Sadar

96 14 11
                                    

(22.34Wib)

Dingin merasuki bangunan puisi.
Menyusup dari bilik-bilik diksi yang ringkih.
Menjadi bait diantara reruntuhan rima yang belum selaras.
Atau perumpamaan yang masih belum sempat dibahas.

Kuperkenankan kau atau siapa saja merasukinya sekali lagi.
Maka wajahmu akan terlukis pada bait setelahnya.
Sepasang kata-kata tertawa dari raut netra yang indah.
Kemudian tubuhmu hilang diterkam kerumunan orang.
Dan kau akan bilang bahwa memang belum sempat ada bahagia yang begitu nyata.

Terkadang memang kita harus menjadi penyelam pikiran.
Menuju palung terdalam
dari misteri-misteri yang enggan dirangkul dengan lengan yang kotor.
Tapi sesekali menjadi bagian dari kedalamannya yang sangat sulit dijangkau.

Maka kau temui aku dalam ketidaktahuan.
Aku menyelam jauh.
Kutemui kau dalam kebodohan seperti mata ikan yang picing dimakan buas,
pada laut lepas ganas.

Aku hendak membalut lukanya.
Tapi kau lebih dahulu sadar.
Rumahku tidak terlalu lebar untuk membuat kau nyaman bersandar.
Puisiku terlalu hambar untuk melukismu dalam sadar.

Pbg-17-07-2018

Selarung RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang