Ke-12

19 2 0
                                    

Akibat kejadian kemarin, aku seperti memusuhi ayah dan mama. Tak berbicara sama sekali dengan mereka. Melihatnya saja tidak. Aku hanya menyelonong pergi ke sekolah tanpa pamit dan mencium tangan keduanya. Sebenarnya hati serasa janggal. Karena bagaimanapun juga aku tidak bisa hidup tanpa mereka.

Seperti biasa aku di jemput Jack di depan rumah. "Yuk jalan" aku menaiki motor Jack. "Keluar keluar kok mukanya cemberut?" kata Jack memeragakan raut wajahku. "Udah yuk jalan" kataku.

Dagu ku tempelkan di pundak Jack serta tangan yang memegang pinggul Jack dan bercerita "Ayah sama mama berantem" kataku lesu. "Kok bisa? Kenapa?" tanyanya. "Panjang sih ceritanya, kamu belum ku ceritain" kataku. "Kenapa kamu nggak cerita" ucapnya. "Ya, aku pikir aku bisa nyelesain sendiri" kataku. "Setelah ini, kita selesain bersama, oke?" katanya. "Sebenarnya bertiga" kataku dalam hati.

Ketika soal try out sudah terjawab penuh dan terkumpulkan, aku bercerita pada Jack di kantin.
"Awalnya hanya pertengkaran kecil, makanya aku tidak cerita siapapun. Hanna pun tidak tau sampai sekarang" kataku. "Tapi kemarin, pertangkaran yang hebat akinat sebuah video yang berdurasi cukup lama mengejutkan mama" lanjutku. "Video apa?" tanyanya. "Yaaa, ahhh videoo,,, video ituuuu, anuuu" aku terbata-bata mengucapkannya. "Kamu pasti ngertiiii" kataku. "Ya apaa?" Jack belum mengerti juga. "Arrrggg, eehhh video itu loo Jack masa nggak ngerti" aku mengulangi kata-kata. Karena Jack belum mengerti juga, aku memeragakan dengan kedua tanganku seperti melakukan suatu hubungan yang, ya kalian mengerti. "Astaga, yang bener" Akhirnya Jack mengerti apa maksudku. "Nah, itu" kataku. "Serius, berarti kamu liat dong" katanya melotot. "Liat lah, sampe durasi akhir malah" kataku. "Kamu ada videonya sekarang?" tanyanya. "Kan udah aku pindah ke memori" kataku. "Kamu tau dari mana video itu?" tanyanya. Aku bingung menjawab apa karena aku tidak mungkin menjawab video itu dari Sandy. "Aku menemukan memori card di kamar mama, di dalam laci. Kupikir ya, itu memoriku lama trus begitu aku buka, ternyata isinya begituan" jelasku.

Cerita yang kubuat dengan sedikit kebohongan telah mentiadakan tokoh Sandy, Jack mempercayaiku.

Begitu pulang sudah sampai di rumah, aku mengingat akan membutuhkan beberapa alat tulis. Aku meminta Hanna untuk menemaniku pergi ke toko alat tulis. "Hanna kamu di rumah nggak?" aku mengiriminya pesan. Sembari menunggu balasan Hanna, aku bersiap-siap terlebih dulu. "Iya, kenapa?" balasnya. "Temenin aku ya" pintaku. "Kemana?" tanyanya. "Beli alat tulis" jawabku. "Maaf Ngga, aku nggabisa lagi banyak pesenan" balasnya. Hatiku kecewa sebenarnya karena aku terlanjur bersiap-siap dan merapikan diri. "Yaudah aku ke rumahmu aja ya, siapa tau bisa bantuin" balasku.

Aku pun menuju rumah Hanna naik ojek online yang sudah ku pesan.
"Hannaa" aku mengetok pintu rumahnya. "Hay, masuk" sambutnya. "Siapa Han?" terdengar suara mama Hanna dari dalam. "Jingga? Lama nggak kesini ya" ucap tante. "Sibuk try out tante, bentar lagi kan mau ujian" jawabku. "Pesanannya udah selesai? Kok udah santai?" kataku. Raut wajah mama Hanna seperti kebingungan saat itu. "Oh udah, tadi udah dianter sama Hanna" jawabnya. "Yuk, keatas" ajak Hanna.

"Bikin mie dulu aja yuk" ajaknya. Seperti biasa jika aku ke rumah Hanna pasti makan mi goreng atau kuah ditambah telur plus cabai ijo yang menggugah selera. Ketika aku hendak mengambil mie di rak dapur, tidak sengaja aku menjatuhkan botol kecil seperti berisi vitamin. Botol yang sebelumnya oernah kulihat. Aku mengambil botol itu dan membaca labelnya. "Ini obat apa Han?" tanyaku sekali lagi. "Ibuku, asam urat" jelasnya.

Mie goreng andalan sudah tercium baunya. Bau mi goreng ditambah wangi khas telur goreng sungguh nikmat.

Ketika kami berdua sedang asyik bercengkrama, tiba-tiba ponselku berdering.
"Hallo"
"Kamu dimana" tanyanya.
"di rumah Hanna, temenku" kataku.
"Aku di depan rumah kamu"
"Ha? Ngapain?"
"Ya, mau ngajak main aja" katanya.
"Apa aku ke rumah temen kamu aja"
"Jangan jangan temenku kan nggak tau kamu siapa" kataku.
"Siapa Ngga?" Hanna nimbrung.
Aku tidak menghiraukan Hanna karena aku masih menerima telfon.
"Yaudah nanti kalo kamu udah pulang bilang aja ya" katanya. "Oke"

Putra Kegelapan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang