Seorang pria berjalan dengan jaket parka yang disampirkan di bahu kirinya, cuaca kala itu sedang dilanda musim dingin.
Setelah lelah dengan tugas sekolahnya yang menumpuk, sekarang dia diharuskan untuk menafkahi dirinya sendiri.
Seragam sekolah sudah tersimpan rapi di tas yang dia gendong sebelah. Sudah menjadi aktivitas sehari-harinya. Pergi ke sekolah, bekerja, mengerjakan tugas sekolah itu pun jika tidak ada tugas kelompok, lalu pergi ke sekolah lagi dan begitu seterusnya.
Pria itu berjalan dengan tatapan fokus pada apa yang ada di depannya, seakan tidak peduli dengan hal-hal yang ada di sekitarnya, walau tidak jarang banyak cewek yang terpesona melihat ketampanannya. Sesekali dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Masih ada waktu, batinnya.
Dia memilih untuk berjalan menyusuri trotoar menembus hawa dingin di malam hari, walaupun dengan cuaca yang tidak mendukung yang bisa membuat siapa saja bermalas-malasan dan memilih untuk tidur di kasur yang empuk. Lain hal dengannya.
Selama masih ada waktu, gunakan waktu sebaik mungkin, pikirnya.
"Cih! Aku terlambat," gumamnya. Setelah sampai tepat di depan toko olahraga, Zethura Sport Shop. Salah satu toko yang menjual berbagai macam peralatan olahraga ternama di Quarvest City.
Quarvest City adalah pusat kota terbesar, selain dikenal dengan kota yang musimnya yang selalu berubah-ubah. Kota itu juga dikenal sebagai pusat pembelajaan terbesar, tidak heran setiap hari tempat itu dipenuhi oleh pedangan kaki lima dan festival. Toko-toko besar ramai memenuhi Kota Quarvest. Toko Olahraga Zethura juga menjadi salah satunya.
Pria itu membuka pintu toko, secara otomatis bel pintu toko berbunyi. Seorang pria seusianya yang sedang berdiri di dekat meja kasir itu pun menoleh.
"Hai Justin. Kau datang di waktu yang tepat."
"Mungkin maksudmu, aku datang di waktu yang tidak tepat, karena aku terlambat." Justin berjalan menuju meja kasir, dia menyampirkan jaketnya pada sandaran kursi.
"Ayolah, Justin. Hidup itu harus di bawa santai. Kau terlalu disiplin menurutku. Kau datang hanya lebih satu menit, kau sebut itu terlambat? Ck, santai saja, Tin."
"Hari ini toko tidak begitu sibuk. Karena itu, Pak Vin bilang kita boleh bersantai sejenak asalkan toko tetap dibuka."
"Yah, baguslah." Pria bernama Justin itu mengusap wajahnya dengan kasar. "Kau tahu, cincin itu hilang."
"Apa?" Temannya itu menghampiri Justin wajahnya berubah menjadi serius. Dia menarik kursi lalu menempatkannya tepat di depan kursi Justin hingga jaraknya pun sangat dekat. "Bagaimana bisa itu terjadi?"
Hening sejenak.
"Bisakah kau menjauh sedikit?"
Kring!
Bel pintu toko berbunyi menandakan ada seorang yang masuk.
"Tidak ada orang?" Temannya melihat pintu toko yang terbuka tetapi tidak ada siapapun.
"Mencoba menakutiku, Viko?" Justin berjalan acuh menuju dapur toko. Tidak perlu heran lagi, temannya itu selalu bertingkah seperti anak kecil.
"Ta-tapi—" Viko mematung di tempat melihat Justin pergi ke dapur dan dia sendirian berjaga di depan. Kali ini, pria bernama Viko itu tidak sedang bercanda, pintu toko berbunyi dan benar-benar terbuka tetapi tidak ada siapapun, angin malam berhembus melewati pintu toko.
Viko memberanikan diri berjalan mendekati pintu.
Oke, Viko. Mungkin ini hanya tingkah konyol anak kecil atau mungkin angin yang terlalu kencang, pikirnya.
Jantungnya berirama lebih cepat, bayangannya mulai kemana-mana.
"KAU?!"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINATION - New Revision
FantasyKetidakpercayaannya pada sebuah keajaiban malah membawa Avelina Evangelin masuk ke dalam dunia tidak masuk akal. Takdir seolah memilihnya untuk melanjutkan suatu misi yang tidak pernah berhasil di suatu dimensi lain. Siapa sangka, jika orang-orang...