Saat istirahat, aku sengaja pergi ke ruang musik untuk bermain gitar karena aku merasa sangat bosan saat itu. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan selain ini. Jackson yang biasa menggangguku kali ini dia sibuk latihan karena akan ada tournamen Volly di kota lain.
Senar demi senar ku petik dengan irama yang berbeda dan bernyanyi lagu favoritku. Hanya sebentar setelah itu aku harus kembali ke kelas.
Tempat duduk Jackson yang biasa ia singgahi kini kosong ditinggal penghuninya yang akan memperjuangkan nama baik sekolah. Jackson yang biasanya menggangguku setiap waktu kini sibuk dengan bola vollynya.
Pulang sekolah, aku keluar kelas dengan menunduk menatap kaki yang sedang melangkah.
Tiba-tiba ada yang menarik tanganku dan menahanku berjalan. Sontak aku berhenti dan menoleh.
"Jangan pulang dulu, ok?"
"Tap,"
Buru buru dia menarikku memaksaku untuk mengikuti gerak langkah kakinya.Rupanya dia membawaku ke lapangan volley yang banyak pemain volley berlatih saat itu. Aku menemaninya mengambil barang-barangnya dan beranjak pergi.
"Duluan ya" menyapa teman se-tim nya.
"Jadi ini nih yang bikin pengen buru-buru pulang" gelak tawa mengiringi.
"Jatahnya mau habis" Jackson menanggapi godaan temannya."Aku kan bisa pulang sendiri"
"Tapi kamu sedih kan nggak ada aku"
Wajahku langsung memerah mendengar dia mengatakan itu.Melihat badan Jackson yang masih beruntusan kringat se-jagung, entah kenapa tiba-tiba tanganku seperti bergerak sendiri mengusap keringat di keningnya.
"Kamu itu kan baru kecelakaan, masa mau tournamen"
"Ya mau gimana lagi nggak ada orang lain"
Aku merasa seperti aku ini bukan aku. Aku yang biasanya jail ke Jackson dan Jackson juga jail ke aku, tiba-tiba berubah 360 derajat dari normalnya."Kamu tau nggak?"
"Hm?"
Meraih tanganku,
"Kerasa?"
Dia meletakkan tanganku tepat di dadanya. Terasa sekali jantungnya pun berdebar kencang.
Aku langsung tersipu. Mulut yang lebih diam daripada biasanya hanya menutup mulut tak berkutik.(melepas genggamannya)
"Pulang yuk, hehe"Sampai di istana singgahsana kerajaan pak Bandi, aku menumpahkan rasa senangku atas sikap Jackson di parkiran sekolah tadi. Baper makin kesini semakin terasa kuat.
Belum lama aku dan Jackson berpisah, Jackson menelfonku (video call).
"Kok udah nyampe"
"Loh, itu kayak di lapangan volley deh"
"Iya, hehe"
"Kamu balik lagi?"
"Trus ngapain tadi pulang sama aku"
"Nganter kamu lah"
"Ya ampun Jack, aku kan bisa naik taksi, ojek online mungkin"
"Aku ingin ragaku yang mengantarkanmu"
"Itu nggak papa kan lukanya"
"Nggak, santai aja"
"Hmm yaudah, byee"Memikirkan sesuatu, lalu beranjak ke kasur bertujuan pergi ke warung sebelah membeli sebungkus nasi dan sebotol air mineral serta membawa seperangkat pembersih luka.
"Jackson" teriak.
"Wit wiiww" teman-temannya bersiul.
"Jingga?"
(menunjukkan bungkusan nasi dan teman-temannya yang aku bawa tadi)
"Repot repot aja"
"Nggak dong. Cepet dimakan, nanti penyet lagi"
(ketawa)Aku pastikan bahwa aku menyusul Jackson ke lapangan Volly adalah diatas alam sadarku. Walau aku masih belum memastikan kenapa aku melakukan ini.
"Habis ini, aku bersihin tuh luka luka kamu. Pasti belum diganti kan"
"Hehehe"Aku dan Jackson menuju ke rumahnya yang berada di tepi kota itu. Rumah yang minimalis, impian semua orang. Motor yang berjejer dan mobil yang berkilauan terpampang di garasi.
"Mama sama papa kamu mana"
"Paling juga diatas"
"Yuk(keatas)"
"Maah, paaah"
"Jingga"
"Hallo tante" mencium tangan
"Om"
Sementara Jackson mandi dan ganti baju, aku berbasa basi dengan mama papanya."Yuk ke bawah aja"
Dia mengajakku ke bawah, tepatnya di belakang rumah yang ada taman asri di belakang rumahnya disertai kolam ikan kecil."Sini, aku bersihin lukanya"
Mulai membuka perban yang menempel di pipinya. Lukanya memang setengah kering. Namun masih perlu perawatan agar cepat sembuh dan tidak membekas.Begitu ku buka perbannya, aku bergidik ngeri melihatnya. Membayangkan rasa perih yang dirasakan. Luka sekitar 5cm itu hinggap di pipinya Jackson.
Mulaiku bersihkan dengan obat pembersih luka pelan-pelan. Jackson menahan rasa perih yang dideritanya.
Tiba-tiba,
(cekrek)
"Loh loh ngapain itu"
"Buat status dulu"
"Gini rasanya diperhatiin doi" (mengetik)
"Hapus nggak?"
"Orang nggak keliatan kamunya"
"Awasss"Jackson mengantar pulang setelah aku berkunjung ke rumah Jacksona cukup lama hari ini.
"Makasi ya" ucapnyaMalam sekitar pukul 11, aku merasa lapar dan tidak bisa tidur. Malam malam menelusuri dapur dan membuka isi kulkas. Rak dapur bun ku acak acak demi menemukan makanan ataupun camilan. Dapat! Bungkusan coklat kecil kudapati di rak dapur. Begitu aku melihat, aku kecewa ternyata itu bukan coklat. Melainkan ponsel jadul yang berada di rak dapur dalam keadaan di charge. Ponsel siapa ini?
Karena penasaran, aku buka ponsel itu
Kubuka pesan diterima dalam ponsel itu.
"Iya kutunggu" (kemarin, 20.46)
"Tidak ada orang dirumah" (kemarin, 20.36)
"Aku kesana" (kemarin, 09.56)Pesan dikirim
"Aku kesana sekarang" (kemarin, 20.45)
"Tadi aku kerumah lampunya mati semua. Pagar ditutup" (kemarin, 20.22)
"Aku di restoran biasanya dekat kios" (Kemarin, 09.54)Mataku terbelalak seketika. Sekarang aku tau, inilah penyebab dari kericuhan beberapa hari yang lalu. Kalau mama sudah tau, kenapa ayah masih saja melakukannya?. Aku harus memberantasnya.
Kucabut charger itu, kuambil ponselnya lalu kembali ke kamar sang putri. Rasa lapar digantikan rasa penasaran, kecewa, heran, terkejut semua campur jadi satu. Berdiam diri dikamar memikirkan cara memecahkannya. Siapa wanita itu, dan apa sebabnya.
Pagi menjelang siang, bergegas mandi dan bersiap-siap pergi memenuhi perjanjian yang sudah kutulis di ponsel itu dan terkirim pada sosok yang kutuju.
Aku duduk di kursi restoran yang berada di dekat pintu masuk. Dengan berpakaian seperti laki-laki aku menyamar sebagai ayahku. Memakai jaket hasil pinjaman Jackson serta topi. Duduk dengan posisi menunduk dan memegang ponsel untuk menghubungi wanita itu.
"Aku sudah sampai" tulisku.
Tak lama, ada telfon masuk. Tidak ku angkat karena nanti pasti akan tau jika aku ini bukan ayah, melainkan putrinya.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak kiri ku dengan keras. "Sepertinya dia mengenalku" kataku dalam hati. Aku berbalik badan.
"Siapa kamu"
"Kamu siapa" balik tanya.
"Mana pak Bandi, kamu pasti orang suruhannya kan"
"Saya anaknya, kamu siapa"Rupanya seorang laki-laki yang datang memenuhi undangan onlineku itu. Tidak tau siapa laki-laki itu. Tapi nampaknya, dia sebaya denganku.
"Mana wanita itu?! Kamu siapa" sedikit menggertak.
Dia duduk di depanku.
"Aku Sandy, anak dari wanita yang kamu maksud"
"Anak? Kenapa kamu yang datang kesini? Aku kan tidak memintamu"
"Aku sendiri yang memintanya"
"Kukira aku meneimu laki-laki itu. Namun kenyataan selalu tak sesuai dengan harapan kan"
"Oke, aku harap kita disini dengan tujuan yang sama"
"Ya, itu yang akan kita bicarakan"
Aku memahaminya sekarang.Hari ini, pertemuan yang sangat penting dalam hidup dimana menyangkut keutuhan dan keharmonisan dalam keluarga. Aku menemukan jalan keluar dengan adanya Sandy sekarang. Kita bisa saja menyusun rencana bersama-sama dan memecahkannya secara bersama pula. Aku harap dengan ini, ayah dan mamaku kembali seperti semula seumur hidupnya. Dan ibunya (Sandy) kembali menjadi single parents seutuhnya yang memiliki dua orang anak laki-laki satu diantaranya umur 5 tahun. Sandy berharap jika ibunya kembali seperti ibu yang ia kenal sejak kecil. Akupun demikian. Tidak ada yang mengharapkan ibunya mempunyai hubungan dengan raja di istana sebrang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Kegelapan Jingga
Teen FictionDimana sang Jingga menemukan putra kegelapan