Prolog

327 22 18
                                    

"Avelin!"

Seorang gadis yang baru saja mengeluarkan ponsel dari tasnya itu berhenti begitu namanya dipanggil.

"Ya?" Avelina tersenyum simpul saat tahu sahabatnya berlari menghampirinya.

"Kenapa kau meninggalkanku?" Gadis berambut blonde itu bertanya disela nafasnya yang terengah-engah.

"Bukannya tadi kau bilang akan pulang terlambat, Naomi?"

Naomi memutar bola matanya, "Sudahlah, ayo!" Gadis itu menarik lengan Avelina.

"Hei, apa yang—"

"Kita mau kemana?" Avelina celingak celinguk. Naomi tidak menggubrisnya.

"Minum kopi?" Avelina melihat papan reklame bertuliskan Kedai Kopi Fantasi. Tidak lupa juga dengan tulisan beli satu gratis satu.

"Hei, tenang saja Velin, akan kutraktir!" kata Naomi antusias seraya menarik tangan Avelina masuk ke dalam kedai.

Ketika masuk ke dalam kedai, Avelina takjub melihat Kedai Kopi Fantasi yang baru dibuka itu. Kursi dan meja benar-benar bernuansa fantasi yang didominasi warna ungu dan hitam, begitu juga dindingnya memiliki sentuhan aksen fantasi luar angkasa.

Keren, batinnya.

"Tunggu ya, pesanannya akan datang. Bagaimana keren 'kan tempat ini?" Avelina mengangguk sebagai tanda setuju. Mereka duduk di sudut kedai dimana tempat itu berhadapan langsung dengan pintu masuk.

"2 Mochaccino Coffee." Seorang pegawai menghampiri mereka.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

"Hmm." Avelina tersenyum seraya menyeruput kopinya, cukup untuk menggambarkan bahwa kopi tersebut sangat lezat. Naomi ikut tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

"Oh iya, nanti malam temani aku ke perpustakaan pusat kota, ya?" tanya Avelina penuh antusias.

Naomi tengah berpikir, "Sepertinya, aku tidak bisa. Nanti malam aku—"

Avelina seolah mengerti, dia tersenyum, "Dengan Malvin?"

Naomi tersedak. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus. "A-aku tidak."

Avelina tersenyum picik, Naomi akhirnya menyerah, gadis itu menghela nafas panjang. Menutupi sesuatu di depan sahabatnya yang satu ini adalah hal yang sia-sia.

"Baiklah-baiklah. Nanti malam Malvin mengajakku nonton."

"Wah! Benarkah? Sejauh mana?"

"Maksudmu?" Naomi gugup sambil meminum kopinya yang sebenarnya sudah habis.

"Maksudku. Sejauh mana hubunganmu dengan Malvin sekarang? Apakah kalian sudah resmi berpacaran?"

"Velin, ini sudah sore. Lebih baik kita segera pulang, tidak baik jika pulang sekolah kita malah keluyuran. Ayolah!"

Naomi meletakan uang di atas meja lalu bergegas pergi untuk menghindari pertanyaan Avelina yang akan semakin jauh. Gadis itu sungguh malu, karena sampai sekarang dia dan Malvin menjalani hubungan tanpa status.

"Hei, Naomi! Tunggu aku. Kau belum menjawab pertanyaanku dan berhenti memanggilku Velin!" Avelina berlari mengikuti Naomi yang sudah lumayan jauh dari jangkauannya. Avelina sempat terkekeh membayangkan semerah apa wajah sahabatnya itu sekarang.

•••

Perpustakaan pusat kota. Tentu saja tempat yang selalu Avelina kunjungi tiap akhir pekan; karena akan selalu ada buku baru. Avelina biasanya akan pergi dengan Naomi, tetapi karena gadis itu mempunyai acara sendiri dengan Malvin, Avelina jadi pergi sendiri.

Avelina berjalan sambil mempererat hoodie abu tua yang dia kenakan. Hari itu sudah memasuki musim hujan, tidak heran hawanya menjadi dingin. Gadis itu memilih untuk berjalan kaki, jarak rumahnya dan perpustakaan pusat kota tidak begitu jauh.

Begitu sampai, Avelina bernafas lega, karena perpustakaan tidak terlalu ramai seperti biasanya, mungkin gerimis hujan merupakan salah satu penyebabnya.

"Malam, Bi Margareth."

"Oh, malam Avelina. Datang sendiri?" Wanita paruh baya berkacamata itu melihat Avelina; menyadari bahwa Naomi yang biasa datang bersamanya tidak ada.

Bibi Margareth adalah penjaga perpustakaan, dia sudah lama mengabdikan dirinya sebagai penjaga perpustakaan selama delapan tahun.

"Iya. Naomi sedang ada acara, jadi dia tidak ikut. Apakah ada yang baru hari ini, Bi Margareth?" Avelina menghampiri beberapa tumpukan buku yang ternyata sudah pernah dia baca.

"Hmm, tunggu sebentar." Bi Margareth mengambil buku yang lumayan tebal di atas rak. Wanita itu meniup buku itu karena sedikit berdebu.

"Buku ini tidak baru. Tadi siang, ada seorang kakek yang menyumbangkannya dan dia sedikit, uhm—aneh," bisik Bi Margaret dengan sedikit penekanan pada kata terakhir.

"Aneh?"

"Ya, dia bilang 'berikan buku ini pada orang yang tepat.' Entahlah akupun tidak mengerti, tapi mungkin kau tertarik untuk membacanya, aku belum sempat membukanya." Bi Margareth tersenyum seraya memberikan buku itu kepada Avelina.

"Baiklah, terima kasih Bi Margareth." Avelina menuju tempat duduk di sudut perpustakaan; menghadap rak buku. Tempat duduk itu yang sering dia tempati, selain karena sunyi juga bisa membuatnya konsentrasi. Lain dengan Naomi, gadis itu akan lebih memilih untuk berkeliaran di perpustakaan.

Avelina mencari posisi duduk yang nyaman dan mulai membuka buku bersampul ungu tanpa judul itu.

Gadis itu membuka lembar pertama, tidak lama kemudian ia mengeryit bingung. Halaman itu ternyata kosong.

Kenapa kosong? batinnya.

Semakin dibuat penasaran. Avelina kembali membuka lembaran kedua, ternyata juga kosong.

Dia berpikir bahwa buku sampul ungu itu hanya sebuah buku diari kosong. Avelina mendengus saat mencapai halaman terakhir tetap tidak ada tulisan ataupun gambar.

Ini hanya buku biasa.

Avelina berniat mengembalikan buku itu ke Bibi Margareth. Sebelum bangkit dari kursi, hatinya tergugah untuk kembali membuka buku kusam itu. Dengan rasa malas, Avelina kembali membuka lembar pertama yang sebelumnya sudah dia lihat kosong.

Avelina menutup mulutnya karena terkejut, dia menoleh ke kanan kiri, memastikan tidak ada yang melihat kejadian aneh yang baru saja terjadi. Hal yang akan membuatnya tidak tenang setelahnya.

Lembar pertama yang tadi dia lihat kosong sekarang muncul sebuah kata, yaitu ...

IMAGINATION

IMAGINATION - New RevisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang