"Dimana dia?"
Pria yang diajak bicara, sontak melihat jam tangannya, "Mungkin sebentar lagi datang."
Pintu ruang ekskul panahan berdecit cukup membuat kedua orang di dalamnya mengalihkan perhatian.
"Maaf, saya terlambat."
"Silahkan masuk," sambut seorang pria jangkung selaku ketua ekskul panahan sekolah. Mantan ketua. Sedangkan pria yang satunya lagi tampak sibuk dengan ponselnya.
"Avelina Evangelin?" Pria jangkung itu menaikkan sebelah alisnya melihat surat tugas yang diberikan Avelina. Gadis itu mengangguk.
"Silahkan duduk, Avelina." Pria jangkung itu mendorong kursi yang sedari tadi digunakan untuk menyangga kaki pria yang satunya lagi. Pria yamg diganggu itu berdecak.
"Letakkan ponselmu, Justin," perintah pria jangkung tanpa melirik pria yang bernama Justin itu.
Avelina yang melihat keduanya merasa canggung, gadis itu duduk tidak nyaman.
Pria bernama Justin itu melepaskan topi dari kepalanya sambil memasukkan ponsel ke saku celananya.
Justin dan Avelina bertemu pandang. Keduanya terkejut sebentar. Justin dengan cepat dapat mengontrol raut wajahnya, sebaliknya Avelina malah menyipitkan mata memastikan.
"Kau?" Avelina terkejut, dia ingat Justin adalah pria yang tidak sengaja dia tebrak beberapa hari yang lalu. Pria sombong, dingin. Gadis itu merutuk dalam hati.
"Baik. Sekarang apa, Vian?" kata Justin bersedekap. Mengabaikan Avelina.
Avelina melirik Justin sekilas, gadis itu menjadi canggung mengingat pertemuan pertama kalinya dengan Justin berjalan tidak baik kala itu.
Pria yang sedari tadi diam memperhatikan interaksi keduanya, akhirnya mengambil alih pembicaraan. "Baik, mungkin Avelina belum tahu siapa aku, aku Vianza. Kau bisa memanggilku Vian atau terserah kau sajalah memanggilku apa." Pria itu menggaruk kepalanya sebentar lalu melanjutkan, "Intinya, aku yang akan mengantikan Pak Dandi untuk melatih kalian dalam mengikuti lomba panahan di festival pusat kota nanti—"
"Memangnya Pak Dandi kemana?" sela Avelina cepat. Gadis itu buru-buru mengatupkan bibirnya saat Justin meliriknya.
"Pak Dandi sedang bertugas di luar kota, jadi beliau tidak bisa melatih kalian jadi aku yang akan menggantikan beliau. Kepala sekolah sendiri yang memberikanku tugas ini."
Avelina mengangguk mengerti. Dia mengingat perkataan kepala sekolahnya kemarin, "Ehm, bukankah perwakilan dari sekolah hanya satu orang?" Avelina melirik orang yang berada di sebelahnya sekilas.
Merasa disinggung, Justin bangun dari kursinya lalu melengos pergi tanpa pamit.
"Hey, Justin. Kau mau kemana?" seru Vian kepada murid sekaligus kerabatnya itu.
Justin berjalan santai seraya melambaikan tangan kanannya, "Aku ingin membeli minuman sebentar."
Vian mengelesu dada, memaklumi sahabatnya yang satu itu. Jika bukan karena Ibu Salma; kepala sekolahnya yang memberikan tugas, pria itu tidak akan mau jika harus kembali ke sekolah lamanya untuk melatih panahan, tidak setelah kejadian waktu itu. Pria jangkung yang sudah berusia dua puluh tiga tahun itu tidak akan repot-repot datang ke sekolah lamanya sebagai alumni. Prestasinya dulu saat dia membawa nama sekolah dalam lomba panahan nasional dan berhasil meraih juara kedua; itulah alasan yang digunakan Ibu Salma untuk memberikan tugas melatih dua murid yang akan dikirimkan sekolah untuk mengikuti lomba panahan di festival tahunan kota.
Vian melirik Avelina yang sejak tadi terdiam, gadis itu merutuki dirinya sendiri setelah apa yang dinyatakannya tadi membuat suasana semakin canggung. Sungguh dia ingin pulang saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/153236083-288-k607208.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINATION - New Revision
FantasyKetidakpercayaannya pada sebuah keajaiban malah membawa Avelina Evangelin masuk ke dalam dunia tidak masuk akal. Takdir seolah memilihnya untuk melanjutkan suatu misi yang tidak pernah berhasil di suatu dimensi lain. Siapa sangka, jika orang-orang...