Avelina memutuskan untuk berangkat lebih pagi ke sekolah. Tadinya, Lauren sempat mengajaknya sarapan dulu sebelum berangkat. Namun, gadis itu memilih untuk membawa roti dengan selai untuk dia makan di jalan.
Avelina memikirkan perubahan pada ayahnya sejak tadi pagi. Ayahnya itu sudah berangkat kerja pagi sekali, bahkan melewatkan sarapan padahal David tidak pernah melewatkan sarapan pagi bersama keluarganya.
Setelah kejadian semalam, David tidak berkomentar apapun mengenai hal itu. Pria itu tiba-tiba turun dari tangga, tanpa pamit langsung menuju pintu keluar, padahal putri dan istrinya sedang berada di meja makan. Yang membuatnya bingung, Lauren seolah biasa saja dengan perubahan sikap suaminya.
Jalanan masih tampak sepi dan sedikit berkabut. Hanya terdengar suara langkah kaki yang berasal dari sepatu Avelina, sekarang masih pukul setengah enam pagi.
Avelina teringat dengan memarnya, dia menarik lengan seragamnya, lebam itu masih ada.
Avelina masih mengingat sosok kemarin, matanya tajam, pupilnya seperti pupil mata kucing. Dia sempat melihat kedua kaki sosok tersebut saat ayahnya membuka pintu. Ada sedikit cahaya menyinari bagian bawah tubuh sosok itu. Kedua kaki mahluk itu, bentuknya seperti kaki manusia tetapi hanya mempunyai empat jari kaki.
Dengan kejadian semalam, Avelina mengira dia sudah masuk ke dalam dunia imajinasi seperti di film Alice in Wonderland atau masuk ke dunia sihir seperti Harry Potter. Avelina menggeleng-geleng.
Setelah lama melamun sepanjang jalan, gadis itu akhirnya telah sampai di sekolah, gerbangnya masih dikunci. Pak Seto, si penjaga sekolah ternyata belum datang. Avelina berpikir untuk memanjat pagar tetapi rasanya tidak mungkin memanjat pagar yang tingginya dua meter itu.
Avelina berjalan mengitari sekolah menuju gerbang belakang, ternyata juga dikunci tetapi dia bisa memanjat karena pagarnya lebih rendah.
Avelina sudah menapaki pekarangan belakang sekolah yang dipenuhi dengan daun kering berguguran. Gadis itu memandang langit yang sudah tidak begitu gelap tetapi masih belum sepenuhnya terang.
Dia mengeratkan tas ranselnya lalu berjalan menuju koridor utama. Lorongnya masih gelap karena lampu sekolah banyak yang sudah mati.
Avelina berjalan sambil bersenandung, menghindari rasa takutnya tetapi itu malah membuatnya mengingat salah satu film horror yang mengatakan bahwa hantu suka bersenandung, akhirnya Avelina memilih diam dan mempercepat langkahnya.
Kelas Avelina berada di lantai satu, tepatnya di pojok koridor yang menjadi penghubung antara perpustakaan dan lap kimia. Gadis itu sempat berhenti di persimpangan koridor saat melihat lorong di depan kelasnya gelap.
Avelina menengok kanan dan ke kiri, berharap bertemu salah satu siswa tetapi tidak ada siapa-siapa. Avelina mulai melangkah sambil menarik nafas.
Bruk
"Ah!" Avelina mengaduh, dilihatnya tali sepatu terlepas yang membuatnya terjatuh. Dia jadi merasa bodoh.
Setelah mengikat tali sepatu, Avelina menengadah. Ternyata momen menegangkan telah usai saat melihat ada seseorang di depan kelasnya. Avelina menyipitkan mata untuk memastikan, tanpa sadar senyumnya merekah mengetahui dia tidak sendirian. Dengan percaya diri, gadis itu kembali melangkah menuju kelasnya.
Sedang apa orang itu? pikirnya.
Avelina sedikit berlari sampai dia berhenti dan menyadari sesuatu.
Bukan. Itu bukan orang, bu-bukan manusia.
Manusia tidak mungkin memiliki kaki sepanjang itu dengan badan yang tidak sesuai dengan ukuran kakinya. Ukuran tubuhnya sangat kurus. Tangannya sangat panjang hampir mencapai lututnya. Avelina memastikan penglihatannya, nyatanya dia hanya bisa melihat siluet tubuh yang tidak wajar dari sosok itu.
Dengan cepat Avelina berbalik dan berlari sekencang mungkin. Gadis itu menengok sesekali dan terkejut saat tahu sosok itu mengejarnya, langkahnya sangat besar karena kakinya yang panjang. Avelina semakin takut dibuatnya.
Astaga, Tuhan. Tolong, aku. Avelina ingin menangis. Dia terus berlari hingga tanpa sadar menabrak seseorang.
"Ave? Sedang apa kau?"
Avelina terkejut, "Pak Seto?"
Pak Seto menatapnya keheranan, Avelina langsung menoleh ke belakang dengan cepat, sosok itu sudah tidak ada.
"Ave? Ada apa?"
"Ave-Ave! Pak, Nama saya Avelina. Bukan Ave." Avelina mendengkus. Pak Seto menggaruk kepala tidak mengerti.
"Pak, temani aku ke kelas."
•••
![](https://img.wattpad.com/cover/153236083-288-k607208.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINATION - New Revision
FantastikKetidakpercayaannya pada sebuah keajaiban malah membawa Avelina Evangelin masuk ke dalam dunia tidak masuk akal. Takdir seolah memilihnya untuk melanjutkan suatu misi yang tidak pernah berhasil di suatu dimensi lain. Siapa sangka, jika orang-orang...