8) Feeling

30 6 7
                                    

"Jadi bagaimana, sudah kau temukan?"

"Bisakah kau mundur sedikit, kau menginjak kakiku!"

"Maaf, Ven."

"Jadi bagaimana? Sudah tiga jam kita mencari di tempat yang sama dan tak menemukan apa-apa." Renata menyandarkan punggungnya pada pohon besar tua. Dia menyerah.

Mata Avelina menjelajah sekitar, pupilnya mendadak jeli manakala melihat belalang daun hinggap di tumbuhan, warna tubuhnya tersamarkan.

"Dapat." Avelina mengangkat tinggi-tinggi hasil buruannya. Akhirnya kelompok mereka bisa bernafas lega.

Serly memberikan toples bening berlubang kepada Avelina, Avelina memasukan belalang tersebut ke dalam toples.

"Ayo, kita lakukan pengamatan di rumahku," ajak Serly, yang lainnya mengangguk setuju.

Mereka berjalan beriringan meninggalkan hutan, hutan yang sama di mimpi Avelina.

"Ayo, Avelina!" seru Serly saat melihat Avelina malah melamun di bawah pohon.

"Ah, iya."

Hari itu cuaca sedang cerah karena masih sore berbeda sekali dengan yang ada di mimpi Avelina, langitnya gelap, hawa di hutan itu pun sungguh berbeda.

Avelina masih memikirkan mimpinya, terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Dia merasa kejadian aneh itu memang benar-benar terjadi. Monster mengerikan dan pedang? Apa itu, gadis itu bingung. Gadis itu mulai bermimpi aneh semenjak membawa pulang buku ajaib itu. Entah kenapa selalu saja ada kejadian tidak masuk akal.

Mereka memasuki mobil Serly yang diparkir di gerbang hutan. Hutan yang berada di pintu masuk kota itu memang cukup luas, tidak heran kadang hutan itu menjadi lahan untuk perkemahan. Namun, belakangan ini, pengunjung hutan kota menjadi lebih sedikit bahkan hampir tidak ada semenjak ada spanduk larangan untuk berkemah di hutan itu.

Sesampainya di rumah besar Serly, mereka memulai penelitian tugas biologi di halaman belakang rumahnya yang luas.

Avelina mengeluarkan belalang malang dari dalam toples. Yang lainnya sudah bersiap menggunakan sarung tangan latex sebagai prosedur penelitian.

Mereka memulai dengan serius hingga tidak terasa sang mentari mulai terbenam. Angin sore menjelang malam berlari-lari sehingga membuat beberapa debu terbang ke arah mereka.

Avelina menghela nafas lega diikuti yang lain karena tugas mereka akhirnya selesai. Avelina melepas sarung tangannya lalu mengelap wajahnya yang sudah penuh dengan peluh, dia tidak bisa membayangkan seperti apa kondisi wajahnya sekarang, yang jelas buruk.

Serly pamit sebentar untuk masuk ke dalam rumah. Avelina membereskan peralatan pengamatan mereka dan memasukkan belalang daun ke dalam toples. Yang lainnya sibuk dengan ponsel masing-masing.

Avelina bergeming memikirkan mimpinya, di dalam mimpi itu terasa waktu berulang. Dia yakin kejadian itu nyata, Alven yang berubah menjadi monster, Renata dan Serly yang tercabik-cabik dan Viko. Semua terlalu nyata untuk hanya sekadar sebuah mimpi.

Seketika mereka semua bersorak saat melihat Serly keluar dari rumahnya membawa lima gelas jus mangga dan kentang goreng. Avelina membuyarkan lamunannya.

"Asik!" Renata dengan cepat menyambar segelas jus mangga dan menandaskan dengan cepat.

Avelina menatap takjub begitu melihat lampu taman di halaman belakang rumah Serly menyala karena hari sudah gelap.

"Apa ayah dan ibumu di rumah?" Avelina bertanya sambil menguyah kentang goreng.

"Tidak. Ayahku bekerja. Ibuku sedang mengurus butik," jawab Serly. Avelina dapat melihat wajah sendu gadis itu. Akhirnya. Dia tidak melanjutkan rasa penasarannya. Gadis itu jadi merasa bersalah.

IMAGINATION - New RevisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang