lalu paha lelaki itu. Kegelisahan semakin meliputi hati Carissa saat ia membayangkan dirinya duduk di sana, yang otomatis pasti bersandar di paha lelaki itu.

"Tidak." Carissa menggeleng. "Ini sudah larut malam. Aku harus segera pulang."

"Aku sudah menelepon Om Alan dan meminta izin agar kau bisa menginap di sini."

"Apa?!" Nyaris saja Carissa menjerit. "Kenapa repot-repot melakukannya? Aku tidak akan menginap. Aku akan pulang sekarang juga."

Carissa hendak berbalik namun ia membeku mendengar ucapan Fachmi. "Silakan pulang tapi jangan bawa pakaianku. Aku sedikit pelit untuk urusan barang-barang pribadi dan lagi, kau mengambil kemeja kesukaanku."

Carissa ternganga, lalu perlahan ia menoleh kembali ke arah Fachmi. "Jadi, kau menyuruhku pulang telanjang?"

Dengan santai Fachmi kembali mengalihkan perhatian ke arah TV. "Kau boleh tetap memakainya di sini. Aku tidak akan khawatir pakaianku hilang atau rusak karena bisa mengawasimu."

Accidentally Wedding (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang