Kemarin lusa? Kemarin lusa berarti tepat pada hari dimana aku menerima buku imajinasi itu dari Bi Margareth.
Sepanjang hari, Avelina tidak berhenti memikirkan kebetulan itu. Bi Margareth yang tiba-tiba menghilang dan Buku Imajinasi aneh, sungguh dia tidak mengerti.
Malam ini, Avelina berniat untuk mencari angin, "Bu, aku mau keluar sebentar," katanya setelah memakai jaket berwarna hijau army yang diambilnya di gantungan baju.
"Mau kemana lagi, Avelina?" tanya Lauren sambil geleng-geleng kepala. Pasalnya tadi siang putrinya bilang habis bermain dari rumah Naomi. Sekarang, sudah mau pergi lagi?
"Ah, sebentar saja. Aku ingin membeli cemilan," ujar Avelina dengan nada memohon. Tanpa menunggu waktu lagi, gadis itu sudah berlari keluar rumah, tidak lupa juga membawa buku ajaib itu di tas selempangnya.
Lauren hanya bisa menghela nafasnya dan melihat David—suaminya—yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Apakah semua adalah kebetulan? Aku jadi berpikir tidak masuk akal sekarang. Bi Margareth dan buku imajinasi apakah ada keterkaitan? Avelina melamun sepanjang jalan. Gadis itu sebenarnya tidak tahu ingin pergi kemana, dia hanya butuh refreshing.
BRUK!
"Astaga! Ma-maaf." Avelina refleks mengambil barang bawaan orang yang tidak sengaja dia tabrak itu, terjatuh.
"Lihat-lihat kalau jalan," ujar orang itu. Avelina menengadah kemudian dia terpekur sesaat melihat seorang pria seusianya sedang menatapnya datar.
Pria dengan khas rambut brunette-nya itu membenarkan posisi headset di lehernya kemudian merebut barang bawaannya—berupa buku-buku—dari tangan Avelina dan langsung melewati gadis itu. Tanpa keduanya ketahui, ada suatu benda berharga yang masih tertinggal yang akan membuat mereka memiliki keterikatan.
Sombong sekali, ketus Avelina dalam hati saat melihat punggung cowok berperawakan tinggi itu semakin menghilang.
Avelina mengusap wajahnya kasar. Gadis bermata cokelat itu kembali berjalan. Kali ini, dia tahu tujuannya. Dia menemukan lokasi yang tepat untuk mencari angin.
Avelina memilih danau sebagai tempat untuk menenangkan pikiran, baginya itu pilihan yang tepat. Danau yang berada di Pusat Kota Quarvest adalah tempat yang paling indah dan sejuk. Danau yang bersih dengan pohon-pohon besar di tepinya, danau itu sangat luas menyerupai lautan. Terdapat jembatan besar sebagai penghubung jalan utama antar kota.
Jembatan itu sangat indah pada malam hari, dimana tiap tiang jembatan dihiasi dengan lampu tumbler berwarna warm white ditambah dengan lampu kendaraan yang berlalu-lalang melewati jembatan yang membuat itu semua menjadi indah pada malam hari.
Avelina sering datang ke tempat itu, biasanya dia datang ke sana hanya untuk menjernihkan mata dengan melihat pemandangan kota dari kejauhan pada malam hari. Setidaknya bisa untuk mengurangi rasa lelahnya setelah seharian menghabiskan waktu dengan buku-buku pelajaran.
Setelah menghabiskan waktu selama kurang lebih satu jam, Avelina memutuskan untuk pulang.
•••
"Aku pulang."
"Avelina! Lihat ibu membawakan makanan kesukaanmu," sambut Lauren membawa bungkusan daun pisang berisi nasi kucing.
Avelina berubah antusias, dia langsung mengambil dan membawa dua bungkus nasi kusing ke kamarnya. "Wah, ibu! Terima kasih."
David dan Lauren hanya tertawa melihat tingkah anak tunggalnya.
Avelina mengunci pintu kamar rapat-rapat, menggantung tas selempangnya di balik pintu lalu mengambil laptop memutar musik kesukaannya yang berjudul Love and War dan mulai menikmati nasi dengan orek tempe dan ikan teri itu.
•••
"Avelina! Buka pintunya ini sudah pukul enam pagi."
"Ya, Ibu. Masih pukul enam, 'kan?" gumam Avelina yang hanya membuka matanya beberapa senti dan melirik jam dindingnya yang masih menunjukan pukul enam lewat tujuh menit.
"Yah, masih ada waktu untuk tidur sebentar."
"Avelina! Sudah pukul setengah tujuh!" teriak Lauren seraya menggedor pintu kamar Avelina begitu keras yang bisa saja membuat pintu itu terlepas dari engselnya.
"Astaga! Iyaa, Bu." Avelina akhirnya bangkit dari magnet kasur yang begitu kuat, yang baginya entah kenapa gaya gravitasi kasur lebih besar dari pada gaya tarikan untuk pergi ke kamar mandi.
Ponsel di atas rak meja belajar Avelina berdering. Avelina melihat layar ponsel, untuk melihat siapa yang menelponnya.
"Deva?" gumamnya.
"Ya ampun! Aku lupa, hari ini aku menjadi petugas upacara!"
Avelina sontak melempar ponselnya ke atas ranjang, tanpa mengangkat panggilan dari ketua kelasnya, Deva.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINATION - New Revision
FantasyKetidakpercayaannya pada sebuah keajaiban malah membawa Avelina Evangelin masuk ke dalam dunia tidak masuk akal. Takdir seolah memilihnya untuk melanjutkan suatu misi yang tidak pernah berhasil di suatu dimensi lain. Siapa sangka, jika orang-orang...