"Teleponnya terputus," ujar Serly khawatir.
Avelina menggigit jarinya, "Dia tidak bilang apa-apa lagi?"
"Ah! Kau percaya saja kepada anak bodoh itu, Viko hanya bercanda. Dasar bodoh." Alven bersuara.
Renata membenarkan. "Sudah selesai, 'kan?" tanya Renata, "Aku ingin pulang."
Avelina bingung, entah kenapa hatinya merasa tidak enak. Serly melirik Avelina yang tampak cemas.
"Lebih baik, kita mencari Viko dulu. Bohong atau tidak, setidaknya kita harus keluar dari hutan ini sama-sama." Serly mengintrupsi. "Karena kita berada di bagian hutan paling dalam, untuk menghidari hal yang tidak diinginkan sebaiknya kalian jangan egois," tutupnya.
Avelina terpukau, dia menjadi malu sendiri. Ternyata anggota kelompoknya lebih tegas dibanding ketuanya.
"Argh!"
Mereka semua terkejut mendengar teriakan.
"Bukankah itu suara Viko?" Wajah Renata berubah serius.
Avelina langsung bergegas mencari sumber suara, diikuti Serly dan yang lainnya.
"Viko!" teriak Avelina.
"Lebih baik kita berpencar." Alven memberi usul.
Avelina menatapnya lalu mengangguk setuju, begitu juga yang lainnya. Akhirnya mereka berpencar, Avelina bersama Renata, sedangkan Serly bersama Alven. Mereka mencari Viko sambil meneriakkan namanya.
"Avelina, aku takut." Renata memeluk lengan Avelina kuat. Dia ketakutan. Hari itu sudah menjelang malam, sehingga hutan tampak lebih gelap.
"Viko!"
Avelina frustrasi, sudah setengah jam mereka mencari tetapi Viko belum juga ditemukan. Dia juga belum mendapat kabar dari Alven dan Serly. Renata yang sedaritadi merengek hanya menambah pusingnya saja.
Avelina mengambil ponselnya dari tasnya, kemudian mencari nomor telepon Viko dan mencoba munghubunginya. Ternyata, nomornya tidak bisa dihubungi.
Sebaiknya, berkumpul dulu. Langit sudah mulai gelap, batin Avelina.
Telepon tersambung, "Halo?"
"Iya. Halo?"
"Alven, bagaimana?"
Hening sesaat, "Sebaiknya kita berkumpul dulu di tempat tadi. Aku menunggumu."
"Baiklah, tetapi-" Avelina mengeryit melihat ponselnya, sambungan teleponnya terputus sepihak.
"Bagaimana?" tanya Renata.
"Kita berkumpul dulu di tempat kita berpencar tadi," jawab Avelina. "Ayo!"
Mereka berlari cepat akhirnya sampai ke tempat tujuan. Avelina menengok kanan kiri mencari kedua temannya. "Dimana mereka?
"Itu Alven!" seru Renata menunjuk Alven yang sedang duduk bersila membelakangi mereka di bawah pohon besar.
"Alven. Dimana Serly?" tanya Avelina begitu sampai di belakang Alven.
Alven tidak menjawab, kemudian pria dingin itu berdiri, "Dimana Serly?" Alven mengulang pertanyaan Avelina.
Renata dan Avelina mengeryit, mereka berdua saling pandang. Mereka merasakan ada yang berbeda dari suara Alven; suaranya terdengar lebih berat. Entah kenapa Renata menjadi takut, gadis itu memundurkan langkahnya saat Alven hendak memutar badannya.
Avelina membelalakan matanya sempurna, Renata jatuh terduduk saat melihat wajah Alven yang begitu mengerikan.
"Ya, Tuhan!" Avelina ingin pingsan.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINATION - New Revision
FantasíaKetidakpercayaannya pada sebuah keajaiban malah membawa Avelina Evangelin masuk ke dalam dunia tidak masuk akal. Takdir seolah memilihnya untuk melanjutkan suatu misi yang tidak pernah berhasil di suatu dimensi lain. Siapa sangka, jika orang-orang...