Ke-19

9 2 0
                                    

"Dasar pengecut!!!"

"Apa kamu nggak punya seorang ibu!!!"

"Apa kamu ini anak pungut?!!! Anak buangan?!!! Atau anak haram?!!! Haaa!!!!"

"Orang yang tak berpendidikan?!!!"

"Nggak punya otak!!!! Bodoh!!! Bangs*t!!!!"

"Hadap sini anj*ng!!!!!"
Kata-kata yang keluar karena melihat maling dihadapanku. Maling itu hanya menunduk menghadap paving. Polisi yang sudah berhasil meringkusnya, menghiasi tangan maling itu dengan borgol yang terkunci. Tak dapat kutaham lagi, kuhampiri maling itu. Jack menahanku, mencegahku menyakiti maling itu. Maling itu hanya terdiam ketika aku menlontarkan kata-kata itu dihadapannya. Lalu kenapa dia berani melawan ibuku? Sedangkan dia saja menunduk dihadapanku.

"Jingga, udah! Tahan dirimu" kata Jack. "Dia saja tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melukai mama" jeritku. "Hey! Hey!" aku berlari menuju maling itu, walaupun sudah masuk di mobil polisi. Tak segan, aku membuka pintu mobil dan "Jriet!" aku memukul pipi kanannya dengan keras. Tak kusangka aku melakukan hal ini.

"Jingga!!! Udah, tenang" Jack sedikit membentakku karena aku tak bisa dikendali. Aku mulai menangis di pelukan Jack. Aku tak bisa mengendalikan emosiku. "harusnya kamu membiarkanku mencabik-cabik mukanya" ucapku geram.

***
Di cafe,
"Mbak, ada yang mencari mbak" kata salah satu karyawan ayah. "Siapa?" kutanya pada karyawan. "Tidak tau mbak".

Kuhampiri seseorang yang mencariku itu. Dia duduk diam sendirian di meja dekat kolam ikan. Tak bisa kutebak dari jauh karena dia memperlihatkan punggungnya. Semakin dekat, semakin dekat,
"Maaf anda siapa ya?"
Begitu dia menoleh kearahku, "Sandy??? K..kamuu..sejak kapan". "Hmmm (liat jam tangan) lima menit" katanya. "Gimana? Ada apa?" aku duduk bersamanya. "Ya, sekedar menjenguk aja" katanya. "Oh ya, mau minum atauuu makan?". "Taro milkshake aja satu".

Kubuatkan pesanan Sandy dari tanganku sendiri tanpa bantuan dari karyawan. Dengan perlahan dan dengan perasaanku kubuatkan taro milkshake itu untuknya. Aku pun teringat setelah beberapa saat aku melupakannya, jika Sandy pun ikut berperan dalam hidupku. Ingatanku seperti kembali semenjak Sandy kembali menghadap kepadaku. Hatiku menjadi bimbang. Pikiran sibuk membayangkan bagaimana akhir cerita hidup.

"Taro milkshake buatan Jingga" ucapku mengantar segelas minuman di hadapan Sandy.

"Apa kamu nggak kuliah?" Sandy bertanya. "Aku memilih membantu ayah di cafe" jawabku. "Setelah ini, apa kamu bisa meluangkan waktu?" Sandy bertanya. "Untuk saat ini, aku masih di dalam jam kerja" jawabku. "Apa perlu aku nungguin kamu sampai jam kerja berakhir" katanya. Hap! Mulut tertutup dengan otomatis dikarenakan kata-kata yang tak mau keluar. "Tapi kan pulang kerja malem. Jadi yaaaa, pasti butuh istirahat" kataku yang tentunya bukan sebenarnya. "Kalo besok?" dia bertanya seakan tak ada habisnya dan apa yang harus aku katakan untuk menyengkal ajakannya ini?. "Besok kan kerja lagi, gini aja deh kalau aku ada waktu kita jalan". "Oh..oke boleh".

Ada pelanggan yang datang, dengan sigap aku melayani pelanggan terlebih dahulu dan meninggalkan Sandy untuk beberapa saat. Selang beberapa menit sudah aku melayani pelanggan yang baru saja duduk di mejanya, kembali lagi aku ke tempat Sandy bersinggah, dengan tangan yang membawakan camilan berupa nugget ayam.

"Cincin kamu bagus, baru ya?" Sandy mencetuskan kalimat itu setelah dia melihat jemariku yang dilingkari cincin yang sebelumnya belum pernah aku memakai cincin. "Hehehe sebenarnya, ini cincin....tunanganku" aku berkata terbata-bata. Mata Sandy langsung terbelalak menatapku setelah aku menutup mulut. "Sejak kapan? Udah lama dong, kok aku nggak dikasih tau". Hufhh, untung dia nggak ngambek. Tapi kenapa harus ngambek?. "Sekarang aku tau kenapa kamu menghindari ajakanku" cetus Sandy. "Pasti karena seseorang dibalik cincin itu kan" Sandy menambahkan. "Heheheh". Jujur, aku terus berharap jika Sandy secepatnya meninggalkan cafe dan menjauh dari hadapan sehingga aku bisa terbebas dari kegugupan yang hakiki ketika menghadapinya serta menghindari dengan kata-kata yang entah akan kuucap nantinya pada Sandy.

Putra Kegelapan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang