Ke-27

11 1 0
                                        

Di sebuah masjid besar telah dihiasi bunga-bunga plastik yang indah dan berwarna-warni seperti warna dalam kehidupanku. Banyak orang-orang yang mendatangi masjid.

Di sebuah ruangan yang hanya berukuran 4x4 itu aku memandang cermin yang menggambarkan diriku memakai pakaian serba putih dan riasan di wajahku. Aura kebahagiaan terpancar dalam diriku hari ini.

"Saudara Sandy Candra Irawan Bin Irawan saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Jingga Hilya Nuha binti Subandi dengan maskawin berupa alat solat dan uang sebesar 25 juta rupiah dibayar tunai"

"Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Hilya Nuha binti Subandi dengan maskawin tersebut di bayar tunai"

"Sah?"

"Sah......"

Kata itu menjadi isyarat jika aku harus menemui seseorang yang telah meminangku. Berjalan perlahan karena gaun yang menutup seluruh kaki. Pria yang duduk mengenakan jas itu menyambutku dengan senyum bahagia tergambar di wajahnya. Begitu juga denganku.

Siapa sangka, sebuah mimpi juga memiliki pesan yang diantar pada sang pemimpi.

Detik demi detik kejadian hari ini sama persis dengan bunga tidurku beberapa waktu lalu. Dengan sebuah jawaban, pria berjas rapi itu adalah dia, Sandy yang kini telah menjadi kekasih halalku, imamku, suamiku, serta ayah dari anak-anakku kelak.

Tangan yang memiliki permukaan kasar itu ku kecup dengan manis. Dia pun membalasnya dengan mencium kening. Disini sangat jelas tergambar akhir perpisahan kami melalui bahasa mata yang terpancar bak sinar matahari terang.

Kami, sepasang pengantin baru resmi berjalan menuju kamar yang sengaja disiapkan untuk kami berdua. Kamar spesial di hari spesial. Terdapat pula beberaoa huruf ucapan selamat kepada kami tak jarang juga yang memberikan kami hadiah pernikahan.

Seperti sudah kebiasaanku, aku selalu melihat ke luar jendela begitu masuk ke kamar. Jendela kamar Sandy yang lebar itu membuatku merasa betah menatap jalanan dari dalam berjam-jam. Aku menatap jalanan itu dengan gaun yang masih menempel pada tubuhku.

Entah aku sedang apa, tetapi bibirku tersenyum dengan sendirinya. Seperti tidak percaya hari ini telah ada.

Sandy mulai berjalan mendekatiku serta ikut memandang ke arah jalan. Dia mendekapku dari arah punggung. Dengan kedua tangannya menutupi leher, tangan Sandy ku dekap pula seakan aku menikmati akan dekapannya ini.

"Bimbing aku menuju Surga-Nya" ucapku lembut.

Sandy membalikkan badanku agar menatapnya. Dia memeganh bahuku dan menatapku dengan seksama. Semakin lama dia semakin dekat dan dia mencium keningku dengan lembut.

Perlahan, tangan yang berada di bahuku itu semakin ke atas memegang leher. Nampaknya dia ragu. Semakin dekat dan dekat lagi, waktu seperti sedang berjalan lambat.

Dia, pria yang selalu berhadapan dengan pisau bedah, darah serta pasien dalam keadaan kritis kini menjadi pembimbingku menuju surga. Dia, pria yang tiba-tiba memasuki kehidupan ketika kegelapan mulai menghampiriku, benar-benar menjadi milikku. Kini, sang Jingga telah menemukan penerang langit-langitnya.

*Selesai*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Putra Kegelapan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang