Ke-13

17 5 0
                                    

Memasuki hari terakhir try out hari ini. Agak santai, karena merupakan pelajaran yang aku sukai, B.Indonesia. 120 menit waktu yang diberikan kepada peserta try out. Untung saja, 5 menit sebelum waktu habis aku sudah mengumpulkan lembar jawabanku ke meja guru. Hanya saja Jack masih kebingungan memenuhi lembar jawabannya.

Aku keluar kelas terlebih dulu dari Jack. Kesepakatan, jika diantara kami sudah ada yang keluar duluan, memesan makanan di kantin dan menyiapkannya.

"Kok lama banget" kataku pada Jack yang baru saja menampakkan wujudnya. "Belum keisi semua padahal" gerutunya.

Rasa lapar sudah terbayar. Rasa tegang menghadapi try out pun sudah lunas. Namun belum dengan ujian yang sesungguhnya. Ini masih awal perjuangan.

Ketika dalam perjalanan, tak sengaja aku melihat secara langsung di depan mataku sendiri anak kecil yang terseret sepeda motor beberapa kilometer. Aku ikut teriak histeris seperti saksi-saksi lainnya. Jack yang ikut panik membelokkan setirnya di pinggir jalan bermaksud menolong anak itu. Alangkah kasihan, dia menangis histeris. Aku melihat lukanya pun miris, membayangkan jika aku yang mengalami. "Ini orang tuanya mana ya" Jack memangku anak itu dan berteriak pada warga yang mengelilingi kami. "Tadi anaknya jalan sendirian" jawab salah satu warga. Sementara sang pelaku yang mencoba melarikan diri dikejar oleh beberapa warga naik motor.

Baju putih abu-abu Jack berubah merah setelah menggendong anak itu. Aku mencoba menenangkannya agar tidak menangis, namun nihil karena aku tahu itu rasanya seperti apa. "Tolong telfon ambulance, ini orang tuanya mana lagi arghhhh" gerutu Jack agak geram.

Tak lama, ada seorang ibu-ibu yang memakai sweater maroon mendekati kami semua. "Anakkuuuu anakkku" panik usai melihat kondisi anak kecil perempuan itu. "Kamu pasti pelakunya ya, ha?" ada seorang bapak-bapak menyahut, seperti ayah dari anak kecil tersebut. Sementara sang ibu menggendong anaknya, bapak itu menarik Jack seperti sedng menantang. "Bukan begitu pak" Suara Jack terbata-bata. Kerah baju Jack diangkat oleh bapak itu disertai raut wajahnya yang menyeringai. "Pak tolong dengarkan dulu. Kami bukan pelakunya pak, kami yang menolong anak bapak" jelasku menahan bapak itu. "Aarrrgggh" tidak mendengarkan perkataanku, bapak itu menonjok pipi Jack. Sontak aku teriak panik. "Pak, pak tolong pak jangan main hakim sendiri" teriakku. "Aku tidak peduli" kata bapak itu dan memukul kedua kali.

Tak segan, tubuhku seperti terpanggil. Tanganku menggenggam tangan bapak itu "Anda sopan, kami segan tapi perbuatan anda kali ini tidak dapat kami toleransi" kataku. Bapak itu menghempaskan genggamanku hingga aku hampir jatuh. "Woy" teriak Jack membalas pukulan itu. "Astaga, astaga" ucapku. "Ibu kenapa diam aja? Bu, asalkan ibu tau. Saya tidak bermaksud bertindak arogan jika tidak ada yang membuahinya. Dan ibu tahu, jika saya mengetahui hasil akhir menolong anak ibu seperti ini, saya jamin saya hanya membiarkan anak ibu terseret tanpa pertolongan. Tak peduli ibu teriak histeris semacam apa" kataku pada ibu yang masih menggendong anaknya yang bersimbah darah itu. Sementara Jack dan bapak itu masih saling adu pukul. Ibu itu meninggalkanku dan menghampiri suaminya. "Udah mas udah, merekalah penyelamat anak kita. Kita yang salah sebagai orang tua tidak mengawasinya dengan baik hingga terlepas dari pengawasan" terang ibu itu sedikit membisik pada suaminya.

"Ini pelakunya" suara warga yang mencari pelakunya terdengar jelas. Dia membawa seorang pengendara motor lengkap dengan jaket, helm dan kacamata hitam. Diikat tangannya oleh warga itu. "Bapak lihat?" kataku. "Siapa pelakunya?" seperti menyindir. "Saya akui saya menyesal menolong anak bapak" lalu aku pergi menuju parkir motor.

Tanpa memikirkannya lagi, karena sudah sangat kecewa dengan perilaku dan tindakan bapak itu kami berdua meninggalkan tempat kejadian perkara dengan baju Jack yang masih bercak merah.

"Kamu nggak papa kan" melihat keadaannya. Membolak balikkan wajahnya ke kanan dan kiri. "Awww sakiit" dia mulai menggaya. "Huuu" aku tampar pipinya dengan pelan. "awwww" keluhnya.

Putra Kegelapan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang