(17.44Wib)
Aku sepasang lampu meredupkan cahaya di ruang matamu yang sayu dan air mata menolak kebahagiaan menjangkau tanganmu.
Aku rintik-rintik hujan bercampur dan membenci aliran darah tubuhmu.
Aku pisau menyayat nadi ketika senyum terpancar diantara senja dan pelukan orang lain.Aku keraguan dalam langkah yang memaksa kakiku beristirahat.
Aku langit menelanjangi mentari dengan mendung dan hujan.
Aku keberanian dalam nyali yang bermukim diantara kebencian dan harapan.
Aku kebodohan dalam soal-soal untuk pertanyaan yang berbunyi mengapa aku mencintaimu.Aku jawaban dalam benak yang membenci ingatan orang lain.
Aku alasan dalam hatimu memilih kata-kata lain dari dalam wajah setelahku.
Aku beranda menolak pesta dalam bahagiamu dengan seseorang.
Aku kamera mencari-cari yang intim dan hina dalam tingkahmu.Aku isyarat dari ungkapan asing yang memaksamu bergaya tanpa bicara.
Aku racun dalam mulut menuntunku berkata kotor di hatimu.
Aku penangkal menyiasati tubuhmu tertawa sebelum ada racun-racun berikutnya.Aku pangkal keresahan dalam bibirmu sebelum kata-kata melupakan terucap dalam kematianmu.
Aku keengganan dalam sekujur kepalaku dan menolak untuk betul-betul meninggalkanmu.Pbg-22-08-2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Selarung Renjana
PoesíaCinta adalah rangkaian proses menuju duka. Jika kau bahagia, maka kau belum menemui ujungnya. Ujung cinta adalah duka. Berpisah atau meninggal. -Ikrom Rifa'i