Minggu (22.10), 23 September 2018
----------------------
Pagi ini Carissa disambut dengan kilatan lampu blitz begitu membuka mata. Dalam keadaan bingung, dia menggosok matanya untuk menjernihkan penglihatan. Dan ternyata yang Carissa dapati adalah sosok Fachmi di sampingnya dengan sebuah ponsel di tangan.
"Sedang apa kau?" tanya Carissa bingung.
"Selamat pagi, istriku." Fachmi mengabaikan pertanyaan Carissa dan memilih menyapa dengan nada datar andalannya.
"Istri?" Carissa mengerutkan kening, tampak jelas belum sepenuhnya lepas dari alam mimpi. Tapi dua detik kemudian, matanya melebar ketika ingatan membanjiri otaknya. "AA-ehmpp!"
Fachmi yang sudah menebak Carissa pasti akan berteriak langsung membekap mulut gadis itu seraya menindih tubuhnya. Ponsel yang semula ia pegang entah dilepas di mana.
"Hhmmpp!" Carissa menggeliat namun dirinya sama sekali tidak bisa melepaskan diri. Kedua tangannya dicekal salah satu tangan Fachmi sementara lelaki itu menindih tubuhnya.
"Ckckck, itu kebiasaan buruk, Sayang. Aku baru tahu ternyata kau hobi berteriak."
"Hhmmpp!"
"Morning kiss? Tentu saja. Asal kau berjanji tidak berteriak."
Mata Carissa semakin melebar, membuat Fachmi nyaris tidak bisa menahan tawanya. Tapi saat ini dia berhasil tetap mempertahankan raut datarnya.
"Engghhh... mhhpp!"
"Apa? Kali ini aku tidak mengerti." Sengaja Fachmi mendekatkan wajahnya hingga bibir mereka hanya terhalang tangan Fachmi yang masih membekap mulut Carissa. "Kau ingin bulan madu sekarang?"
Carissa menggeleng-geleng, tapi kali ini berhenti menggeliat. Dia hanya menampilkan sorot mata memelas agar Fachmi melepaskannya.
Melihat itu, sudut bibir Fachmi terangkat membentuk senyum mengejek. "Sudah kubilang, aku tidak akan meminta hakku sekarang. Jadi tidak perlu berteriak-teriak seolah kau korban yang hendak kuperkosa."
Perasaan kesal merasuki hati Carissa mendengar ejekan Fachmi. Dirinya bukan sengaja berteriak. Itu refleks karena Carissa merasa terancam. Bagaimanapun Fachmi adalah lelaki dewasa yang kini memiliki hak menyentuh dirinya secara intim. Sementara Carissa masih remaja yang belum siap ke tahap itu. Harusnya Fachmi mengerti keadaannya.
"Aku akan melepasmu kalau kau berjanji tidak berteriak," lanjut Fachmi.
Tidak ada yang bisa Carissa lakukan selain mengangguk. Perlahan Fachmi melepas mulut Carissa lalu tangannya. Melihat gadis itu tenang, dia menjauhkan dirinya yang semula menindih tubuh Carissa lalu berbalik mencari ponselnya di antara selimut yang kusut.
Saat itulah Carissa memiliki kesempatan untuk membalas Fachmi. Dengan cepat dia bangkit dari posisi berbaringnya lalu mengalungkan lengan di leher Fachmi dari belakang.
"Hei, apa-argghh!"
Refleks Fachmi berteriak saat Carissa menggigit sisi lehernya dengan keras. Benar-benar keras hingga Fachmi berpikir gigi gadis itu menancap di lehernya seperti vampir yang menghisap darah korban.
Sebelum Fachmi menahan tubuhnya lagi, Carissa buru-buru melepaskan diri lalu berlari cepat ke arah kamar mandi. Tak lupa ia mengunci pintu kamar mandi lalu menyandarkan punggung di sana untuk meredakan debar jantungnya.
"Rasakan itu," gumam Carissa dengan senyum senang yang perlahan muncul. "Cih, ternyata kau berteriak lebih keras dari perempuan." Setelahnya Carissa mandi dengan perasaan bangga pada dirinya sendiri. Tapi hanya sekejap. Detik berikutnya dia dihantui rasa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Wedding (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Fachmi tidak tahu apa yang menarik dari seorang Carissa Aldira Prayoga. Dia hanyalah gadis SMK dengan tubuh rata tak berlekuk. Sama sekali bukan tipe Fachmi dan dirinya yakin tidak merasakan hal konyol yang disebut...