Ke-10

15 1 0
                                    

Akhirnya Jack siuman dari pingsannya selama beberapa jam itu. "Jack" panggilku lirih. "Heyy" dia masih menyempatkan senyumnya padaku. "Hey hey kok nangis" dia mengusapkan air mata yang jatuh di pipiku. "Nanti airnya berkurang loh jadi pohonnya nggak bisa tumbuh" katanya lirih. "Bagaimana pohonnya bisa tumbuh? Bijinya aja nggak ada" menyeringai. "Jack, kamu sudah sadar?" nenek menghampirinya dan memeluknya penuh kasih sayang.

"Cubit cucu nenek tuh, jatuhnya kurang dalem" menyeringai. Jack dan nenek hanya tertawa melihat tingkahku yang kayak anak kecil tiba-tiba ini.

"Mahkota kamu mana?" tanyanya. "Ish, keadaan gini masih nanyain itu?" sebel.

Setelah semua urusan rumah sakit beres, Jack diijinkan pulang.

"Aaaaa" aku menyuapinya di ruang keluarga. "Kayaknya udah pantes jadi ibu nih" godanya. "Ayahnya yang belum ada" balasku. "Di depan mata nih" dia kepedean. "Makan nih makan makan" menyodorkan paksa sesendok makan.

Esok paginya, kami semua meninggalkan nenek di rumahnya karena kita harus kembali ke rumah. "Da nenek, sehat sehat ya" mencium pipi kanan dan kiri nenek. "Mampir lagi lo ya" katanya. "Pasti nek" senyum.

Di perjalanan, sengaja aku menelfon Hanna lewat video call karena aku tidak ketemu Hanna dua hari kayak gimana gitu rasanya. "Hannaaaa" sapaku semangat. "Haaaaaiii" senyumnya terlihat. "Siapa kak?" Juan ikut nimbrung. "Ini namanya kak Hanna" kataku menunjukkan kamera ke arah Juan. Namun entah kenapa Hanna seperti murung wajahnya ketika melihat Juan. "Kenapa Han? Murung gitu" tanyaku. "Nggakpapa, sampe jam berapa nih kirakira?". "Satu jam lagi mungkin". "Aku mau bantu buat kue nih, baaay".

"Tante, makasih ya udah mau ngajakin ke rumah nenek" kataku. "Iyaaa, calon mantuku" aku tersipu malu mendengarkan itu. "Aku anter Jingga dulu ya ma" pamit Jack. "E, nggak usah tangan kamu kan belum kering tuh jahitannya aku sendirian aja" menolak halus. "Nggak aku harus anter kamu" dia bersikeras. "Tunggu" dia mengambil ponselnya dan melakukan sesutu dengan ponselnya entah apa. "Tunggu 5 menit" pintanya. Sedangkan om dan tante sibuk dengan barang-barang dari bagasi mobil. "Nah, tuh dah dateng yuk" dia menarikku masuk ke dalam mobil yang telah dipesannya tadi "Udah aku sendiri aja" kataku. Namun dia tetap saja masuk dalam mobil.

Sesampainya di rumah, "Daaaa makasi ya". Dan kami pun berpisah. "Assalamualaikum". "Waalaikumsalam, udah pulang?". "Udah maaa, nanti kalo lama lama mama kangen dong" kataku.

Langsung menuju kamar dan berbaring meluruskan otot-otot yang kaku. Lalu aku teringat dengan try out minggu depan. Aku menelfon Hanna. "Hann, nanti beli buku yuk" ajakku melalui telfon. "Maaf Ngga, aku nggabisa" katanya murung. "Yaaah kenapa?". "Ada pesanan kue banyak hari ini" jawabnya. "Yaudah dehh daaa". Sejak itu aku merasa Hanna seperti aneh terdengar dari suaranya. Seperti murung dan lemas tidak berdaya. Ya, mungkin kecapean karena pesanan yang banyak.

Untuk itu aku memutuskan untuk pergi sendirian untuk membeli buku karena hanya sebentar setelah itu pulang. "Makasih ya mbak" kata mbak kasir itu. Diluar toko, mataku tertuju pada penjual es krim. Teringat Hanna, akupun membeli dua cup es krim dengan rasa berbeda sesuai seleraku dan Hanna dan aku bermaksud untuk menemuinya di rumah Hanna.

"Hannaaa" tepat di depan pintu rumahnya. Begitu dia membuka pintunya, aku mengangkat dua eskrim cup itu dan membiarkan Hanna melihatnya. "Waaaa es kriiim" Hanna terlihay gembira. "Masuk masuk" dia mempersilahkan. "Mama kamu mana? Katanya banyak pesanan?" aku terheran karena dapurnya bersih sekali saat itu. "Udah selesai kok" jawabnya. "Yuk ke kamar aja" ajaknya.

Ketika aku melihat meja belajarnya dan dengan usil tanganku menggeledah semua isi meja belajarnya yang menarik perhatianku. Satu yang menarik perhatianku. Aku memegang sebotol yang sepertinya berisi obat kapsul ketika ku kocok botol itu. "Ngga, sini deh" Hanna memanggilku. Aku menaruh kembali obat itu di tempat semula. "Ganteng gak?" dia bertanya padaku dan menunjukkan foto laki-laki. "Eh siapa tuh" tanyaku. "Insyaallah kalo jadi". "Haa? Maksudnya berarti" aku memahami maksudnya. "Aaaaa senengnyaaa" saling berpelukan. Namun ketika aku melepaskan pelukan itu aku melihat raut wajah Hanna yang sedih sejenak. "Loh kenapa?". "Nggak papa siiih, ragu-ragu aja gitu". "Emang kenapa?" tanyaku lagi. "Yaaa gimana ya, baru aja ketemu gitu" katanya. "Aah kirain apa".

"Hanna aku pamit ya, tante aku pamit ya" aku pamit pulang karena sudah lumayan lama aku main di rumah Hanna.

Persiapan try out, aku belajar dengan giat menggunakan buku yang barusan aku beli. Namun diganggu oleh suara ponsel. Ternyata, Sandy mengirimkanku sebuah video. Video yang belum diketahui karena belum terdownload itu membuatku penasaran. Berhubung saat itu kuota lagi menipis karena akhir bulan, jadi downloadnya lama. Untuk itu, daripada aku menunggu lama mending aku selingi dengan melanjutkan belajarku.

Oh tuhan, ketika video itu sudah selesai download dan kubuka, aku seperti tak menyangka siapa lakon yang ada dalam video tersebut. "Kita ketemu sekarang" pesan dari Sandy. "Aku jemput di rumahmu" lanjutnya.

Untuk bertemu dengan Sandy, aku hanya memakai celana jeans panjang disertai tanktop yang kututup dengan jacket kesayangan yang menutupi paha.

Dia mengajakku ke tempat tua namun banyak gambar-gambar artistik yang sebetulnya dikenakan pasal untuk menggambar indah itu. "Kamu sering kesini?" tanyaku. "Base camp club sih" jawabnya. "Lah, yang lain kemana" tanyaku lagi. "Ngopi mungkin".

"Video itu, kamu dapat darimana?" tanyaku mulai bicara serius. "Ketika aku sengaja menggeledah kamar mama ketika mama nggak ada dirumah, aku membuka dokumen-dokumen yang mama simpen di laci. Ketika kubuka buku nikah, ada benda kecil yang terjatuh. Dan itu memori card aku dibuat penasaran dengan memori itu akhirnya kumasukkan memori itu dalam ponselku dan itulah isinya" terangnya. "Yang membuatku tercengang adalah tahun dimana video itu dibuat, 2014" lanjutnya. "Bagaimana rasanya kepercayaan itu dihancurkan dengan orang yang kita percaya itu sendiri? Dengan begini aku tau, orang sedarah pun tidak bisa menjaga kepercayaan kita yang sedaging dan sedarahnya" kataku menatap lamun. "Bahkan itu orang tua kita" sahutnya.

Video yang membuat hatiku terguncang karena pemerannya ada ayahku sendiri dengan permaisuri seberang, ibunya Sandy lebih tepatnya. Video syur yang melibatkan kepala keluargaku sendiri!. Bagaimana perasaan mama ketika melihat video ini? Apa katanya.

Lagi membahas video itu, tiba-tiba Sandy berkata "Ngga, maukah kau menjadi bungaku yang selalu mengisi hatiku?" dan meraih kedua tanganku. Aku merasa tersipu mendengar kalimat itu, pengalaman yang sama namun dengan kalimat yang berbeda. "Aku mengerti, aku bukan berlian yang mengkilat dan mahal harganya. Namun aku hanyalah pasir hitam yang tiada apa apanya dibanding berlianmu itu. Pasir hitam yang selalu di hempas oleh ombak besar dan terbawa arus namun pasir hitam selalu berpegang teguh bahwa dia akan kembali ke tempat asalnya walaupun sejauh apa arus itu membawanya" ucapnya. Aku tak bisa berkata apa-apa dengan ucapannya itu mulutku menganga mendengar perkataannya itu.

"Memang aku sudah mempunyai berlian. Namun pasir hitam lebih berharga dalam hidupku" tiba-tiba saja mulutku itu berkata seperti itu. Apa yang ada dipikiranku ini??? Entah aku juga tidak mengerti.

Setelah mendengar kata-kata itu, Sandy mengambil botol minuman dadi kaca dan memecahkannya. "Ini adalah kisah mutiara putih dan pasir hitam" dia menggoreskan pecahan itu di kelingkingnya. Lalu dia memintaku untuk memberikan tanganku padanya. Apa yang dia lakukan adalah melakukan hal yang sama seperti dirinya, menggoreskan pecahan itu juga di kelingking kananku. Pedih kutahan dan darah bercucuran. Saat itu juga kedua kelingking kami disatukan.

Putra Kegelapan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang